Sejumlah peristiwa mewarnai pemberitaan di Jawa Barat (Jabar) hari ini. Mulai dari aksi pasangan remaja yang bermesraan di Taman Dadaha, Kota Tasikmalaya yang beredar di media sosial, hingga fakta lain yang terungkap dalam viralnya perjodohan santri di ponpes Ciamis.
Berikut rangkuman Jabar Hari Ini, Selasa (17/1/2023):
Geger Pasangan Remaja Bermesraan di Taman Dadaha Tasikmalaya
Pengguna media sosial di Kota Tasikmalaya dihebohkan dengan tersebarnya rekaman video sepasang remaja usia sekolah sedang berpacaran. Remaja laki-laki terlihat memeluk perempuannya dan meraba-raba bagian tubuhnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Remaja pria terlihat mengenakan kaus hitam sementara remaja putri terlihat memakai setelan seragam olahraga. Aksi tak senonoh itu diduga terjadi di bangku taman di sekitar komplek olahraga Dadaha Kota Tasikmalaya. Namun kapan terjadinya dan siapa perekam video tersebut, sejauh ini belum diketahui.
Berdasarkan penelusuran detikJabar, lokasi bangku tembok dengan suasana rindang itu memang berada di taman dekat Stadion Dadaha. Lokasi persisnya berada di seberang jalan GOR Sukapura.
"Baru tahu ada video viral itu, tapi kalau melihat videonya memang di taman ini. Itu di bangku dekat jalan," kata Ai Esih, petugas kebersihan di taman tersebut, Selasa (17/1/2023).
Ai menjelaskan pada hari biasa suasana taman itu relatif sepi. Sehingga di lokasi sering dijadikan tempat berpacaran. "Kalau hari Minggu atau lagi ada acara di lapang Dadaha, baru ramai. Hari-hari biasa mah sepi," ujar Ai.
Dia mengakui taman tersebut memang sering dijadikan tempat pacaran. Tak hanya pelajar, bahkan pasangan dewasa pun sering dipergoki pacaran di ruang publik itu.
Hal itu kerap kali dikeluhkan pengunjung lain karena membuat risih. Ai pun mengaku dia beberapa kali menegur mereka yang berpacaran di lokasi. "Ya kalau sebatas pegangan tangan, mungkin tidak masalah, wajar gitu. Tapi kalau sampai peluk, cium, kan jadi risih," tutur Ai Esih.
Ai mengatakan jika kebetulan memergoki, dia akan mendekat sambil menyapu lalu berdeham. "Kalau anak sekolah saya masih berani negur. Saya kasih paham, saya juga kan punya anak. Tapi kalau sudah pemuda atau dewasa, paling saya berdehem saja," ungkap Ai.
Dia berharap dengan adanya kejadian ini patroli petugas Satpol PP lebih sering memeriksa kawasan itu. Sebab ia tidak setiap saat ada di lokasi untuk mencegah muda-mudi melakukan tindakan tak senonoh.
Dia juga berharap fasilitas penerangan di taman itu ditambah. Sebab pada malam hari sering dijadikan tempat nongkrong.
"Saya kan tidak setiap waktu ada di sini, hanya dari pagi sampai siang. Terus saya juga kan perempuan, sebatas petugas kebersihan, takut juga kalau menegur. Mungkin patroli harus lebih sering lagi," jelas Ai.
"Saya tahunya kalau pagi suka banyak sampah. Bahkan dulu-dulu sering ditemukan botol minuman keras. Kalau sekarang jarang sih ditemukan botol miras," kata Ai.
Pengakuan lainnya datang dari Jajang, pedagang kopi keliling. Ia mengaku sering juga menemukan pasangan muda-mudi pacaran di sekitar taman Dadaha. Namun ia mengaku tak berani menegur. "Saya juga sering menemukan, tapi kalau menegur tak berani. Sok dilalajoan we (suka ditonton saja)," katanya.
Merespons hal itu, Kepala Bidang Ketentraman dan Ketertiban Umum Satpol PP Kota Tasikmalaya Budhi Hermawan mengaku menyesalkan beredarnya video yang menampilkan pasangan remaja berbuat tak senonoh di Taman Dadaha, Kota Tasikmalaya.
"Innalillahi wainna ilaihi rajiun. Miris, ini merupakan fenomena yang harus disikapi, mengingat mereka masih pelajar dan di bawah umur sudah berani melakukan penyimpangan akhlak," kata Budhi, Selasa (17/1/2023).
Budhi mengatakan setiap hari pihaknya melakukan patroli di sejumlah titik ruang publik Kota Tasikmalaya. Bahkan patroli dilakukan tiga waktu dalam sehari. Siang, sore dan malam hari. "Setiap hari kita patroli, termasuk ke Dadaha. Tiga kali sehari, siang, sore dan malam hari," kata Budhi.
