Kuli Sindang Cirebon yang Menyimpan Jejak di Jakarta

Kuli Sindang Cirebon yang Menyimpan Jejak di Jakarta

Ony Syahroni - detikJabar
Minggu, 08 Jan 2023 09:00 WIB
Kuli sindang di Cirebon menunggu pesanan.
Kuli sindang di Cirebon menanti 'pesanan'. (Foto: Ony Syahroni/detikJabar)
Cirebon -

Buruh bangunan asal Kabupaten Cirebon yang sering dijuluki kuli sindang memiliki sejarah panjang di Jakarta. Tidak sedikit dari mereka yang ikut terlibat langsung dalam proses pembangunan gedung-gedung penting dan bersejarah di Ibu Kota.

Salah satunya adalah mal Sarinah yang berlokasi di Jalan M.H Thamrin, Jakarta Pusat. Di balik proses pembangunan mal pertama di Indonesia itu, ternyata ada sentuhan tangan dari warga Sindanglaut, Kabupaten Cirebon yang berprofesi sebagai kuli sindang.

Hal ini yang diceritakan Moch. Husaeni, seorang perangkat Desa Sindanglaut, Kecamatan Lemahabang, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Menurutnya tidak sedikit masyarakat dari Sindanglaut yang saat itu ikut bekerja dalam proses pembangunan mal Sarinah Jakarta. Bahkan, kata dia, salah seorang arsiteknya juga berasal dari daerah Sindanglaut, bernama Haji Mansur (almarhum).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Arsiteknya Sarinah (Mal Sarinah) di antaranya adalah orang Sindanglaut, namanya Haji Mansur, dan kebetulan yang jadi kuli sekaligus mandornya itu bapak saya, namanya bapak Fathoni," kata Husaeni saat berbincang dengan detikJabar belum lama ini.

Husaeni mengaku cukup banyak mendapat cerita dari alhmarhum ayahnya soal keterlibatan masyarakat Sindanglaut dalam proses pembangunan gedung Sarinah Jakarta di era kepimpinan Presiden Soekarno.

ADVERTISEMENT

"Dulu waktu saya kecil bapak saya sering cerita soal itu. Jadi bapak saya dengan Haji Mansur ini saudara sepupu. Saya manggil Haji Mansur ini uwa. Waktu itu, Haji Mansur ini boleh dibilang hidup di keluarga yang berkecukupan, hingga akhirnya dia bisa menyandang gelar insinyur," ungkap Husaeni.

Hingga kini, gedung Sarinah yang berlokasi di jalan M.H Thamrin masih berdiri dan beroperasi sebagai salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta.

Dikutip dari lama resminya, Sarinah merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang didirikan pada tanggal 17 Agustus 1962 dengan nama PT Departement Store Indonesia.

Sarinah merupakan pelopor bisnis ritel modern di Indonesia yang digagas Presiden Soekarno untuk mewadahi kegiatan perdagangan produk dalam negeri serta mendorong pertumbuhan perekonomian Indonesia.

Nama Sarinah sendiri diambil dari nama salah satu pengasuh Presiden Soekarno di masa kecil. Kesan mendalam tentang kebesaran jiwa sang pengasuh menginspirasi penyematan nama tersebut.

Kembali soal kuli sindang, dosen sejarah IAIN Syekh Nurjati Cirebon Tendi mengatakan pekerjaan sebagai buruh bangunan ini kemudian semakin ramai digeluti di antara tahun 1960-an hingga 1970-an atau pada era pemerintahan Presiden Soeharto. Pembangunan yang pada masa itu sedang gencar-gencarnya, membuat kuli sindang sangat dibutuhkan.

Tendi bahkan menyebut jika profesi semacam kuli sindang sebenarnya sudah sejak era Hindia Belanda atau VOC pada tahun 1700-an. Saat itu, istilah yang digunakan bukan kuli sindang, melainkan Modder Javaans. Istilah ini diambil dari bahasa Belanda yang jika artikan secara harfiah maknanya adalah orang-orang Jawa pembersih lumpur.

"Kalau secara harfiah, istilah Modder Javaans itu artinya adalah orang-orang jawa pembersih lumpur. Jadi di era Kompeni itu, sungai Ciliwung, kemudian kanal-kanal yang ada di sekitar Batavia, kadang perlu dibersihkan. Dan dulu yang banyak dikirim untuk melakukan pekerjaan itu adalah orang-orang dari Cirebon, khususnya yang berasal dari daerah Sindang (Sindanglaut)," tutur Tendi.

Eksistensi Kuli Sindang Saat Ini

Menjadi buruh atau kuli bangunan merupakan salah satu pekerjaan yang banyak dilakoni oleh sebagian masyarakat Sindanglaut, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Bakat dan keterampilan mereka di bidang pertukangan bahkan sudah terkenal hingga ke Ibu Kota Jakarta.

