Secercah Kisah Ahmadiyah di Sukabumi: Masjid Dibakar-Madrasah Disegel

Secercah Kisah Ahmadiyah di Sukabumi: Masjid Dibakar-Madrasah Disegel

Syahdan Alamsyah - detikJabar
Senin, 13 Feb 2023 13:00 WIB
Asep Saepudin, didepan Masjdi yang di bakar
Asep Saepudin di depan masjid yang dibakar. (Foto: Syahdan Alamsyah/detikJabar)
Sukabumi -

Tidak sulit mencari kediaman Asep Saepudin (74) saat tiba di Kampung/Desa Parakansalak RT 02 RW 03 Kecamatan Parakansalak Kabupaten Sukabumi. Orang-orang langsung menyebut 'Pak RW' dan menunjukan sebuah jalan gang masuk dari sebuah pangkas rambut di tempat tersebut.

Ketika pintu sebuah rumah dengan nuansa hijau diketuk, dari balik pintu muncul senyum ramah seorang pria berambut putih hanya mengenakan kaus dalam, ia lantas mempersilahkan detikJabar masuk. "Silahkan masuk, saya baru dari kebun. Tunggu sebentar," ucapnya ramah kepada detikJabar, akhir pekan kemarin.

Asep sempat mendapat sorotan dunia internasional pada tahun 2008 silam, saat itu masjid Al Furqon dibakar sekelompok orang. Penelusuran detikJabar, pemberitaan soal pembakaran masjid tersebut diliput media asing seperti The Newyork Times, LA Times hingga Reuters.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Asep adalah seorang tokoh Ahmadiyah, ia menjabat sebagai ketua Ahmadiyah di Parakansalak. Ia juga menjadi saksi bagaimana masjid yang dibangun oleh jemaatnya itu dibakar sekelompok orang hingga sebagian bangunan itu hancur, bahkan sejumlah barang juga turut terbakar.

"Kalau saya sekarang ketua Jemaat, ketua Jemaat Ahmadiyah, ada sekitar 220 jiwa dengan anak-anak menjadi jemaat kami. Mereka tinggal di satu kampung ini," tutur Asep mengawali perbincangan dengan detikJabar.

ADVERTISEMENT

Asep kemudian menceritakan soal dibakarnya Masjid Al Furqon tahun 2008 silam, detikJabar sedikit meringkas cerita tersebut. Asep sendiri tampak masih mengingat setiap detil peristiwa tersebut.

"Kronologi ada istighosah, doa bersama dari hasil putusan Istigosah itu ada satu amanat tuntutan melalui Muspika. Salah satu diantaranya adalah Jemaah Ahmadihah itu tidak boleh menyebarluaskan ajaran, harus mengikuti bergaul di dalam melaksanakan ibadah dengan yang lain. Seperti itu," kata Asep.

"Di bawah (tuntutan) ada ancaman apabila tidak melaksanakan itu maka kami akan melakukan tindakan, 27 April 2008. Itu kami terima putusan itu malam Sabtu, hari Jumatnya itu kan istigosah malamnya kami dipanggil oleh Muspika untuk menerima tuntutan itu, kami saat itu tidak langsung menerima, kami musyawarahkan dulu dengan pengurus yang ada sikap kita harus seperti apa," sambung Asep.

Saat itu Asep memberikan sikapnya, ia membantah Ahmadiyah menyebarkan paham ajarannya. Ia dan jemaat hanya melakukan pembinaan secara internal kepada anggotanya.

"Sikap kita ya tentunya kami saat itu tidak menyebarluaskan faham, hanya pembinaan ke dalam secara internal ke anggota setiap malam, setiap minggu. Kepada anak- anak. Mengajarkan kegiatan keagamaan di masjid itu, ketika itu surat tuntutan sudah diterima kami jawab, kami ini adalah bagian dari jemaat Ahmadiyah Indonesia yang berbadan hukum sesuai dengan keputusan menteri kehakiman. Dan kami tuntutan itu, secara nasional jemaat Ahmadiyah sedang dalam keadaan proses. Kan ramai dulu jemaat Ahmadiyah akan dibubarkan, kami menunggu keputusan pusat terkait itu," beber Asep.

Singkat cerita jawaban itu nampaknya tidak memuaskan sekelompok orang tersebut. Pergerakan massa-pun tidak bisa dihindari. Minggu 27 April 2008, masa bergerak. Saat itu Asep mendapat kabar adanya perusakan dari pihak kecamatan yang sedang berada di rumahnya.