Dia memaparkan patroli siang hari ditargetkan kepada pelajar yang membolos sekolah dan malah nongkrong di ruang publik. Kemudian patroli pada sore hari dilakukan karena di waktu tersebut dianggap jam rawan.
Sementara di malam hari, patroli menargetkan kegiatan penyakit masyarakat. Seperti minum minuman keras di tempat umum, geng motor termasuk pacaran yang melebihi batas.
"Kalau malam kita sisir remaja atau masyarakat yang mabuk-mabukan di ruang publik, termasuk muda-mudi yang pacaran melebihi batas waktu. Jadi kalau lebih dari jam 22.00 WIB, yang berduaan itu kami suruh pulang," kata Budhi.
Pihaknya juga langsung memberikan pembinaan di tempat terhadap remaja-remaja yang mayoritas di bawah umur yang melanggar aturan itu. Intensitas temuan hasil patroli dikatakan Budhi cukup sering, nyaris setiap hari pihaknya memberikan teguran terhadap bentuk-bentuk penyakit masyarakat atau masalah sosial tersebut.
"Tadi malam pun kami temukan, ada dokumentasinya. Yang berduaan lebih dari jam 10 malam, kami pulangkan," kata Budhi.
Permintaan Teddy Supaya Dibebaskan
Teddy Pardiyana suami dari almarhumah Lina Jubaedah minta dibebaskan dari segala tuntutan atas kasus pengelapan mobil milik penyanyi Rizky Febian. Hal tersebut terungkap dalam sidang pembacaan pembelaan.
Dalam pembelaannya, Kuasa Hukum Teddy Pardiyana, Wati Tresnawati meminta majelis hakim membebaskan kliennya dari segala tuntutan. "Nyatakan Teddy tidak terbukti lakukan tindakan pidana dalam dakwaan. (Meminta) Bebas murni dan dibebaskan dari segala tuntutan," ujar Wati.
Selain itu, Wati juga meminta hakim mencabut status Teddy yang merupakan tahanan kota. Apalagi menurutnya tuntutan yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum tidak sesuai dengan fakta persidangan.
Usai kuasa hukum Teddy Pardiyana membacakan pembelaanya, Teddy Pardiyana disinggung majelis hakim apakah dirinya pernah dipenjara atau tidak. Selain itu juga hakim bertanya apakah Teddy mengaku bersalah dan menyesali perbuatannya. "Bersalah jual mobil istri. Menyesal," ucap Teddy di hadapan majelis hakim.
Hakim juga bertanya kepada JPU, apakah pihaknya akan berikan komentar terkait pembelaan pihak Teddy Pardiyana.
JPU menyebut jika pihaknya tetap dalam tuntutannya yakni menuntut Teddy Pardiyana dengan hukuman penjara selama dua tahun dan meminta hakim mengeksekusi Teddy Pardiyana ke rumah tahanan. "Tetap, secara lisan pada tuntutan," ucap JPU.
Menanggapi, pernyataan JPU, kuasa hukum Teddy Pardiyana juga menegaskan, jika pihaknya tetap membela Teddy Pardiyana sesuai dalam pembelaanya. "Tetap pada pembelaan," ujarnya.
Usai sidang, salah satu alasan Teddy ingin dibebaskan dari kasus yang menjeratnya yakni terkait pengasuh Bintang. Jika dipenjara ia tidak tahu anak hasil pernikahannya bersama almarhum Lina Jubaedah akan diasuh oleh siapa.
"Ya pembelaan sesuai dibuat, sama Bintang (alasan ingin bebas)," kata Teddy usai menjalani sidang di PN Bandung, Selasa (17/1/2023).
Pada sidang putusan, Kamis (19/1/2023) nanti berharap majelis hakim membebaskan dirinya. "Ya Insya Allah, pengennya begitu, yang terbaik (ingin bebas)," ujarnya.
Jika hakim memberikan putusan sesuai tuntutan yang dilayangkan JPU, langkah hukum lainnya akan dilakukan setelah putusan nanti. "Nggak tahu juga, nanti setelah putusan, sekarang berdoa dulu dua hari lagi mudah-mudahan ada putusan dari hakim yang mulia ada win win solution buat saya sendiri dan si dede Bintang," ungkapnya.
Pada sidang pledoi ini, Teddy mengajak Bintang. Saat sidang berlangsung, Bintang diasuh oleh pamanya bernama Iyan. Menurut Teddy biasanya Bintang diasuh tetangga, tapi karena bangun pagi dan ingin ikut akhirnya Bintang harus dibawa ke pengadilan.
"Dititip ke tetangga, cuman tadi bangun pagi jadi ikut, sekarang ikut ada di luar mau ke taman," jelasnya.
