Suasana Kota Bandung malam itu terasa lebih dingin dari biasanya. Di jalanan, para pengendara terus berpacu dengan waktu supaya bisa segera tiba di rumahnya. Selain karena dinginnya malam, mereka juga ingin buru-buru melepas penat setelah seharian bekerja.
Suasana demikian salah satunya bisa ditemukan di Jalan Tamansari, Kota Bandung. Deru kendaraan silih bergantian terdengar, mengingat jalan ini menjadi jalanan yang cukup dipadati terutama saat jam pulang kerja antara pukul 17.00-19.00 WIB.
Meski di luaran begitu ramai, suasana kontras justru terasa di dalam area Kebun Binatang Bandung atau Zoological Garden (Bandung Zoo). Maklum saja, tempat wisata edukasi satwa ini hanya beropasi sampai pukul 16.00 WIB, dan praktis akan langsung sepi ketika pukul 17.00 WIB.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bandung Zoo saat siang memang menjadi primadona untuk warga Kota Bandung untuk mengisi liburan. Apalagi saat akhir pekan, puluhan anak-anak kecil bisa gampang ditemui berlarian di beberapa sudut area kebun binatang.
Malam itu, Tim detikJabar mendapat kesempatan untuk menjajal pengalaman berkeliling Kebun Binatang Bandung saat malam hari. Sebagai catatan, aktivitas penelusuran ini sudah mendapat persetujuan dari pihak pengelola kebun binatang.
Saat pertama kali tiba di lobi utama, kami disambut para petugas keamanan yang berjaga malam. Dua orang petugas kemudian turut mendampingi penulusuran ini. Mereka adalah Nana Supriatna dan Peri Setiadi.
Bermodal sebuah senter dari petugas dan penerangan seadanya melalui telepon genggam, penelusuran Bandung Zoo saat malam pun dimulai. Baru saja menuruni lobi menuju area utama kebun binatang, penulusuran kami langsung disambut hawa dingin dan sunyinya kondisi kebun binatang malam itu.
Sembari terus berbincang ringan mengenai keseharian Nana dan Peri, perjalanan kami dimulai dengan menelusuri area timur kebun binatang. Pandangan kami pun mulai teralihkan dengan keberadaan patung di area itu. Patung yang belakang diketahui merupakan sosok Raden Ema Bratakusuma, sang pendiri pertama Kebun Binantang Bandung.
Keberadaan patung ini awalnya cukup mengagetkan perjalanan kami. Itu karena cahaya dari senter Nana sekelebat membuat pandangan kami terhadap patung tersebut menjadi samar-samar. Namun setelah didekati, patung ini terlihat berdiri begitu kokoh yang menandakan bagaimana perjuangan Ema Bratakusumah membangun Bandung Zoo.
Masuk lebih dalam ke area timur kebun binantang, perjalanan tim detikJabar harus ekstra waspada. Selain gelap dan hanya mengandalkan cahaya seadaanya, kontur jalan di area tersebut juga licin setelah diguyur hujan.
Tim detikJabar beberapa kali diingatkan oleh Nana, petugas jaga yang mendampingi penelurusan ini supaya hati-hati saat melangkah. Apalagi melewati jalanan yang menurun, kewaspadaan tinggi sangat dibutuhkan.
"Hati-hati jalannya kang, licin. Abis hujan gini mah pasti licin," kata Nana, sang petugas jaga yang mendampingi perjalanan kami di sela-sela perbincangannya.
Di area timur kebun binantang, tim detikJabar tidak sampai menelusuri hingga ke kandang gajah. Selain minimnya cahaya, area tersebut memang begitu riskan jika dilintasi pada malam hari, plus banyak semak belukar yang berisiko untuk ditelusuri.
Nana lalu mengajak untuk mendatangi kandang monyet hitam dare yang berada di bagian belakang area timur. Tak disangka, ada kejadian mengagetkan yang dialami tim detikJabar sesaat kami baru saja mendekat ke kandang hewan yang memiliki nama latin Macaca Maura tersebut.
Sebelum kami mendekat, tiba-tiba ada suara mengagetkan yang datang dari arah kandang. Brakkk, suara itu begitu jelas terdengar karena bunyinya lebih dari satu kali.
Namun setelah didekati, sumber suara itu ternyata berasal dari aktivitas monyet hitam dare yang kemungkinan terganggu istirahatnya oleh kedatangan kami. Bukan tanpa alasan, sebelum mendekat ke kandang itu, salah satu senter di telepon genggam di antara kami yang menjadi penyebab hewan penghuninya terusik.
Tapi bagi Nana, suara-suara tadi sudah akrab di telinganya. Pertama kali bertugas memang dirasakan Nana amat was-was. Namun perlahan, ia mulai beradaptasi, termasuk dengan suara-suara aneh bahkan yang berujung menyeramkan.
"Suara gitu mah udah biasa kang. Makanya yang bikin jaga malam tanggung jawabnya berat itu kalau sampe ada satwa yang lepas. Kalau rasa takut mah kan wajar yah, manusiawi itu mah," ucapnya.
Setelah dari kandang monyet, perjalanan tim detikJabar berlanjut ke beberapa hewan-hewan lain di kebun binatang. Mulai dari kandang rusa, unta, burung, hingga zona hewan Afrika kami lalui setelah itu. Saat kami melintas, hewan-hewan ini sudah berada di kandang peristirahatannya.
Tak banyak kejadian aneh yang kami dapat setelah itu. Ditambah, Nana lalu mengajak untuk kembali ke gerbang utama tempatnya berjaga. Sementara, area kandang hewan buas seperti macan, harimau hingga buaya, terpaksa kami lewati karena terlalu berisiko jika didatangi pada malam itu.
Meski hanya memakan waktu selama 45 menit melakukan penelusuran, suasana malam hari di kebun binatang sudah menegaskan bagaimana sunyinya suasana Bandung Zoo saat malam. Selain minim pencahayaan, risiko munculnya hewan liar juga mengintai.
"Karena area jaga kita kan seperti ini yah, beda sama kantor misalnya. Jadi, tanggung jawabnya juga nambah kalau lagi jaga malam. Yang dikhawatirkan selain satwa lepas, hewan-hewan liar kan juga banyak kayak ular gitu kang. Tapi Alhamdulilah, selama jaga belum pernah ngalamin itu dan mudah-mudahan enggak sampe kejadian," ucapnya sekaligus menjadi akhir perbincangan dengan detikJabar.
(ral/mso)