Penggunaan gas air mata saat tragedi Kanjuruhan disorot lantaran bertentangan dengan aturan FIFA. Lantas bagaimaa jawaban Polri atas hal itu?
"Tunggu kerja tim (investigasi) dulu," kata Kadiv Humas Polri, Irjen Dedy Prasetyo, saat dihubungi sebagaimana dilansir dari detikNews.
Baca juga: Tragedi Kanjuruhan yang Menyentuh Eropa |
Larangan penggunaan gas air mata dalam sepakbola ini tertuang dalam aturan FIFA Stadium and Security Regulations. Aturan itu terdapat pada pasal 19 b). Adapun aturan itu berbunyi:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"No firearms or "crowd control gas" shall be carried or used'," tulis aturan tersebut.
Bunyi aturan ini intinya senjata api atau gas untuk mengontrol kerumunan dilarang dibawa serta digunakan.
Sementara itu, Kapolda Jatim Irjen Nico Afinta menjelaskan anggotanya menggunakan gas air mata untuk mengendalikan suporter Arema FC yang turun ke tengah lapangan karena merasa kecewa usai timnya kalah. Nico menyebut suporter Arema telah bertindak anarkis dengan menyerang petugas, merusak stadion hingga berusaha mencari para pemain dan official Arema FC.
"Oleh karena pengamanan melakukan upaya-upaya pencegahan dan melakukan pengalihan supaya mereka tidak masuk ke dalam lapangan mengincar para pemain," kata Nico dalam konferensi pers di Polres Malang, Minggu (2/10).
"Dalam prosesnya itu untuk melakukan upaya-upaya pencegahan sampai dilakukan (penembakan) gas air mata karena sudah anarkis, sudah menyerang petugas, merusak mobil, dan akhirnya kena gas air mata," tambahnya.
Penggunaan gas air mata oleh polisi dalam kerusuhan di Kanjuruhan bermula saat para suporter Arema menyerbu lapangan usai timnya kalah melawan Persebaya. Banyaknya suporter yang menyerbu lapangan dan disebut sudah anarkis, direspons polisi dengan menghalau dan menembakkan gas air mata. Tembakan gas air mata tersebut membuat para suporter panik, berlarian, dan terinjak-injak.
(dir/dir)