Keterwakilan Perempuan di Panwascam Majalengka Minim

Keterwakilan Perempuan di Panwascam Majalengka Minim

Erick Disy Darmawan - detikJabar
Minggu, 30 Okt 2022 04:30 WIB
Ilustrasi Fokus Pemilu di Luar Negeri (Ilustrasi: Fuad Hashim)
Foto: Ilustrasi Pemilu (Ilustrasi: Fuad Hashim)
Majalengka -

Hasil perekrutan Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan (Panwascam) di Kabupaten Majalengka menghasilkan 13 persen keterwakilan perempuan. Hasil perekrutan tersebut dikritisi pemerhati Pemilu.

Ketua Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Majalengka, Hamzah menduga, perekrutan panwascam yang dilakukan Bawaslu Majalengka itu tidak sesuai aturan.

Seperti yang diketahui, dari total 78 orang yang lolos seleksi Panwascam, jumlah keterwakilan perempuan hanya sebanyak 10 orang. Oleh karena itu, Hamzah menganggap Bawaslu mengabaikan 30 persen keterwakilan perempuan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hamzah mengatakan, Bawaslu Majalengka tidak memedomani panduan teknis Bawaslu RI soal perekrutan panwascam terkait penetapan 3 besar keterwakilan perempuan.

"Padahal, jika merujuk ketentuan keterwakilan 30 persen perempuan dari 78 peserta yang kini dinyatakan lulus seleksi, sedikitnya harus ada 23 peserta perempuan di dalamnya," kata Hamzah kepada detikJabar, Sabtu (29/10/2022).

ADVERTISEMENT

"Bahwa terkait pedoman teknis Bawaslu RI perihal perekrutan panwascam dalam keterangan perubahan ke-22 yang menekankan pada bagian 5 huruf (g), pada keterangan a.bc kepada Bawaslu Kabupaten/kota sudah jelas bahwa menetapkan 3 besar perempuan, tapi itu diabaikan oleh Bawaslu Majalengka," jelas Hamzah.

Hamzah menganggap Bawaslu Majalengka telah mengabaikan pentingnya kuota perempuan yang sudah ditentukan oleh Bawaslu pusat. Dengan demikian, ia menilai Bawaslu diduga mengabaikan keterlibatan perempuan menjadi kebijakan tindakan afirmatif (affirmative action).

Tindakan afirmatif sendiri, lanjut dia, yaitu kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan kesempatan di tempat kerja atau pendidikan kepada bagian masyarakat yang kurang terwakili dengan mempertimbangkan warna kulit, ras, jenis kelamin, agama, atau asal negara.

"Sebelumnya dalam pendaftaran panwascam yang diperpanjang dengan argumentasi belum memenuhinya pendaftar perempuan, harusnya itu bisa dimaksimalkan Bawaslu Majalengka. Karena sudah memiliki resource perempuan di setiap kecamatan yang lolos ke-6 besar, dalam merujuk pada panduan teknis menekankan harus lulus 3 besar yang diambil dari nilai ketiga tertinggi, ini tidak berlaku untuk Bawaslu majalengka," sambungnya.

Hamzah juga melihat pada Putusan Penetapan Panwascam nomor 60/KP.01.00/JB-12/10/22, yang di mana ada 7 hingga 8 kecamatan yang keterwakilan perempuannya lulus di 6 besar, justru tidak bisa lolos menjadi 3 besar.

"Selain menjadi pengawas pemilu, sesuai undang-undang pemilu nomor 7 tahun 2017 tentang penuh waktu dalam penjelasan yang ada di huruf (m), bahwa penuh waktu sangat ditekankan selama menjadi anggota penyelenggara dan tidak memiliki profesi lainnya, ini akan menjadi perhatian serius kami," papar dia.

Hamzah berharap, selain keseriusan meningkatkan perempuan dalam penyelenggara pemilu, pihaknya juga akan terus menindak lanjuti kasus-kasus soal profesi, karena ini terjadi berulang kali.

"Jadi kalau ini sampai masuk Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP) lagi, kami berharap Bawaslu memiliki sanksi lebih berat supaya setiap pelanggaran tidak menganggap ringan sebuah sanksi," ujarnya.

Tanggapan Bawaslu Majalengka

Bawaslu Majalengka tak menampik bahwa tidak terpenuhinya keterwakilan perempuan dari hasil perekrutan panwascam di Majalengka merupakan PR bersama.

Kordiv Hukum, Humas dan Data Informasi Bawaslu Majalengka Idah Wahidah berharap, Majalengka bisa menyiapkan generasi perempuan yang lebih siap secara kualitas dan kuantitas.

"Tidak terpenuhinya angka ideal 30 persen atas keterwakilan perempuan sebagai pengawas pemilu di tingkat kecamatan, tentu ini menjadi PR kita bersama dalam menyiapkan resource perempuan di masa mendatang yang lebih siap dan matang," kata dia.

Disinggung apakah kurangnya kuota 30 persen itu karena perempuan di Majalengka kualitas dan kuantitasnya di bawah standar, Idah menjelaskan hal tersebut tidak dapat dibenarkan.

"Tidak juga sih, sebenarnya karena kalau berbicara kapasitas dan kualitas saya selalu meyakini orang baru ataupun orang lama yang sudah berkiprah di kepemiluan itu saya punya keyakinan satu, bahwa setiap orang punya kelebihan dan kekurangan," ujar Idah.

"Jadi dengan sedikitnya kuota perempuan yang terakomodir bukan berarti tidak memiliki kapasitas dan kapabilitas," tegas dia menambahkan.

Meski demikian, kata Idah, pihaknya telah berupaya menjaring keterwakilan perempuan sejak proses perekrutan calon anggota panwascam. Salah satu upayanya dengan cara memperpanjang proses perekrutan untuk memenuhi keterwakilan perempuan.

"Berdasarkan data statistik proses rekrutmen Panwascam tahun 2022 dimulai saat tahapan pendaftaran, pendaftar perempuan ada sebanyak 271 orang atau 31 persen dari jumlah pendaftar sebanyak 698 orang. Sedangkan pada tahapan seleksi administrasi jumlah perempuan berkurang menjadi 172 orang atau 28 persen dari total jumlah yang dinyatakan lolos seleksi administrasi," jelas Idah.

Adapun terkait jumlah pendaftar perempuan menyusut signifikan saat diumumkan, jelas dia, kelulusan CAT dan tahapan wawancara jadi alasannya. Melalui proses itu para peserta yang dianggap kurang memenuhi standar dinyatakan tidak lolos.

"Hasil kelulusan dan berhak mengikuti tahapan wawancara yaitu tersisa sebanyak 25 orang atau 16 persen dari jumlah pendaftar yang lolos tes CAT. Hingga sampai diputuskan melalui keputusan pleno yang bersifat kolektif kolegial untuk anggota terpilih Panwascam, jumlah keterwakilan perempuan menjadi sebanyak 10 orang atau 13 persen dari jumlah total anggota panwascam," papar Idah.

(orb/orb)


Hide Ads