Perjuangan Rasminah (35), sang inisiator undang-undang perkawinan asal Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, agar tak terjadi pernikahan dini pada perempuan masih terus dilakukan.
Rasminah bercerita, menikah di umur belia cukup menyiksa. Dia menikah di usia 13 tahun atas keinginan orang tuanya. Bermain dengan teman sebaya pun tidak bisa dirasakan penuh oleh Rasminah. Bahkan, harapannya mengejar cita-cita harus pupus lantaran perjodohan di usia dini.
"Waktu itu usia saya 13 tahun. Hancur pengennya saya masih sekolah, main sama temen-temen lain. Tapi ternyata saya dijodohkan oleh orang tua," kata Rasminah kepada detikJabar, Rabu (10/11/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menikah di usia dini berdampak pada perjalanan rumah tangganya. Rasminah sempat gagal menikah tiga kali. Kini pada pernikahan yang ke empat dia berharap bisa mempertahankan mahligai rumah tangganya. Banyak faktor penyebab kandasnya rumah tangga Rasminah, salah satunya karena belum siapnya seorang wanita menjadi seorang istri di usia muda.
"Menikah udah 4 kali, pertama sama orang Semarang, sama tetangga, terus sama orang Cikedung, dan sekarang udah sama orang Arahan," kata Rasminah.
Dari pengalaman pahitnya, Rasminah berkeinginan agar generasi penerus bangsa Indonesia tidak merasakan menikah di usia dini. Sehingga, Rasminah bersama Endang Wasrinah warga Kecamatan Indramayu dan Maryati mendesak revisi Undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
"4 tahun lalu kalau nggak salah, di awal tahun 2017. Ide saya pengen mengajukan undang undang pernikahan anak. Jangan sampai kaya saya, cukup saya aja yang dinikahkan waktu masih kecil," kata Rasminah.
Perjuangan yang dilakoni Rasminah tidak mudah. Ia harus mengorbankan banyak waktu dan tenaga untuk mengubah ketentuan batas usia menikah. Hingga di tahun 2019, Rasminah didampingi Yayasan Selendang Puan Dharma Ayu, UU nomor 16 tahun 2019 perubahan atas UU nomor 1 tahun 1974 disahkan. Sehingga, batas usia pernikahan berganti dari 16 tahun menjadi 19 tahun.
Perjuangan Mencegah Perkawinan Dini
Tidak berhenti mengajukan revisi UU perkawinan. Rasminah bersama Yayasan Selendang Puan Dharma Ayu terus konsisten mencegah terjadinya pernikahan dibawah 19 tahun.
Sebab, angka pernikahan dini di Indramayu dinilai masih tinggi. Selain faktor ekonomi, kurangnya kontrol pengawasan anak menjadi penyebab.
"Pastinya batas usia 19 tahun dampaknya ketika batas usia dinaikan jadi 19 tahun pasti mengurangi angka putus sekolah. Yang mayoritas dispensasi sekarang ini akibat hamil duluan," kata Pembina Yayasan Selendang Puan Dharma Ayu, Darwinih.
Upaya pencegahan dilakukan di berbagai kegiatan dan kesempatan. Edukasi terhadap anak maupun membenahi regulasi di tatanan pemerintahan sebagai cara untuk mengurangi pernikahan dini.
"Terkait pencegahan juga harus dilakukan sejak dini. Dari hulu ke hilir harus diberesin. Pendidikan ke teman sebaya tentang reproduksi bagaimana?. Dan dampak dari menikah dini itu apa?," kata Darwinih.
Menurutnya, perjuangan yang dilakukan Rasminah dan teman-temannya membuat mereka layak sebagai pahlawan untuk Indonesia. "Pokonya pahlawan bagi Indonesia," katanya Darwinih.
(iqk/iqk)