Didi Supardi (52) memiliki ingatan yang membekas saat hujan abu letusan Gunung Galunggung terjadi pada tahun 1982 lalu. Usai dijemput di sekolahnya, Didi mengisahkan jika pada waktu kejadian neneknya sibuk mencari ayam peliharaannya.
"Panik cari ayam, itu pas saya sudah dijemput, masih ingat itu nenek minta saya carikan ayam peliharaannya," kata Didi via sambungan telepon, Kamis (17/11/2022).
Didi menyebut, ayam peliharaan neneknya enggak hilang tapi untuk mencari ayam yang berada di luar rumah susah karena pandangan terhalang hujan abu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kata saya tuh, nanti saja, eh ayamnya dipenuhi abu, enggak kelihatan," ujar Didi.
Didi menyebut, pengalaman itu kerap diceritakan oleh neneknya, saat ia pulang ke Majalengka. "Sekarang tinggal di Bandung, kalau pulang ke Majalengka nenek suka cerita itu, berkesan banget meskipun takut," ujarnya.
Pengalaman serupa juga dirasakan Lili Setia Dharma (50), Lili yang kala itu masih tinggal di Bayongbong Garut melihat banyak warga panik dan menyelamatkan kambing peliharaannya.
"Kalau di saya tuh waktu itu warga sibuk selamatkan hewan ternaknya, kambing," ujar Lili.
Pada waktu kejadian, warga tidak mengetahui kejadian apa yang terjadi, setelah dapat informasi dari mulut ke mulut bahwa abu vulkanik itu berasal dari letusan Gunung Galunggung.
Selain itu, pasca kejadian warga juga sulit mencari rumput karena hujan abu penuhi rumput. "Cari rumput sudah, dipenuhi abu letusan Gunung Galunggung," ujar Lili.
"Rumput hasil sabitan juga harus dicuci dulu," tambahnya.
Karena jarak antara Garut dan Tasikmalaya cukup dekat, Lili menyebut abu yang turun tebal sekali. "Abunya tebal banget, nempel di dinding rumah bahkan kaca jendela," ujarnya.
Seperti diketahui, bagi warga yang tinggal di pedesaan hewan ternak tersebut merupakan aset yang harus dijaga. Hewan ternak mereka anggap sebagai bentuk investasi jangka pendek, mereka merawatnya saat kecil dan menjual ketika sudah besar.