Pada 2022 ragam peristiwa menarik terjadi di Jawa Barat (Jabar). Satwa-satwa unik hingga perilakunya yang menarik sempat menggemparkan publik.
Tim detikJabar merangkum deretan perilaku hingga keunikan satwa di Jabar yang membetot perhatian masyarakat. Ada hewan endemik Jawa yang disebut-sebut sebagai ular naga, kematian ikan dewa di Kuningan, hingga kawanan monyet yang menyerbu pemukiman di Kota Bandung. Berikut kaleidoskop 2022 tentang ragam satwa yang bikin geger Jabar:
Ular Naga Sanggabuana
Cerita kemunculan ular naga di kawasan pegunungan Sanggabuana, Kabupaten Karawang, bermula dari riset yang dilakukan Sanggabuana Conservation Foundation (SCF). Nyaris setahun lembaga konservasi itu mencari keberadaan ular naga. SCF mengobok-obok kawasan Sanggabuana demi bisa bersua dengan ular naga.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ular naga berhasil ditemukan pada Sabtu, 29 Oktober 2022. Satwa endemik Jawa yang bernama latin Xenodermus javanicus. SCF menemukan ular naga di aliran sungai Curug Cikoleangkak di Puncak Sempur, Pegunungan Sanggabuana, Kecamatan Tegalwaru, Karawang. Panjang ular naga mencapai 50 sentimeter.
Warnanya hitam. Bagian punggung atau dorsal ada bagian sisik yang berjajar rapi seperti tanduk kecil, atau benjolan yang disebut hemipenial. Mirip dengan tubuh naga, hewan mitologi. Ular naga termasuk tak berbisa.
Satwa melata itu ditemukan tim SCF secara tak sengaja. Saat ditemukan, ular naga di Sanggabuana tengah menyantap mangsanya. "Kami temukan waktu itu ular sedang makan anak katak atau kecebong, jika melihat beberapa literatur, ular ini sudah susah ditemui di alam liar," ujar Kepala Divisi Konservasi Keanekaragaman Hayati SCF Uce Sukendar.
Tim observasi menemukan keberadaan ular naga saat malam hari. Bahkan, SCF tak menampik ular naga ditemukan tak sengaja. Padahal, sudah nyaris setahun tim telah mencari keberadaan ular naga. "Kami mencari sejak dari Curug Cipanunda di atas Kampung Tipar, yang ada di wilayah Karawang sampai di Curug Cimata Indung yang hutannya masuk wilayah Purwakarta," ucap UCe
Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) pun menegaskan soal pemberian nama naga pada satwa berdarah dingin itu karena adanya hemipenial. "Kenapa dikaitkan dengan mitologi ular naga, ya karena bentuk sisiknya aja tapi itu umum. Orang menyebutkan naga cuma istilah mitologi sebetulnya, dari suatu makhluk dan bisa dikaitkan kemana-mana. Salah satunya sisik berlunas kayak tanduk itu," kata Amir Hamidy, Peneliti Herpetologi BRIN.
Amir mengungkapkan ular naga tersebut banyak ditemukan tidak hanya di Pulau Jawa, namun juga tersebar di Sumatera, Kalimantan bahkan hingga Malaysia dan Myanmar. "Ada di Myanmar, Malaysia kemudian Jawa, Sumatera, Kalimantan jadi sebarannya luas di Indonesia ya," ujarnya.
Kodok Merah di Ciremai
Kisah menarik lainnya muncul di kawasan Gunung Ciremai. Satwa unik lainnya yang membetot perhatian publik adalah kodok merah. Amfibi langka ini ditemukan di Blok Ipukan, Desa Cisantana, Kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC). Kodok merah memiliki nama latin Leptophryne javanica.
Sebelum muncul pada tahun ini, kodok merah ditemukan pertama kali di Gunung Ciremai pada 2012. Kodok merah masuk dalam daftar satwa dilindungi, hal ini tertuang dalam PP Nomor 7/2019. Ukurannya kecil, sekitar dua sampai tiga sentimeter.
"Pertama kali ditemukan oleh salah seorang peserta lomba foto pada tahun 2012 yang bertajuk 'Keanekaragaman Hayati Gunung Ciremai Ciremai'," kata Kepala Balai Taman Nasional Gunung Ciremai (BTNGC) Teguh Setiawan pada Kamis (14/7/2022).
Habitat kodok langka ini berada di kawasan wisata. Alasan inilah yang membuat BTNGC membentuk interpreter kodok merah pada tahun 2017. Tujuannya agar populasi kodok merah tetap terjaga.
BTNGC rutin menggelar monitoring soal keberadaan kodok merah. Dari hasil monitoring BTNGC menyebutkan pada tahun 2022 jumlah kodok merah yang ada diCurug Cisurian sebanyak 17 individu, kemudian diCurug CIlutung sebanyak 23 individu, Ciinjuk sebanyak 46 individu, dan di Kopi Bojong sebanyak 13 individu.
Harimau Jawa di Sukabumi
Masih di bulan yang sama dengan soal hebohnya kemunculan kodok merah di Gunung Ciremai. Di Sukabumi, Warga juga dihebohkan dengan kemunculan harimau Jawa. Hewan karnivora ini muncul di Desa Sukadamai, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi. Saksi matanya adalah Baed, pria berusia 65 tahun yang memergoki harimau Jawa di perkebunan bukit Pasir Kantong pada Selasa, 18 Juli 2022. Baed langsung lari dan sempat pingsan.
Baed kemudian bercerita pada anaknya yang bernama Agi Yulianto. Pikiran Baed sempat terganggu karena menatap langsung harimau. Ia cemas selama tiga hari. Setelah Agi mendapatkan penuturan tentang kehadiran harimau itu, ia pun mengecek langsung ke lokasi yang diceritakan bapaknya. Walhasil, Agi menemukan lima helai bulu harimau.
Lima helai bulu harimau itu ditemukan di sekitar saung atau gubuk tempat dimana warga pertama kali melihat satwa tersebut. "Awalnya dari rasa penasaran saya ke sini melihat tempat penemuan hewan katanya harimau. Lalu menemukan bulu sebanyak lima helai selama dua hari berturut-turut," kata Agi kepada detikJabar, Rabu (27/7/2022) seraya menunjukan lokasi temuan bulu di sekitar saung.
Kemudian, BKSDA meneliti empat bulu yang ditemukan di sekitar lokasi harimau itu muncul. "Hari ini kami menerima 4 helai bulu, yang mungkin akan kami laporkan ke atasan kami di bidang KSDA Bogor untuk ditindaklanjuti. Penelitian akan dilanjutkan untuk memastikan apakah itu (bulu) harimau atau apa," kata Oyok kepada awak media, Kamis (28/7/2022).
Sementara itu, pihak pemerintahan desa masih memonitor lokasi yang merupakan lahan garapan perkebunan warganya tersebut. Dia berharap BKSDA segera bisa memaparkan hasil pemeriksaan sampel bulu yang sudah diserahkan kepada BKSDA.
"Agar masyarakat kami juga tidak waswas, karena kita dari pemerintah desa pantau dan akan terus mempertanyakan terkait hasil penelitian karena sampai hari ini belum terinformasikan untuk hasil," kata Kades Sukadamai Rudi Hartono.
Kematian Massal Ikan Dewa
Kematian massal ikan dewa di objek wisata Cibulan Desa Manis Kidul, Kecamatan Jalaksana, Kabupaten Kuningan, menggemparkan publik. Video kematian massal ikan dewa ini sempat viral di jagat maya. Ikan yang dikeramatkan sebagian warga setempat itu mati secara misterius pada Senin, 29 Agustus 2022.
Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Kuningan langsung turun tangan. Hasil kajiannya menyebutkan sebanyak 20 ekor ikan dewa mati. Kemudian, uji lab pun Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Ikan (BKPIM) Cirebon dilakukan untuk mencari penyebab kematian massal ikan dewa.
"Kemarin kita teliti dalam tubuh ikan dewa ada berupa parasit dan bakteri," ujar Kabid Perikanan Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Kuningan Denny.
Warga Kuningan memiliki tradisi dalam mengubur bangkai ikan dewa. Mereka membungkus bangkai ikan menggunakan kain putih dan diazani layaknya manusia. Konon menurut cerita yang melegenda di masyarakat sekitar, ikan tersebut merupakan jelmaan pasukan Prabu Siliwangi yang dikutuk menjadi ikan.
"Sudah tradisi dari dulu itu, diangkat dan dikubur lalu di kain kafanin. Enggak ada kalau ritual khusus mah, hanya itu saja," ujar Maman selaku pengelola objek wisata Cibulan kepada detikJabar 15 Juni 2022.
Ikan Arapaima di Garut
Tak hanya ikan dewa yang menggemparkan Jabar. Ikan raksasa jenis Arapaima gigas juga sempat menghebohkan masyarakat, tepatnya di Kabupaten Garut. Ada tiga ikan raksasa yang ditemukan warga. Penemuan tiga ikan Arapaima gigas ini bermula dari bencana banjir bandang yang menerjang Kabupaten Garut pada Jumat, 15 Juli 2022.
Tiga ikan raksasa kala itu ditemukan di tempat yang berbeda. Pertama ditemukan di aliran Sungai Cipeujeuh, Kelurahan Paminggir, Kecamatan Garut Kota, sehari setelah banjir bandang. Sementara dua lainnya berada di sekitaran kolam tempat ikan tersebut dipelihara.
Tembok penutup kolam tempat ikan itu dipelihara rupanya jebol akibat banjir bandang. Pemilik tiga ikan raksasa itu adalah bos cengkeh. Salah seorang pegawai bernama Ikih (65) yang bekerja di tempat bos cengkeh itu membenarkan perihal kepemilikan tiga ikan raksasa.
"Itu kan sudah 10 tahun lebih, saya di sini baru 6 tahun," katanya.
Menurut penuturan pegawai, ikan yang sempat menggemparkan warga Garut itu dipelihara sejak masih berukuran satu kilogram. Setelah muncul dan menjadi perbincangan publik, akhirnya si pemilik menyembelih ikan tersebut dan dagingnya dibagikan ke masyarakat.
Kawanan Monyet di Bandung
Sebulan lalu, Kota Bandung sempat digemparkan dengan kemunculan kawanan monyet pada Selasa 22 November. Dari hasil pantauan Dinas Kebakaran dan Penanggulangan Bencana (Diskar PB) Kota Bandung, ada empat monyet yang sempat menyerang pemukiman.
Pertama, kemunculan kawanan monyet ini terjadi Babakansari l, Kiaracondong pada pagi hari. Kemudian, sore harinya dilaporkan muncul di kawasan Cipadung, Kecamatan Cibiru "Itu monyet liar ketika akan ditangkap pindah-pindah terus," kata Kata Kepala Diskar PB Kota Bandung Gungun.
Sementara itu, Kepala Bidang Kesiapsiagaan Operasi Pemadaman dan Penyelamatan Diskar PB Kota Bandung M Yusuf Hidayat mengaku masih memantau pergerakan kawanan monyet liar. Ia juga mengaku menerima laporan dari sosial media dan warga. Petugas kesulitan mengevakuasi lantaran kawanan monyet ini berpindah-pindah tempat.
Sempat muncul kabar kawanan monyet liar itu diduga sengaja dilepas oleh pemiliknya. Peneliti Pusat Studi Komunikasi Lingkungan Fikom Universitas Padjajaran (Unpad) Herlina Agustin mengatakan monyet tersebut diduga merupakan peliharaan. Karena jumlahnya hanya empat ekor Herlina juga tak yakin jika monyet itu termasuk kawanan atau koloni.
Selain itu, sempat muncul juga soal isu bakal adanya bencana dengan fenomena serbuan monyet tersebut. Namun, BMKG menepis kabar tersebut.
Buaya Euis di Sukabumi
Rekaman video yang menunjukkan kemunculan seekor buaya di Sungai Cikaso, Sukabumi, juga sempat menggemparkan publik. Buaya ini bernama Euis. Penampakan buaya Euis itu bermula saat relawan hendak mengantarkan bantuan ke korban banjir di Kadudahung Desa Cibitung pada Rabu, 28 September 2022.
Nama Euis adalah pemberian dari warga sekitar Sungai Cikaso. Bahkan, warga di sekitaran Sungai Cikaso mengaku terbiasa dengan penampakan Euis. Selama ini, tak ada laporan tentang warga yang menjadi korban serangan dari buaya betina itu, termasuk soal hewan ternak milik warga.
Kendati demikian, Kades Cibitung Iji kerap mewanti-wanti warga tetap berhati-hati ketika bertemu atau berpapasan dengan hewan liar tersebut. "Kelihatannya sepasang, sepertinya lebih dari dua, dan selama ini memang tidak pernah mengganggu warga. Saya selalu informasikan ke warga soal buaya tersebut agar berhati-hati. Kalau dari jenisnya itu buaya muara, panjangnya empat meter lebih. Yang terlihat relawan kemarin itu panjangnya sekitar empat meter. Relawan melihat saat mengantar bantuan ke Kedusunan Kadudahung, Kampung Ciloma," beber Iji.
Sementara itu, Upen (64), warga Kampung Ciniti, Desa Cibitung, membeberkan tempat nongkrong favorit Euis. "Memang iya sering penampakan di Cikaso itu di batu satu atau batu dua munculnya. Cuma seringnya hanya satu ekor buaya, munculnya saat air surut, airnya keruh biasanya sering muncul. Kalau air naik dia tidak kelihatan, kalau surut dia berjemur," kata Upen.
Selain di Cikaso, Euis menjelajah hingga ke muara di sekitarnya dan menampakan diri antara dua atau tiga bulan sekali. Dua lokasi itu memang favorit Euis dan buaya lainnya di Sungai Cikaso.
Buaya di Kolam warga Subang
Tak cuma Euis yang sempat menggemparkan publik. Buaya lainnya yang ada di Kabupaten subang juga sempat jadi perbincangan. Buaya muara di Subang ini berkeliaran dan masuk ke salah satu kolam milik warga di Kampung Mayang, Desa Mayang, Kecamatan Cisalak pada Jumat, 16 November 2022.
Buaya itu diduga nyasar dan berasal dari Sungai Mayang. Pemilik kolam Aif Saiful langsung melaporkan kejadian itu Rescue Damkar Subang. Damkar Subang bergerak mengevakuasi. Proses evakuasi dilakukan dan memakan waktu sekitar satu jam.
Panjang buaya yang berhasil dievakuasi itu sekitar dua meter. Beratnya sekitar 50 kilogram.
"Alhamdulillah berhasil kami evakuasi tidak ada hambatan apapun lancar semua proses evakuasinya," ujar salah seorang petugas Damkar Subang Wawan.
Damkar Subang menurunkan dua regu dengan total 10 personel. Personel Damkar Subang ada yang ditugaskan untuk menutupi bagian mata dari buaya serta sebagian personel untuk menalikan kaki buaya.
Macan Tutul Serang Warga Sumedang
Cerita serangan macan tutul terhadap tiga warga Desa Tegalmanggung, Kecamatan Cimanggung, Kabupaten Sumedang, sempat ramai. Nyawa ketiga warga itu nyaris melayang. Mereka mampu melawan dan menaklukkan serangan macan tutul. Peristiwa tersebut terjadi pada Rabu, 7 September 2022 di Desa Telamanggung.
Salah seorang saksi kejadian menyeramkan itu adalah Udes Saepudin (32). Udes kala itu tengah berkebun, tiba-tiba ia dikagetkan dengan kemunculan macan tutul sekitar pukul 14.00 pada hari kejadian. Singkatnya, macan tutul itu langsung menyerang Udes.
Saat Udes berjuang melawan macan tutul, dua rekannya datang membantu secara bergantian. Pertama Adi, kemudian Didin. "Pertama nyerang saya dulu, terus datang teman saya (Adi), diserang juga. Lalu datang lagi Didin, sama diserang juga kita bertiga," kata Udes.
Udes dan Didin kemudian berhasil memiting leher macan tutul. Ketiga warga itu sepakat membawa macan tutul ke sungai dan menenggelamkannya. Walhasil, macan tutul itu pun mati. Akibat serangan itu, Udes dan dua temannya mengalami luka-luka. Namun luka yang dialami Udes paling parah
Sementara itu, Kepala BBKSDA Jabar Irwan Asaad mengatakan habitat macan tutul yang berada di Kawasan Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi (TBGMK) dan berdekatan dengan pemukiman warga, sehingga membuat macan tersebut turun untuk mencari makan. Keberadaan hewan ternak milik warga juga memancing macan tutul untuk datang.
"Macan tutul muda yang sedang belajar berburu biasanya tertarik untuk mendapatkan mangsa yang mudah untuk diburu," ujarnya.
Kemudian, BBKSDA dan Bandung Zoo melakukan investigasi nekropsi untuk mengetahui kematian macan tutul berwarna hitam tersebut. Hasilnya, macan tutul mati karena traumatik. "(Hasil) nekropsi itu memang traumatik. Memang kalau kita analisa antara hasil TKP lokasi, dan hasil nekropsi nyambung," kata Kepala Sub Bagian Humas BBKSDA Jabar Halu Oleo.