"Massa sudah berkumpul, saya update karena ada rim negoisasi juga dari pihak kami. Hanya kedatangan mereka tidak mau negoisasi, tuntutan pertama papan nama organisasi diturunkan kalau bagi kami silahkan saja kalau mau diturunkan, tapi ternyata pihak massa tidak mau (menurunkan). Akhirnya saat itu, komunikasi kami dengan pusat, kami yang menurunkan," kisahnya.

Namun nampaknya penurunan papan organisasi tidak memuaskan sekelompok massa itu. Sampai kemudian perusakan masjid tidak bisa dihindari.

"Dugaan saya pun ini pasti ada tuntutan lagi, ternyata benar hanya selang 10 menit lah pak camat datang. Menyampaikan begini, pak Asep saya ingin menyampaikan kehendak massa, saya jawab massa akan disuruh mundur kalau papan nama diturunkan sekarang apalagi. Katanya massa akan menyegel mesjid," asep mengaku sempat terhenyak saat itu.

Dalam kekagetannya, saat itu Asep menjawab bahwa penyegelan masjid tidak susah. Namun ia bertanya ada urusan apa sampai harus menyegel masjid.

"Saya jawab pak masalah menyegel tidak susah, gampang saja tapi urusannya apa segel mesjid. Apa masalahnya dan saya tidak punya masjid pak, itu bukan masjid pribadi, tapi masjid dapat jamaah, dibangun untuk memakmurkan masjid. Dibangun untuk beribadah di situ, jadi masjid itu Baitullah punya Allah Ta'ala. Kalau diminta memberikan izin tidak bisa kami memberikan izin apalagi mau disegel apa permasalahannya di segel," cerita Asep.

Di tengah diskusi tersebut, massa bergerak. Sebuah telepon masuk ke nomor pihak kecamatan. Masjid sudah di rusak, kemudian berujung pembakaran.

"Ada telepon, masjid sudah dirusak bukan disegel, saya di rumah jaraknya tidak terlalu jauh lah dari masjid itu. Kemudian setelah itu, ngomong pak camat kedengeran kan di hp nya kata Pak Camat des des suruh mundur massa. Saya cukup paham yang namanya des des pasti kepala desa. Pak camat keluar semua muspika keluar dari rumah. Saya di dalam rumah kunci pintu," ungkap Asep.

Paginya Asep memeriksa bangunan masjid, sebagian rusak. Kaca hingga jendela pecah sejumlah barang terbakar. Beberapa jemaah Ahmadiyah yang tinggal di sekitar masjid menurut Asep mengalami trauma.

"Area ini dirusak. Pembakaran pakai kayu, dari dalam ini kan tembok jadi tidak terbakar. Kondisi kosong, warga di rumah depan melihat, malahan dia juga ketakutan anggota jemaat yang dekat takut rumahnya dirusak seperti itu, takut dibakar. Hancur bagian atas masjid hancur, kaca pintu jendela semuanya hancur," keluhnya.

Asep memaklumi fatwa sesat MUI soal Ahmadiyah sedikit banyak merubah tatanan kehidupan jemaat Ahmadiyah dengan lingkungan sekitar. Ditambah lagi dengan adanya SKB 3 Menteri membuat mereka kian sulit bergerak dan akhirnya kini dikucilkan oleh lingkungan sekitar.

"Masjid ada dari tahun 1975, kami sebelumnya dengan lingkungan sekitar damai-damai saja. Kita hidup bermasyarakat seperti biasa, kami berbaur dengan masyarakat. Bahkan saya lama jadi RW dan baru selesai beberapa waktu lalu, semuanya baik-baik saja," ucap Asep.

Selepas kejadian pembakaran masjid, tatanan kehidupan bermasyarakat jemaah Ahmadiyah-pun terusik. Asep tidak menampik adanya perundungan hingga ke anak-anak berstatus pelajar yang merupakan jemaah Ahmadiyah. Bahkan untuk pemakaman, warga Ahmadiyah yang meninggal dunia dilarang dikebumikan di pemakaman umum.

"Setelah kejadian pembakaran ini semua berbeda, sebelumnya biasa saja tidak ada sekat perbedaan. Kemudian ada yang mengaanggap, setelah Fatwa MUI yang mengatakan Ahmadiyah itu sesat dan menyesatkan dan berada di luar agama islam, pemakaman umum tertutup bagi warga kami. Padahal (sebelumnya) di sana banyak orang Ahmadiyah dikuburkan di sana. Hanya kami tidak mau ribet digoncang, setiap ada warga Ahmadiyah meninggal. Saya bilang ke kades, saya akan lebih menjaga pak kades, setiap ada yang meninggal warga kami selalu ramai, setiap ada yang meninggal ramai, sehingga kades dapat tekanan tekanan," beber Asep.

