Siang itu di sebuah permukiman padat penduduk di Kabupaten Indramayu terlihat sepi. Namun, di balik kesunyian terdapat aktivitas masyarakat hampir di setiap rumah. Mereka memproduksi aneka aksesoris dari logam tembaga dan kuningan.
Seperti terlihat di belakang rumah Sihabudin (52), warga Kelurahan Kepandean, Kecamatan Indramayu, Kabupaten Indramayu, Kamis (19/1/2023). Beragam jenis perhiasan emas imitasi seperti gelang, kalung, cincin, anting hingga pin suvenir.
Diceritakan Sihabudin, bahwa Kelurahan Kepandean ini sejak lama dikenal sebagai kampung kemasan karena kerajinannya membuat perhiasan emas imitasi. Bahkan, usaha ini konon sudah ada sejak tahun 1970an.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Yang saya tahu disini dari dulu sudah banyak kerajinan dari logam. Dulunya masih pakai teknis cendawa yaitu membakar logam emas untuk melapisi perhiasan dari tembaga atau kuningan biar lebih kuat (proses membuat perhiasan imitasi)," kata Pengusaha perhiasan imitasi, Sihabudin, Kamis (19/1/2023).
Rupanya, usaha itu kian berkembang di Kelurahan Kepandean maupun di Kelurahan Bojongsari. Seiring waktu, proses pembuatannya pun mulai mengikuti perkembangan zaman.
Lanjut kata Udin, bahwa di masa krisis moneter sekitar tahun 1998, kerajinan ini cukup meledak. Usaha itu pun digandrungi khalayak ramai dari yang tua hingga yang muda. Bahkan, beberapa diantaranya mereka putus sekolah demi mendapat upah dari kerajinan perhiasan emas imitasi itu.
"Waktu itu banyak sekali yang buka usaha dadakan. Yang tidak bisa pun buka kerajinan. Karena waktu moneter itu permintaan perhiasan emas imitasi ini sangat ramai," ujar Sihabudin.
![]() |
Udin mengatakan pada masa krisis moneter itu kampung kemasan mendadak kaya raya. Tidak sedikit dari mereka yang mampu membangun rumah, hingga membeli mobil dan motor dari hasil kerajinan tangan perhiasan emas imitasi tersebut.
Selain itu, kerajinan perhiasan emas imitasi pun menjalar ke berbagai wilayah di luar Pulau Jawa. Bahkan, mereka berani menanam modal untuk pengembangan usahanya.
"Saya di tahun 2000 lah sampai berani ngasih modal ke orang Aceh untuk usaha disana sampai dia sukses. Kemudian saya kesana tapi orang itu lupa. Tapi tidak diam saya bangkit dan buka usaha disana sampai pesat dan pulang lagi karena ada bencana tsunami," cerita Sihabudin.
Sejak saat itu, geliat produksi perhiasan emas imitasi masih cukup stabil. Bahkan, pemasaran terbilang ramai di momen tertentu.
"Namanya usaha ada pasang surut nya. Tapi pas momen sebelum lebaran atau pas harga emas murni naik itu. Penjualan ramai lagi," katanya.
Era globalisasi pun memaksa kerajinan perhiasan emas imitasi ini terpuruk. Banyaknya barang impor membuat persaingan penjualan kian pelik. Bahkan, banyak perajin yang gulung tikar.
Hingga saat ini, hanya tersisa beberapa perajin yang masih mempertahankan usaha maupun bergelut membuat. Hal itu terjadi sekitar tahun 2015-an dimana produk luar negeri mulai masuk ke Indonesia.
"Sekarang ada sekitar 40 orang saja yang membuat aksesoris mentah. Dan 8 sampai sepuluh tempat aja yang proses kemasannya (pelapisan emas)," katanya.
Tidak sedikit perajin yang kesulitan untuk bangkit ketika usaha telah jatuh. Selain membutuhkan modal besar juga butuh tempat kepercayaan dari perajin lainnya agar bisa bekerja di tempatnya.
"Sebelum pandemi, saya sampai merekrut anak punk untuk bekerja di sini. Ada juga yang setia kembali bekerja sama saya meski sempat kolaps," kata Udin ceritakan optimis nya berusaha.
(yum/yum)