Bocah korban keracunan chiki ngebul (chikbul) di Desa Ciawang Kecamatan Leuwisari Kabupaten Tasikmalaya masih kerap mengalami gangguan kesehatan.
Keluhan perut kembung dan penurunan nafsu makan masih dirasakan oleh IR (13), meski kejadian keracunan sudah berlangsung beberapa bulan lalu atau Selasa (15/11/2022) silam.
"Terkadang kalau malam, dia suka mengeluhkan perutnya kembung, begah gitu. Kalau sudah kambuh begitu, paling saya usap pakai minyak gosok. Padahal sebelum kejadian tak pernah mengalami itu," kata Wiwin (30) ibu kandung IR, Senin (9/1/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia juga menilai nafsu makan anaknya jadi menurun, tidak seperti sebelum keracunan. "Makannya jadi kurang, biasanya anak laki-laki usia segitu kan makannya lahap. Nah sejak keracunan dia jadi malas makan. Seperti jadi punya penyakit maag," kata Wiwin.
Wiwin mengaku sejak kejadian hingga kini belum ada pihak pemerintah yang memeriksa atau menengok kondisi IR. "Harapannya ya kalau bisa diperiksa lebih lanjut, saya juga khawatir ada pengaruh dari kejadian itu. Tapi memang kalau dilihat sih baik-baik saja," kata Wiwin.
Dia juga menyesalkan saat kejadian dirinya buru-buru pulang dari rumah sakit. Karena beberapa hari setelah kejadian IR mengalami gejala diare yang cukup hebat.
"Waktu di rumah sakit, buru-buru pulang. Karena anaknya ngadat, sore juga udah pulang. Kejadian kan Selasa, nah Jumat dia diare. Mencret berkali-kali," kata Wiwin.
Saat itu dia memutuskan memeriksa anaknya ke dokter. "Kata dokter tidak apa-apa, kalau ada gejala disuruh periksa lagi. Ya sudah sampai sekarang tidak pernah diperiksa lagi," kata Wiwin.
Terpisah Kepala Bidang Pengawasan dan Pelayanan Kesehatan Dinkes Kabupaten Tasikmalaya Retizia Dewi mengaku akan memeriksa ulang kondisi IR, terkait keluhan gangguan kesehatan yang dialaminya.
"Akan kami lihat ulang ke lapangan. Kalau sudah hampir 3 bulan seharusnya sudah tak ada gejala karena zat berbahayanya sudah hilang. Bisa saja itu memang lambung sendiri ada gangguan," kata Retizia.
Dia juga mengatakan opsi untuk melakukan endoskopi atau metode pemeriksaan saluran pencernaan belum perlu dilakukan. "Saya rasa endoskopi belum perlu, kecuali kalau terjadi nyeri hebat, muntah darah atau sampai tak sadarkan diri. Nanti akan kami cek kembali," kata Retizia.
Dia menjelaskan pemantauan kondisi korban keracunan Chikbul melibatkan Puskesmas setempat dan bidan desa. "Pemantauan terus kami lakukan," kata Retizia.
Terkait simpang siur data korban Chikbul di Desa Ciawang Kecamatan Leuwisari Kabupaten Tasikmalaya, Retizia memaparkan bahwa total ada 24 anak.
"Jadi totalnya memang 24 orang, karena kan kalau pemeriksaan epidemiologi harus semua. Semua yang makan didata dan diperiksa. Dari 24 orang itu 7 orang mengalami gejala keracunan, termasuk seorang yang dirujuk ke rumah sakit. Nah sisanya tanpa gejala," kata Retizia.*
(yum/yum)