Perguruan pencak silat Panglipur melaksanakan napak tilas ke Sumur Bandung yang berada di kantor PLN Kota Bandung. Napak tilas ini sebagai rangkaian peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-212 Kota Bandung.
Rombongan Panglipur itu membawa sembilan bambu yang dijadikan tempat untuk menampung air. Mereka sempat berdoa bersama di Sumur Bandung. Kemudian, mengambil air sumur bersejarah itu.
Sumur Bandung merupakan situs bersejarah peninggalan RA Wiranatakusumah II atau yang juga dikenal sebagai Dalem Kaum I. Wiranatakusumah II merupakan Bupati Bandung yang keenam. Menjabat dari 1794 hingga 1829. Dikenal juga sebagai Bapak Pendiri Kota Bandung.
![]() |
Keluarga RA Wiranatakusumah II, yakni Aom Roedy Wiranatakusumah turut hadir dalam acara tersebut. Roedy menjelaskan Sumur Bandung merupakan saksi bersejarah berdirinya Kota Bandung. Menurut Roedy, totalnya ada sembilan sumur di Bandung yang bersejarah di era pemerintahan buyutnya itu.
Sekadar diketahui, era Wiranatakusumah saat itu memindahkan ibu kota pemerintah Bandung dari Karapyak atau Dayeuhkolot ke Kota Bandung saat ini. Saat itu, Kota Bandung membutuhkan sumber air. Salah satunya, bersumber dari Sumur Bandung yang berada di kantor PLN saat ini.
"Waktu itu, ditancapkanlah tongkat ke tanah ini. Kemudian dijadikan sumur. Sampai sekarang masih ada airnya. Dan, saya sudah teliti PH airnya tidak pernah berubah," ucap Roedy kepada detikJabar, Minggu (25/9/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Roedy menetaskan air mata saat menghadiri acara napak tilas bersama rombongan pencak silat Panglipur. Terlebih lagi, saat ia mengambil air dari Sumur Bandung.
"Ada energi yang mendorong saya, energi kebahagian, kesedihan dan lainnya. Bercampur," ucapnya.
![]() |
Roedy pun mengapresiasi Panglipur yang menghargai jasa Wiranatakusumah. Nama Panglipur pun sejatinya merupakan pemberian dari Wiranatakusumah V kepada Abah Aleh, leluhur Panglipur.
"Ke depan ini akan dijadikan agenda rutin tahunan. Kita menghargai sejarah. Mereka setelah dari sini akan ke pendopo dan makam Dalem Kaum di Karanganyar," kata Roedy.
Sejarah Panglipur
Sementara itu, Guru Besar Panglipur Asep Gurwawan mengatakan Panglipur merupakan perpaduan dari aliran besar di Jawa Barat dan Sumatra Barat, yaitu dari aliran-aliran sumber pencak silat di Jawa Barat yang dikenal dengan aliran Cimande (yang didirikan oleh Eyang Kahir pada tahun 1700 - 1789), aliran Cikalong (yang didirikan oleh H Ibrahim pada tahun 1816 - 1906, perpaduan dari aliran Cimande dengan aliran yang dibawa dari Sumatera Barat oleh Bang Kari dan Bang Madi yang lebih dikenal dengan aliran Kari Madi, aliran Syabandar (yang didirikan oleh Haji Kosim pada tahun 1766-1880), aliran Sera (yang didirkan oleh Bapa Sera, tokoh dari Banten yang menggabungkan aliran Cimande dengan aliran dari Aceh), dan Aliran Betawi (yang merupakan gabungan antara aliran cimande, sera, kari madi, dan dengan bela diri lain yang dibawa oleh para pendatang dari bangsa imigran China, Arab, dll yang menetap di Jakarta).
Pada tahun 1909 Abah Aleh mendirikan perguruan pencak silat di Kota Bandung tepatnya di Gang Durman yang berada di sekitar Pasar Baru Bandung, kemudian pindah ke Jl. Imam Bonjol No. 38.
"Pada saat itu perguruan pencak silat yang didirikan Abah Aleh belum mempunyai nama. Dari tahun ke tahun perguruan pencak silat asuhan Abah Aleh ini semakin berkembang," kata Asep.
Himpunan Pencak Silat Panglipur yang didirikan Abah Aleh tentu tidak bisa lepas dari peran dan jasa Bupati Bandung saat itu, yaitu R.A.A.H.M Wiranatakoesoemah V. Dalam catatan sejarah, salah satu pendiri republik yang menjadi Menteri Dalam Negeri RI Pertama ini merupakan orang yang memberikan nama "Panglipur" kepada perguruan pencak silat pimpinan Abah Aleh.
"Pada masa RA Wiranatakusumah V sekitar tahun 1920-an perguruan pencak silat Abah Aleh diundang bersamaan dengan Tembang Cianjuran pimpinan Bapak Hamim ketika Bupati Bandung tersebut sedang sakit. Atas penampilan kedua tim kesenian tersebut Bupati Bandung merasa senang dan terhibur lalu memberikan gelar berupa nama Panglipur Galih yang berarti pelipur hati kepada Abah Aleh, dan Panglipur yang berarti penghibur kepada Bapak Hamim. Namun kedua tokoh tersebut sepakat untuk bertukar nama Panglipur untuk Pencak Silat Abah Aleh begitupun sebaliknya," ucap Asep.
(sud/yum)