Di Kota Cimahi, Jawa Barat, ada sebuah jalan yang dinamai Kolonel Masturi. Membentang dari simpang Jalan Amir Mahmud sampai ke daerah Simpang Beatrix, Lembang, Kabupaten Bandung Barat (KBB).
Jaraknya sekitar belasan kilometer, jalan ini membentang di sebelah utara Masjid Agung Cimahi kemudian menyusuri beberapa daerah mulai dari Santiong Cimahi, Cisarua, Parongpong, hingga ke Simpang Beatrix Lembang. Penyebutan nama jalan juga punya kekhasannya sendiri, disingkat sehingga menjadi Jalan Kolmas.
Di balik nama jalan yang menjadi alternatif ke kawasan wisata Lembang itu, tak banyak yang mengenal siapa sosok Kolonel Masturi sebenarnya. Tak terlalu banyak juga literatur di dunia maya yang mengupas sosok Masturi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hasil penelusuran detikJabar salah satunya dari laman blogspot komunitas pegiat sejarah di Cimahi yaitu Tjimahi Heritage https://tjimahiheritage.blogspot.com/2019/02/kolmas.html?m=1), Masturi punya nama lengkap R Masturi Purwasuganda.
Masturi lahir di Bandung 14 Maret 1925. Ia pernah menjabat sebagai Bupati Bandung 1967-1969 menggantikan Bupati R Memed Ardiwilaga. Ia menjadi bupati Bandung ke dua dari kalangan militer (saat itu ABRI) sesuai konsep Dwi-Fungsi ABRI.
Saat menduduki jabatan Bupati Bandung kala itu, Masturi masih berpangkat Mayor. Masa jabatannya pun terbilang singkat, hanya 2 tahun 4 bulan. Akhir masa jabatannya terjadi karena Masturi meninggal pada 4 Juli 1969.
"Beliau (Masturi) ini kan orang Kabupaten Kandung. Dia sempat menjadi bupati ketika dia pangkatnya itu mayor. Kemudian pangkat terakhir itu Kolonel Anumerta Masturi setelah meninggal, sebagai penghargaan buat jasa-jasanya," ujar pegiat sejarah Cimahi, Mahmud Mubarok kepada detikJabar.
Kiprah Kolonel Masturi pada Masa Kemerdekaan
Ternyata ada filosofi tersendiri kenapa nama Masturi diabadikan sebagai nama jalan di bagian utara Kota Cimahi, terus mengarah ke sebelah utara Bandung. Hal itu berkaitan dengan kiprahnya di masa pemberontakan G 30S/PKI.
Kekuatan simpatisan PKI yang masih tersisa saat itu menyebar ke sejumlah daerah salah satunya Cimahi yang masih menjadi bagian dari Kabupaten Bandung saat itu.
"Karena peran dia mengatasi persoalan-persoalan komunis di Cimahi, akhirnya namanya diabadikan jadi nama jalan yang cukup panjang dari mulai Alun-alun (Cimahi) sampai Lembang," ujar Mahmud Mubarok, pegiat sejarah Cimahi.
Kiprah Masturi diawal dari menumpas pergerakan PKI di Pangalengan pada akhir 1967. Gerombolan ini bermarkas di Gunung Kencana dan bergerilya di perkebunan Srikandi. Kekuatan gerombolan ini hanya 27 orang, terdiri dari warga keturunan Tiongkok yang menamai diri sebagai Tentara Pembebas Republik Indonesia (TPRI).
Gerakan PKI di Cimahi saat itu berpusat di daerah utara, antara lain Citeureup. Masturi kemudian ditugasi juga untuk mengentaskan persoalan PKI di daerah tersebut yang dimotori beberapa sosok dan kelompok, satu di antaranya yakni kelompok Mamasuta.
Kelompok itu melakukan sejumlah perayaan di sepanjang Jalan Gandawijaya hingga Alun-alun Cimahi karena euforia PKI berkuasa di tanah yang sebetulnya menjadi basis militer sejak zaman penjajahan Belanda.
Cimahi memang sudah dirancang menjadi pusat militer Belanda pada zaman kolonial, ditandai dengan adanya bangunan garnisun. Saat ini citra itu tak jua luntur karena masih banyak berdiri bangunan pusat pendidikan militer yang berarsitektur khas Belanda.
"Citeureup itu kan jadi salah satu pusat (pergerakan PKI) di Cimahi. Mereka bahkan pawai di Alun-alun Cimahi setelah ada pengumuman dari dewan revolusi yang diumumkan oleh Letkol Untung," tutur Mahmud.
Mahmud mengatakan kelompok PKI di Jawa Barat yang saat itu dikomandoi oleh Sjam Kamaruzaman alias Kamarusaman bin Achmad Mubaidah dan Sjam sebagai tokoh politik biro PKI bahkan punya rekam jejak di Cimahi. Kelompok itu disebut sukses menginfiltrasi ABRI.
"Jadi ada tentara yang menyembunyikan Sjam Kamaruzaman, karena waktu itu kondisinya tidak tahu mana kawan mana lawan. Sama-sama tentara sama-sama berseragam," tutur Mahmud.
Beruntung euforia kelompok itu tak berlangsung lama karena Masturi turun tangan mengatasi kegembiraan PKI sampai para pentolannya berlarian. Termasuk Sjam Kamaruzaman, setelah keluar dari persembunyiannya langsung ditangkap di Bandung.
"Saat itu Kolonel Masturi juga berperan bersih-bersih PKI. Kebetulan cepat matinya (pergerakan dan euforia) itu, karena para pemimpinnya juga pada kabur semua," ucap Mahmud.
(yum/yum)