Seorang santri asal Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya didenda puluhan juta Rupiah oleh yayasan pendidikan agama di Bandung. Setelah sempat mengadukannya, orang tua santri bernama Rizki Siti Nuraisyah (31) dan anaknya kembali mendatangi kantor Komisi Perlindungan Anak Indonesia Kabupaten Tasikmalaya, Jumat sore (4/11/22).
"Saya datang ke KPAID ini mau minta pertolongan, utamanya anak saya bisa sekolah lagi. Dan kedua ada tagihan puluhan juta untuk dibantu komunikasi dengan pihak Yayasan," kata Rizki Siti Nuraisyah, Ibu kandung santri di kantor KPAID.
Anakanya yang baru 12 tahun ini sudah tiga kali kabur dari pondok karena tidak kerasan. Bahkan yang ketiga kali ditemukan di rumah warga.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya pun awalnya enggak tahu sekolah yayasan tersebut dimana, karena pas dimasukin tidak memberitahu, awalnya memang gratis dimasukin eyangnya. Cuma memang, sebelum anak saya belajar tamat belajar di sana ada denda, cuma tidak dibilang biaya dendanya berapa," ujar Rizki.
Setelah anaknya berada di rumah, Riski mengaku mendapat kiriman surat dari Yayasan tempat anaknya menuntut ilmu. Sang anak dianggap melanggar tata tertib yayasan hingga disanksi disiplin dengan membayar uang Rp 37.250.000. Denda disiplin ini dihitung dari nominal denda 50 ribu per hari dikalikan 745 hari selama anaknya belajar agama.
Denda disiplin keluar setelah anaknya kabur dari pondok yang ketiga kalinya. Anaknya mengaku sudah tidak kerasan belajar hingga akan memilih keluar pondok.
"Jadi anak saya kan dua tahunan di pondok, nah dikalikan per harinya 50 ribu jadi total Rp 37 juta 250 ribu rupiah," kata Rizki.
KPAID Kabupaten Tasikmalaya menerima berkas surat berisi tagihan denda. Dalam surat berkops nama yayasan pendidikan ini menyebutkan jika santri ini melanggar tata tertib yayasan.
"Kami panggil lagi orang tuanya, setelah memang melapor pada kami. Kita akan kroscek ke Ponpes di Bandung dan saya sudah janjian hari senin pekan depan," kata Ato Rinanto ketua KPAID Kabupaten Tasikmalaya dihubungi detikJabar, Jumat (4/11/22).
Pasca kabur dari pondok, pelajar kels enam ini masih belum bis melanjutkan sekolah. KPAID Kabupaten Tasikmalaya akan melakukan pendampingan terhadap korban. Selain melakukan konformasi terhadap yayasan, pihaknya juga akan mengupayakan keberlangsungan pendidikan korban.
Lembaga Pendidikan Buka Suara
Yayasan Ruuhul Qur'an Mumtaz (RQM) buka suara terkait adanya salah satu anak didiknya yang didenda hingga kurang lebih Rp 37 juta. Hal tersebut telah sesuai dengan aturan yang ada di lembaga tersebut.
Pengasuh RQM, Abu Haikal mengatakan RQM merupakan salah satu lembaga pendidikan yang bergerak dibidang tahfiz dengan sistem beasiswa full. Sehingga lembaga tersebut memberlakukan sebuah aturan yang harus dipatuhi oleh setiap santri hingga orang tuanya.
"Salah satu aturan sebagai komitmen orang tua untuk menitipkan anak di sini adalah tanda tangan di atas materai dengan konsekuensi yang sudah berlaku di situ. Diantara poin-poinnya diantaranya, santri harus menyelesaikan studi selama di RQM," ujar Haikal kepada detikJabar, Sabtu (5/11/2022).
Pihaknya menegaskan jika aturan tersebut dilanggar bisa dikenakan denda. Besaran dendanya adalah disesuaikan dengan santri tersebut mengenyam pendidikan di lembaga tersebut.
"Kalau berjalannya waktu santri tersebut macet di jalan, enggak mau lanjutkan, maka secara otomatis di situ tertera denda administrasi satu hari Rp 50 ribu," katanya.
Kronologi Denda
Haikal menjelaskan kronologi kasus yang menimpa santri asal Tasikmalaya, IKW. Menurutnya santri tersebut sering melarikan diri dari pondok.