Sidang Teddy pun rencananya akan kembali digelar pada Kamis (19/1/2023) mendatang. Nantinya, agenda sidang lanjutan yaitu beragendakan putusan majelis hakim.
Rumah Kosong di Bandung Kebakaran, Warga Dengar Ledakan
Rumah kosong di Jalan Mutiara 1 Kelurahan Turangga, Kecamatan Lengkong, Kota Bandung, terbakar, Selasa (17/1/2023).
Petugas Dinas Kebakaran dan Penanggulangan Bencana (Diskar) PB Kota Bandung menerima laporan mengenai kebakaran rumah kosong itu pada pukul 10.41 WIB. Sekitar pukul 10.51 WIB, petugas tiba di lokasi kejadian. Petugas pun berhasil memadamkan api.
Menurut salah seorang saksi, Firman kejadian kebakaran di rumah kosong itu terjadi sekitar pukul 10.30 WIB. Firman awalnya mengaku mendengar ledekan dari rumah kosong.
"Warga di sini bantu padamkan dulu. Awalnya ada ledakan mirip petasan, terus sudah ada api di rumah itu," kata Firman kepada detikJabar di lokasi kejadian.
Firman bersama warga lainnya berupaya memadamkan api dari atas bangunan sebelah rumah kosong. Sementara itu, lanjut Firman, warga lainnya langsung melapor ke petugas pemadam kebakaran.
"Kayu kekeringan, daun-daun, kayanya itu. Karena panas, ledakan kayanya dari lampu atau kayu yang terbakar," ucap Firman.
Sementara itu, Kapolsek Lengkong Polrestabes Bandung Kompol Imam Zarkasih mengatakan rumah yang terbakar itu kosong sejak 2013. Imam mengatakan masih ada aliran listrik di rumah kosong itu. Ia menduga terjadi korsleting listrik.
"Dugaannya karena korsleting listrik. Tadi petugas PLN datang untuk memutus aliran listrik. Korban tidak ada," kata Imam.
Pembuangan Sampah ke TPA Sarimukti Belum Normal
Pembuangan sampah ke TPA Sarimukti di Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung Barat (KBB) masih belum kembali normal akibat akses di dalam area TPA dan sejumlah alat berat mengalami kerusakan.
Kondisi tersebut terjadi hampir dua pekan belakangan. Berdasarkan pantauan detikJabar pada Selasa (17/1/2023) siang, antrean truk sampah masih berderet di jalan menuju area TPA dengan perkiraan jarak lebih dari tiga kilometer.
Hendrayana (49) sopir truk yang mengangkut sampah di Melong, Kota Cimahi, mengatakan ia datang pada pukul 08.00 WIB dan masih mengantre hingga pukul 13.00 WIB. "Tadi datang jam 8 pagi, sampai sekarang masih ngantre. Ya ada sekitar 3 kilometer antrenya," ujar Hendrayana saat ditemui.
Ia mengatakan kondisi itu sudah terjadi nyaris dua pekan karena adanya kendala kerusakan akses menuju TPA Sarimukti. Sampai sekarang belum ada perubahan signifikan yang bisa mengurangi panjangnya antrean.
"Ya faktanya di lapangan seperti ini, belum diperbaiki. Katanya nggak ada antrean, padahal ternyata masih antre panjang. Manuver di dalam juga jadi berbahaya," kata Hendrayana.
Dampaknya ia kerap diprotes oleh warga yang pengangkutan sampahnya terkendala. Sebab saat ini ia hanya bisa mengangkut sampah satu rit dari biasanya dua rit. "Iya jelas jadinya diprotes sama warga, padahal ya kita kan gimana kondisi di sini. Di sininya saja panjang antreannya. Saya normalnya kan 2 rit satu hari, sekarang 1 rit juga lama," kata Hendrayana.
Senasib dengan sopir-sopir lainnya, pria yang sudah menjadi sopir truk pengangkut sampah selama hampir 20 tahun itu juga terpaksa menginap di mobil demi menunggu giliran menurunkan muatan.
"Ya sering kalau nginap, soalnya kan misalnya datang malam, itu baru besoknya bisa buang muatan. Sama-sama dengan sopir lainnya," kata Hendrayana.
Kondisi itu berdampak pada kondisi kesehatannya. Ia sempat sakit beberapa hari karena kurang istirahat dan terlalu banyak menghirup bau sampah.
"Ya sampai sakit seperti meriang, masuk angin, mengganggu ke pekerjaan. Soalnya kan bau sampah juga terhirup terus jadi enggak sehat juga," kata Hendrayana.