Asep menyebut warga sekitar tidak pernah mengucilkan pihaknya, namun ada segelintir orang yang menekan melalui sistem pemerintahan untuk membatasi pergerakan jemaah Ahmadiyah.

"Sekolah umum berbaur, kata anak-anak suka ada perundungan, hanya kami memberikan pembekalan ke anak anak. Kalau nanti di sekolah ada guru atau teman cerita masalah Ahmadiyah sesat dan sebagainya jangan didengar, biarin saja tinggalin. Karena apa? kalau kita menjawab atau memberikan penjelasan, kondisi saat ini tidak mungkin diterima, oleh mereka lebih baik kita mengalah," ujarnya.

Sunyi menyergap saat memasuki kompek pekuburan Jemaat Ahmadiyah yang masih berada satu kawasan dengan Masjid Al Furqon dan Madrasah yang baru-baru ini disegel pihak Pemerintah Kabupaten Sukabumi. Tidak ada yang membedakan dengan pemakaman pada umumnya, namun seluruh keramik di komplek pemakaman itu berwarna hitam.

Sebuah makam mendapat perhatian khusus, sebuah tulisan dibawah batu nisan berisi kalimat bahwa almarhum yang dikuburkan adalah pendonor mata. Tulisan itu disematkan oleh Bank Mata.

"Itu keinginan almarhum semasa hidup, soal ini kami terbilang aktif. Selain makam ini, ada beberapa makam lain yang juga berstatus pendonor mata," kata Asep seolah sigap menjawab jurnalis detikJabar yang memandang lekat tulisan tersebut.

Paling terkini, Madrasah Ahmadiyah disegel dengan Perda ketertiban umum. Menurut Asep, madrasah itu juga sebenarnya dikhususkan untuk anak-anak Ahmadiyah sekolah dari kelas 1 sampai 6.

"Bangunan madrasah, dalam perbaikan. Itu nantinya untuk anak-anak Jemaat kalangan internal kami mengenyam pendidikan. Lagi-lagi kami mengalah, harapan kami mendapatkan keadilan. Syahadat yang kami lafalkan, Alquran yang kami baca semuanya sama. Kalaupun memang ada perbedaan itu kembali kepada keyakinan masing-masing, apa yang kami percayai sebagai Jemaat Ahmadiyah dan kami juga warga negara Republik Indonesia," pungkas Asep menutup perbincangan dengan detikJabar.

Sebelumnya dalam konformasi terpisah, melalui sambungan telepon, Kepala Satpol PP Kabupaten Sukabumi Dodi Rukman Meidiantomembenarkan soal penyegelan. Dodi menegaskan hal itu berdasar kepada SKB 3 Menteri.

"Itu kan ada SKB 3 Menteri, bahwa Ahmadiyah itu sebenarnya dilarang menyebarkan ajarannya. Kemudian ini ada pembangunan madrasah Ahmadiyah di Parakansalak, jadi tadinya sudah ada cuma mungkin atau bocor apa, direhab. Rehabnya rehab berat dihancurkan kemudian dibangun lagi. Itu banyak protes dari warga sekitar maupun dari ormas islam," jelas Dodi.

Penyegelan dijelaskan Dodi bertujuan untuk menjaga ketertiban. Dalam hal ini Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) dalam hal ini melalui BAKOR PAKEM (Badan Koordinasi Pengawasan Aliran Kepercayaan) menjadi penggerak.

"(Tujuannya) Untuk menjaga ketertiban, Forkopimda dalam hal ini ketuanya Bakor Pakem sebagai leading sektornya, Bakor Pakem ketuanya kepala kejaksaan, kemudian Forkopimda semua rapat di pendopo dihadiri lengkap termasuk Ormas Oslam, MUI termasuk Muspika Kecamatan Parakansalak," kata Dodi.

"Intinya hasil Bakor Pakem setelah rapat itu agar bangunan itu dihentikan dan di Satpol PP Line, Jumat kita laksanakan Pol PP Line. Sebelumnya mereka mengajukan izin, itukan tanpa izin kalau mau bangunan kan izin dulu baru membangun, ini membangun dulu tanpa izin," ucap Dodi menambahkan.




(sya/dir)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads