Kisah Maroko di Tanah Pasundan

Round-Up

Kisah Maroko di Tanah Pasundan

Tim detikJabar - detikJabar
Rabu, 14 Des 2022 08:00 WIB
Kantor Desa Maroko di Garut
Kantor Desa Maroko di Garut. (Foto: Dok Desa Maroko/Kades Suryana)
Bandung -

Maroko saat ini sedang menjadi buah bibir. Berkat tim nasional sepak bolanya, negara yang terletak di Afrika Utara itu sukses menarik perhatian masyarakat dunia karena bisa mengalahkan negara-negara besar dari Eropa.

Lolos ke Piala Dunia Qatar 2022, menjadi titik balik cerita indah dari negara berjuluk Singa Atlas tersebut. Dihuni pemain-pemain sekaliber Achraf Hakimi, Hakim Ziyech hingga Yassine Bounou, Maroko mampu membungkam tim-tim kuat semacam Spanyol hingga Portugal.

Tak hanya sekedar ikut di Piala Dunia 2022, Maroko juga bisa menembus babak semifinal ajang bergengsi empat tahunan tersebut. Di laga terakhirnya, Youssef En-Nesyri mampu mengantarkan Maroko mengalahkan Portugal dan membuat megabintang Cristiano Ronaldo harus tertunduk lesu keluar dari lapangan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kala nama Maroko dielu-elukan, Jawa Barat ternyata punya sebuah desa yang namanya mirip dengan negara Afrika Utara itu. Salah satunya terletak di Kabupaten Garut. Bahkan, keberadaan Desa Maroko ini langsung menjadi perbincangan netizen di Indonesia.

Semuanya bermula saat sebuah foto yang beredar di media sosial. Foto itu berisi sebuah plang kantor desa dengan nama Maroko. Sontak, eksistensi Maroko di Kabupaten Garut ini menjadi perbincangan dan bahan lelucon bagi warganet.

ADVERTISEMENT

Wakil Bupati Garut Helmi Budiman bahkan sempat update status di Instagram. Helmi berguyon jika prestasi Desa Maroko diharapkan bisa seperti Timnas sepak bola Negara Maroko yang tak terduga di Piala Dunia.

"Mudah-mudahan prestasi Desa Maroko Kecamatan Cibalong Kabupaten Garut mendunia seperti negara Maroko yang lolos 8 besar Piala Dunia Qatar 2022. Aamiin," katanya.

"Tidak ada yang tidak mungkin kalau kita semangat dan percaya diri. Untuk semua perangkat Desa Maroko, tetap fokus selalu. Semangat sebagai pelayan masyarakat," kata Helmi menambahkan.

Unggahan Helmi di media sosial itu, disambut komentar puluhan warganet. Ada beberapa yang berkelakar, jika Timnas Maroko merupakan kebanggaan warga Garut selatan.

"Alhamdulillah. Garut Selatan pride pak," kata akun @ary********

"Alhamdulillah Garut bagian kidul mendunia," ungkap akun @rat*******

Lantas, apa sebenarnya Maroko yang diperbincangkan warganet ini. Kemudian, kenapa bisa sebagian warga Garut, menjagokan Maroko di Piala Dunia?

Berdasarkan hasil penelusuran detikJabar, Maroko merupakan satu dari 11 desa yang berada di Kecamatan Cibalong, Kabupaten Garut. Kepala Desa Maroko Suryana, saat dikonfirmasi detikJabar, Rabu pagi mengatakan, desa ini sudah berdiri sejak dulu. Hanya berbeda beberapa tahun saja dengan kemerdekaan Negara Maroko dari Perancis pada tahun 1956.

"Desa ini, sudah ada sejak tahun 1964. Desa Maroko adalah hasil pemekaran dari Desa Mekarsari," kata Suryana.

Maroko disebut Suryana awalnya merupakan nama sebuah kampung di Desa Mekarsari. Namun, karena beberapa alasan kala itu, kemudian mekar menjadi sebuah desa.

Berdasarkan data yang dihimpun dari Badan Pusat Statistik (BPS) Garut, Maroko saat ini memiliki 3.679 penduduk dengan rincian 1.885 laki-laki dan 1.794 perempuan. Menempatkan Desa Maroko sebagai desa nomor empat populasi terbanyak di Cibalong, dengan persentase 8,3 persen dari total populasi di kecamatan tersebut. "Mayoritas warga di sini bertani. Kebanyakan jadi petani karet, kapol (kapulaga) dan kayu albasiah," katanya.

Kendati demikian, terkait nama sendiri, Suryana mengaku tidak mengetahui alasan di balik penamaan Desa Maroko. Suryana juga tidak mengetahui, kaitan antara nama Desa Maroko, dengan negara Maroko di Afrika. "Tidak tahu. Nama ini sudah sedari dulu. Sejak sebelum saya lahir, namanya sudah Maroko," pungkas Suryana.

Tak hanya di Garut, nama Maroko juga terdapat di pelosok Kabupaten Bandung Barat (KBB). Meski lokasinya terpaut ribuan kilometer, ada sebuah kampung yang bernama Maroko yang secara administrasi masuk ke Desa Mekarjaya, Kecamatan Cihampelas tersebut.

Kampung Maroko di KBB ini letaknya ada di tepian aliran Sungai Citarum. Tak terlalu banyak yang mengenal Kampung Maroko, namun bagi orang yang tinggal di Bandung Barat dan Cimahi, setidaknya pernah mendengar kampung itu.

Kampung tersebut tak punya sebuah penanda semacam gapura, monumen, maupun tugu yang dengan tegas mencetak nama 'Kampung Maroko' agar mudah dibaca orang. Meskipun dari Jalan Raya Cihampelas-Cililin, di marka jalan tertulis arah menuju 'Maroko'.

Suasana Kampung Maroko juga tak beda dengan kampung lain di sekitarnya. Hanya deretan rumah di pinggir Jalan Cihampelas. Justru yang jadi perhatian, akses menuju kampung tersebut rusak parah.

Ada sebuah pasar yang buka setiap beberapa hari sekali. Pasar tersebut hingga kini masih menjadi pusat perekonomian warga. Kebanyakan yang dijual di pasar itu berbagai kebutuhan rumah tangga seperti sembako hingga sayur-mayur.

Bagi mereka yang hendak datang ke kampung tersebut, harus rajin bertanya pada orang di sepanjang jalan. Atau bisa juga mengandalkan tuntunan dari aplikasi peta digital Google Maps. Rutenya melalui Kota Cimahi ataupun Kabupaten Bandung Barat ke arah Cililin.

Lantas apa makna di balik nama Kampung Maroko itu? Menurut Deni Sugandi (46), tokoh masyarakat, nama Maroko berkaitan dengan kebiasaan emak-emak zaman dulu menghisap rokok.

"Jadi kalau dulu ngobrol sama orangtua, Maroko itu sebetulnya dari 'Emak-emak Ngarokok'. Kemudian disebutlah kampung itu dengan Kampung Maroko," ujar Deni saat ditemui di Dermaga Maroko, Rabu (7/12/2022).

Deni meyakini tak ada alasan di balik penyematan Maroko untuk menamai kampung tempatnya lahir tersebut. Sebab sejak sebelum ia lahir, orangtuanya mengatakan tak ada nama lain yang berkaitan dengan sejarah kampung tersebut.

"Setahu saya sejarahnya begitu, karena 'emak-emak ngerokok' jadilah Maroko. Karena sebelum saya lahir juga sudah Kampung Maroko namanya. Jadi tidak ada dulu kampung ini namanya ini, atau bukan Maroko, nggak ada," kata Deni.

Deni juga menjelaskan nama Kampung Maroko tak ada sangkut pautnya dengan sosok orang dari negara Maroko yang pernah singgah, datang, atau punya sejarah khusus di kampung tersebut.

"Jadi nggak ada kaitan dengan orang luar (Maroko) masuk ke sini akhirnya dinamakan Kampung Maroko. Termasuk sampai sekarang juga belum pernah ada orang Maroko atau orang Arab yang tinggal di sini. Tapi kalau orang sini yang kerja ke sana (Arab Saudi) banyak," ucap Deni.

Namun saking terkenalnya nama Kampung Maroko bagi orang-orang di wilayah Kecamatan Cihampelas dan sekitarnya, kampung tetangga juga ikut-ikutan disebut sebagai Kampung Maroko.

"Kampung Maroko itu hanya ada 3 RW. Di sini bertetangga sama Kampung Parigi, Rancaeceng, Babakan, dan Pasar Aci. Nah tapi semakin ke sini, justru kampung-kampung itu juga disebut Kampung Maroko. Akhirnya ya sekarang jadi bagian (Kampung) Maroko," tutur Deni.

Punya Dermaga di Tepi Sungai Citarum

Kampung Maroko sebetulnya punya sebuah tempat yang boleh dibilang menjadi ikonnya. Ialah Dermaga Maroko, yang ada di ujung kampung berbatasan langsung dengan aliran Sungai Citarum. "Memang di sini yang terkenal itu Dermaga Maroko. Sebetulnya ada dermaga lain, namanya Dermaga Bunder, cuma beda kampung dan beda desa," ujar Deni.

Dermaga itu dulunya berfungsi sebagai rute transportasi dari Kecamatan Cihampelas menuju Batujajar melalui jalur air. Banyak yang memanfaatkannya karena memangkas waktu ketimbang memutar lewat Jalan Cihampelas menggunakan motor atau mobil.

"Fungsinya ini penyeberangan dulunya, jadi orang-orang mau ke Batujajar lewat sini pakai perahu. Tapi kan ke sini sudah tidak lagi, karena ada jembatan penyeberangan kayu nah akhirnya yang pakai perahu berkurang," kata Deni.

Saat Maroko lolos 8 besar, euforia juga turut sampai ke telinga warga Kampung Maroko yang terpisah jarak ribuan kilometer dengan Qatar, tempat Piala Dunia 2022 dihelat. Menurut Deni, meski ia tak rutin menyaksikan pertandingan Piala Dunia 2022, namun ia turut mendukung Maroko karena ikatan kesamaan nama. "Kalau ngedukung (negara kontestan Piala Dunia) ya sebetulnya di sini beda-beda, tapi saya mungkin mendukung Maroko karena kan ada kesamaan sama nama kampung di sini," ujar Deni.

Namun sayangnya dukungan dari masyarakat Kampung Maroko terkendala aksesibilitas. Entah itu dukungan langsung menyaksikan pertandingan di stadion maupun dukungan dengan menyaksikan pertandingan di layar kaca.

"Dulu ada nonton bareng (Piala Dunia), kalau sekarang jarang sih, karena berkurang antusiasnya mungkin yaa. Apalagi sekarang kan dimatikan siarannya (analog), harus pakai set top box (STB), jadi itu berpengaruh," kata Deni.

Deni menyebut kebanyakan warga di Kampung Maroko belum mempunyai STB. Hal itu karena warga tak semuanya mampu membeli STB yang kini harganya terus merangkak naik. "Enggak semua mampu juga di sini, yang dapat STB jatah dari pemerintah bisa dihitung. Kalau saya beli sendiri karena sudah niat juga sebelumnya," ujar Deni.

"Disayangkannya nggak bisa semua nonton, ya itu tadi karena enggak ada STB kan. Istilahnya di lingkungan ini nonton tv itu susah, harusnya jadi hiburan sederhana sekarang susah, banyak semutnya. Padahal ya sekarang lagi piala dunia," lanjut Deni.

Halaman 2 dari 2
(ral/iqk)


Hide Ads