Selain kondisi kesehatan, ia juga saat ini terbebani karena pengeluarannya saat menunggu giliran membuang muatan menjadi membengkak. "Ya ada, biasanya sehari itu Rp 50 ribu satu rit. Sekarang menunggu kan harus menguarkan uang lebih, bisa lah sekitar Rp 150 ribu. Belum setor buat istri," ucap Hendrayana.
Kabar Terkini Santri yang Ikut Perjodohan Massal di Ponpes Ciamis
Sebanyak 10 pasang santri pesantren di Ciamis membuat heboh jagat maya setelah mengikuti acara perjodohan massal. Kini, rencananya kesepuluh pasangan itu akan melangsungkan pernikahan pada 23 Januari 2023 di Pondok Pesantren Miftahul Huda 2 Bayasari, Kecamatan Jatinagara.
"Pada tanggal 23 Januari 2023 nanti sebanyak 10 pasang santri akan melaksanakan pernikahan massal," ujar Pimpinan Pesantren Miftahul Huda II Bayasari KH Nonop Hanafi.
Nonop mengatakan pernikahan massal tersebut sudah berlangsung ke 7 tahun dan merupakan agenda tahunan. Santri yang sudah dewasa di pesantren tersebut dinikahkan, proses untuk terjun ke masyarakat menyebarkan ilmu dan dakwah.
"Tahun kemarin juga dilakukan Pernikahan Massal sebanyak 8 pasang, tahun ini 10 pasang," ungkapnya.
Nonop menjelaskan, proses pernikahan massal tersebut dimulai dari memanggil santri yang bersangkutan. Menurut Nonop, di pesantren tidak ada pacaran, namun hanya sebatas kenal antar sesama santri itu ada. Namun untuk pacaran masih terbilang tabu tidak seperti anak di luar pondok.
"Ditanya berdasarkan beberapa klarifikasi dan kualifikasi. Terutama yang jadi penilaian utama dimana mereka akan mengamalkan dan menyebarkan ilmunya," kata Nonop.
Kemudian pada dewan kiai berembug lalu dipilah yang sudah dewasa dan ditanya kesediannya mau atau tidak. Setelah itu dipanggil kedua orang tuanya,. Menyampaikan anaknya sebentar lagi akan dijodohkan. Dan orang tua pun setuju.
"Semuanya menjawab karena sudah biasa dijodohkan oleh guru pada akhirnya Sami'na wa atho'na sangat kuat di pesantren," jelasnya.
Setelah proses itu, lalu ditentukan waktu khitbah massal dengan dipanggilnya dua pihak keluarga. Lalu ditentukan pernikahannya di pondok pesantren.
"Maksudnya untuk syiar pondok pesantren. Juga meringankan pembiayaan. Di pondok acara bisa ramai dihadiri seluruh santri. Kedua, seluruh dewan guru dan kiyai hadir semua turut mendoakan. Kalau di masing-masing dengan jadwal padat tidak mungkin dihadiri karena lokasinya yang jauh-jauh," katanya.
Maka untuk meringankan pembiayaan dan efektifitas waktu, jarak tempuh maka dinikahkan di pondok. Setelah selesai mengikuti pernikahan massal lalu pasangan itu dibawa ke rumah masing-masing sesuai kesepakatan keluarga.
"Kemudian akan dipanggil kembali dipersiapkan untuk menyebarkan ilmu yang sudah diatur jauh jauh hari," jelasnya.
Nonop juga mengungkapkan, santri yang dijodohkan itu sudah dewasa dan sudah mengabdi lama di pondok pesantren. "Yang dijodohkan itu yang laki-laki di atas 25 tahun, yang perempuan 22 tahun, sudah dewasa. Pengabdian di pondok sudah lama. Ustadz dan Ustadzah," ujarnya.
Menurut Nonop, perjodohan di pesantren mana pun adalah hal yang lazim namun bukan kembali seperti kisah Siti Nurbaya. Perjodohan ini pun tidak semua santri. Ada yang pada akhirnya tergantung orang tuanya ketika santri sudah dewasa, mau bagaimana kepada siapa.
Nonop menjelaskan, perjodohan di pesantren ini tentunya membawa kesan tersendiri bagi para santri sebelum kembali ke masyarakat. Mereka ada kebanggaan dan merasa diurus oleh gurunya. Bahkan ikut terbantu, mengingat pembiayaan pernikahan massal tersebut lebih banyak dilakukan oleh pondok.
"Kalau di rumah kan sewa Blandongan dan lainnya itu sendiri berapa itu. Juga rumah tangganya semua harmonis bisa di cek ke lapangan," jelasnya.
Nonop menyebut tradisi perjodohan dan pernikahan massal di pesantren tersebut tetap akan berlangsung menjadi agenda. "Tetap dilanjutkan karena tidak ada yang dilanggar dari hukum agama, hukum negara," pungkasnya.