Saking terkenalnya masyarakat dari daerah Sindanglaut yang berprofesi sebagai kuli bangunan, hingga akhirnya muncul istilah atau sebutan kuli sindang bagi mereka yang melakoni pekerjaan tersebut.

Kendati demikian, menjadi kuli bangunan bukanlah satu-satunya pekerjaan yang digeluti masyarakat Sindanglaut. Di antara mereka ada yang berprofesi sebagai pedagang, petani, dokter, dan lain-lain.

Adapun bagi warga desa Sindanglaut yang masih berprofesi sebagai kuli bangunan, saat ini pola kerja yang mereka terapkan sudah terbilang rapi dan terkoordinir. Mereka baru akan berangkat dari kampung halaman ketika ada panggilan untuk mengerjakan suatu proyek. Seperti membangun rumah, ruko, hingga taman.

Belum diketahui secara pasti ada berapa banyak warga Desa Sindanglaut yang masih menekuni pekerjaan sebagai kuli bangunan. Namun, jumlah mereka yang menggeluti pekerjaan ini diperkirakan mencapai puluhan orang.

"Kalau orang Sindanglaut yang kerja jadi kuli bangunan di Jakarta itu sudah terkoordinir sama mandor atau pemborong. Jadi mereka baru berangkat ketika sudah jelas ada proyek yang akan dikerjakan," kata perangkat Desa Sindanglaut Moch. Husaeni.

Namun saat ini keberadaan kuli sindang masih tetap lestari. Para kuli sindang ini biasanya mangkal di pinggir jalan menantikan proyek atau ajakan bekerja. Namun, mereka yang saat ini memakai pola seperti itu kebanyakan bukan warga Sindanglaut.

"Jadi mohon maaf, kalau yang biasa mangkal di pinggir-pinggir jalan itu bukan orang-orang dari Desa Sindanglaut. Karena memang kalau kuli bangunan dari Desa Sindanglaut, mereka baru akan berangkat ketika ada kerjaan. Kadang ketika ada kerjaan, yang berangkat bisa sampai 20 orang. Karena memang berkelompok dan dikoordinir oleh mandor atau pemborong," ucap Husaeni menambahkan.

Menurut Husaeni, proyek-proyek bangunan yang biasa dikerjakan oleh masyarakat dari desa Sindanglaut, bukan hanya di wilayah Jakarta. Sebab, tidak jarang para buruh bangunan ini juga mengerjakan proyek bangunan di beberapa daerah lainnya. Seperti Bali hingga Kalimantan.

Husaeni sendiri memperkirakan, julukan kuli sindang bagi para pekerja bangunan ini telah muncul sejak lama. Bahkan mungkin sebelum nama Sindanglaut dijadikan sebagai nama desa seperti yang dikenal sekarang.

Husaeni mengatakan, sebelum dikenal sebagai nama desa, Sindanglaut sendiri dahulunya merupakan wilayah administrasi pemerintahan berbentuk Kawedanan. Saat itu, wilayah Kawedanan Sindanglaut mencakup beberapa kecamatan. Seperti Kecamatan Mundu, Astanajapura, Lemahabang, dan beberapa kecamatan lainnya.

Sebagai informasi, Kawedanan sendiri merupakan wilayah administrasi kepemerintahan yang statusnya di bawah Kabupaten dan di atas kecamatan. Dikutip dari berbagai sumber, wilayah administrasi kepemerintahan berbentuk Kawedanan ini berlangsung sejak masa Hindia-Belanda hingga pasca kemerdekaan.

Namun status Kawedanan ini kemudian dihapus berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) No 22 tahun 1963 tentang penghapusan Keresidenan dan Kawedanan.

Atas dasar itu, Husaeni mengatakan jika penyematan istilah Kuli Sindang untuk saat ini, tidak hanya berlaku bagi warga Desa Sindanglaut. Karena yang melakoni pekerjaan itu, ada juga yang berasal dari daerah lain. Seperti masyarakat yang berasal dari Kecamatan Mundu maupun dari kecamatan-kecamatan lainnya.

"Jadi Sindanglaut itu dulunya Kawedanan yang wilayahnya meliputi beberapa kecamatan. Mulai dari Kecamatan Mundu, Astanajapura, Lemahabang, dan lain-lain. Makanya sekarang walaupun kuli-kuli yang biasa mangkal di pinggir jalan itu bukan warga desa Sindanglaut, tapi mereka sudah terkenalnya Kuli Sindang. Karena memang dulu Sindanglaut itu wilayahnya luas waktu masih jadi Kawedanan," jelas Husaeni.

Halaman 2 dari 2
(mso/orb)


Hide Ads