"Iyah dia kayanya enggak betahan, terus anaknya juga agak bandel nakal lah. Namanya juga anak kecil kita gak perlu banyak cerita. Bohongnya minta ampun segala macam. Kaburnya baru akhir-akhir ini, cuma 3 kali, terus kita ambil lagi. Jadi gak betahan," tegasnya.
Dia menyebutkan anak tersebut kabur-kaburan ke rumahnya yang ada di Tasikmalaya. Terus pihaknya selalu membujuk supaya anak tersebut kembali ke pondok.
"Tapi anaknya gak mau, nah setelah anaknya gak mau, ibu nya bilang, 'ini bagaimana'. Sebagai lembaga punya aturan harus tegas menegakkan aturan bahwa 'nanti kita hitung dulu, karena ibu juga sudah tahu dan tanda tangan, bahwa konsekuensi yang harus diterima'. Ibunya bilang gini, 'silakan dihitung pak, insyaallah ada jalan'. Saya sampaikan ke bagian administrasi, 'tolong dibantu, hitung kalkulasi si fulan ini yang keluar'. Nah begitu dihitung-hitung kena dua tahun, sekitar puluhan juta itu lah," ucapnya.
Setelah itu ibu dari santri tersebut meminta dispensasi namun hanya lewat aplikasi pesan WhatApps. Menurutnya jika orang tua tersebut mempunyai niat baik bisa langsung datang ke Bandung.
"Kalau niatnya baik, dia datang ke pondok dong, hargai kita, komunikasi dulu dong. Kita ini lembaga loh, setiap lembaga punya aturan yang ril. Nah dia belum konfirmasi ke kita, ini malah main lapor-lapor. Padahal selama dua tahun kita yang biayain anaknya sekolah," kata Haikal.
Haikal mengungkapkan RQM dalam pembelajaran biasa bekerjasama dengan sekolah formal biasa. Sehingga setiap anak yang ada di RQM dibiayai penuh dalam sekolahnya.
"Kita antar ke sekolah, ujian segala macam, nah kita hanya minta komitmen, anak yang masuk di sini, harus tetap komitmen dari awal sampai selesai sekolah. Kalau sudah selesai kita kasihkan semua ijazahnya," jelasnya.
"Dengan ketentuan enggak boleh keluar masuk, kenapa bisa berlaku, karena banyak masyarakat yang menganggap pondok ini gratis. Jadi keluar masuk sebebasnya, tanpa kompromi," tambahnya.
Harapkan Itikad Baik Orang Tua Santri
Pihaknya menginginkan seharusnya orang tua dari santri tersebut bisa datang dan silaturahmi secara langsung. Sehingga bisa ada penyelesaian bersama.
"Dia harusnya nanya ke kita silaturahmi dulu lah. 'Gimana nih pak, kita gak punya uang segala macam'. Kan bisa kita obrolkan baik-baik, bukan larinya main lapor-lapor," tegas Haikal.
"Kalau dia ada niat baik, ya jangan lapor-lapor begini dong. Harusnya dia datang ke sini, ini kan seolah-olah sudah menceritakan buruk ke orang - orang di luar. Makanya kan ini ttd nya jelas, ada aturan-aturan baku di sini, kalau kita tiba-tiba main kaya gini, ya sudah bayar aja dendanya, apa boleh buat. Tapi kalau dari awal dia baik-baik, datang juga kita terima dengan baik-baik. Masa sekarang keluar dengan kaya gitu, terus rasa terimakasihnya dia ke lembaga apa. Dia gak pernah bayar uang bulanan," lanjutnya.
Haikal menambahkan santri tersebut saat ini menempuh pendidikan Sekolah Dasar (SD). Dengan tingkatan yang masih kelas 6 SD.
"Si fulan ini ke sini itu kelas 3 atau kelas 4 kalau gak salah.
ta
Menurutnya saat ini santri tersebut masih kesulitan dalam menghafal Al-Quran. Sehingga menurutnya anak tersebut masih perlu dibimbing.
"Kita punya program per hari itu per lembar hafalan. Tapi di sini kami lihat juga, kemampuan si anak ini sampai di mana. Kita gak bisa juga langsung di targetkan, termasuk anaknya juga harus cerdas, kalaupun gak cerdas, dia agak lama. Jadi hafalannya sedikit, dia ini kalau gak salah baru hafal 3 juz," pungkasnya.
(yum/yum)