Sudah 23 tahun sudah Roni (70) menjadi juru kunci sekaligus penggali kubur di komplek pemakaman umum Batu Sapi, Kelurahan/Kecamatan Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi. Di usianya yang sudah sepuh, ia masih aktif di tengah keterbatasan kondisi fisiknya
Roni adalah penyandang disabilitas. Ia kehilangan kaki kirinya sejak lahir. Oleh masyarakat di kampungnya, ia didapuk menjadi juru kunci pemakaman di sana. Seiring waktu, karena usianya sudah lanjut, ia kini mengkoordinir 12 orang yang salah seorang di antaranya adalah anak kandungnya Ace Rohnat (30) untuk bekerja di sana.
"Ada 12 orang yang bertugas sebagai penggali makam, ada juga yang bagian bersih-bersih. Kalau dulu saya yang langsung terjun, hanya karena usia sekarang lebih banyak menugaskan yang lain," tutur Roni, didampingi Ace Rohmat sang anak saat ditemui detikJabar di kediamannya, Kampung Kebon Jambu, belum lama ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kini Roni lebih banyak mengemban tugas sebagai juru doa ketika ada orang akan dimakamkan. Di depan jurnalis detikJabar, dengan fasih ia melafalkan doa kepada para karuhun atau leluhur. Menurutnya hal itu tidak sembarangan dan hanya dilakukan orang-orang yang memang sudah berpengalaman di dunia pemakaman.
![]() |
"Tiap malam Jumat berdoa untuk mereka yang dimakamkan di tanah mati (kuburan). Kalau saya menyebutnya Karuhun Karamat Kebon Jati, kalau sekarang kan pemakaman Batu Sapi. Kita panjatkan doa, tidak hanya untuk mereka yang sudah meninggal, dikumkeun (keseluruhan) juga kepada para karuhun (leluhur) di tempat ini," tutur Roni.
Meskip terbilang sudah mulai jarang, Roni sesekali meminta anaknya Ace untuk mengantarnya keliling pemakaman umum untuk sekadar melihat-lihat. Ketika ada makam dengan kondisi tidak sempurna, ia meminta anaknya untuk memperbaiki.
"Kalau ada yang amblas atau kondisinya ambrol rusak saya minta anak saya atau yang lain untuk memperbaiki. Biasanya disaeur (ditimbun) atau diperbaiki lagi susunan tanah atau batu-batunya," ujar Roni.
Soal bayaran, Roni tidak pernah menentukan tarif. Ia hanya menerima uang ketika ada yang akan dikubur dan uang bulanan dari iuran warga. Uang itu tidak digunakan Roni sendirian, namun dibagi kepada seluruh pengurus makam dan penggali kuburan.
"Kadang iuran dapat berapa sebulan atau uang dari koropak (kotak amal) untuk misalnya membersihkan area pekuburan. Kalau untuk jasa menggali dan doa tergantung keikhlasan keluarga yang ditinggalkan. Ada Rp 20 ribu, ada Rp 50 ribu, gimana ikhlasnya mereka saja," ucapnya.
![]() |
"Mereka yang meninggal dan dikuburkan di pemakaman tidak pernah saya beda-bedakan mengurusnya. Bahkan makam yang sudah tua, yang sudah tidak lagi diziarahi keluarganya lagi, tetap saya urus, tetap saya jaga kondisinya," paparnya.
"Kalau makam-makam dulu kan apalagi hanya ada penanda nisan dan gundukan tanah, itu juga saya bersihkan. Kadang saya padat-padatkan lagi gundukannya agar tidak rata dengan tanah," sambung Roni.
Sementara itu Ace, sang anak, membenarkan ia sudah menjadi bagian dari kepengurusan makam Batu Sapi. Sesekali ia mengantar ayahnya ke komplek makam menggunakan motor.
"Saya diwakilkan oleh bapak, bantu-bantu. Saya yang kadang mengantar keluarga yang berduka mencari lokasi untuk menguburkan jenazah. Kalau hitung-hitungan sekarang, pemasukan mereka yang bekerja menggali kuburan dan memelihara komplek pemakaman tidak cukup lah ya," keluh Ace.
Ace sendiri kadang ditugaskan ayahnya untuk sendirian membersihkan area pemakaman agar tidak ada semak-semak dan rumput yang mengganggu. "Kadang kalau bapak suruh, saya berangkat bersih-bersih makam, pakai alat untuk membersihkan rumput. Sendirian saja, mungkin juga sudah biasa jadi tidak pernah merasa takut atau bagaimana," pungkasnya.
(sya/orb)