Polemik soal sumbangan yang dilakukan komite sekolah belakangan ini sedang mencuat ke publik. Mulai dari di SMAN 24 Bandung yang membuat orang tua geram karena perbuatan tidak sopan hingga di SMAN 3 Cimahi sumbangan yang ditentukan nominalnya.
Anggota Kelompok Ahli Satgas Saber Pungli Jawa Barat Iriyanto mengatakan sumbangan yang dilakukan komite sekolah itu berangkat dari Pergub Jabar nomor 44 Tahun 2022 tentang Komite Sekolah yang merupakan turunan dari Permendikbud nomor 75 tahun 2016 yang mengatur peran komite sekolah.
"Jadi di dalam Permendikbud 75 tahun 2016 mengatur tentang peran komite sekolah, yang dapat menerima sumbangan dari masyarakat tapi bukan dalam bentuk pungutan. Yang boleh itu sumbangan atau bantuan. Kemudian diterjemahkan oleh Pergub 44 tahun 2022 yang baru terbit," ujar Iriyanto kepada detikJabar, Rabu (14/9/2022).
Pergub Jawa Barat tersebut seharusnya menterjemahkan peran dan keinginan pemerintah Jawa Barat supaya semua anak-anak dapat sekolah sampai jenjang SMA/SMK. Saat ini kabarnya pergub tersebut sudah disosialisasikan.
"Maka uang sekolah tidak dibebankan pada orangtua tapi dibayarkan oleh pemerintah Jabar, namanya BOPD. Uang sekolah bulanan nggak ada, yang boleh itu melalui sumbangan komite sekolah," tutur Iriyanto.
"Katanya sudah disosialisasikan (Pergub Jabar 44 tahun 2022), tapi perubahan di sekolah kok tidak sesuai dan sejalan dengan keinginan pemerintah Jawa Barat, karena kita dapat banyak laporan soal sumbangan yang seperti pungutan," imbuhnya.
Saat ini pihaknya sedang mempelajari unsur-unsur pelanggaran hukum dalam sumbangan atau pungutan yang dilakukan oleh komite sekolah di beberapa sekolah di Jawa Barat.
"Sepertinya terjadi secara masif di banyak sekolah di Jawa Barat, dan kita lagi mendalami apakah memenuhi unsur katagori pungli atau tidak. Kalau unsur perbuatan melawan hukumnya terpenuhi, kita nggak ada kompromi akan turun melakukan penindakan. Saat ini laporan sudah banyak yang masuk ke Saber Pungli," ujar Iriyanto.
Menurutnya kondisi tersebut tidak sejalan dengan keinginan dan pernyataan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil agar semua anak sekolah di Jabar minimal bisa lulus jenjang SMA sederajat.
"Keinginan gubernur terganggu, padahal sudah ratusan miliar digelontorkan melalui APBD untuk itu (pendidikan SMA sederajat) yang disebut dengan BOPD. Kalau begini kan double, oleh pemerintah dibayarkan nah sekolah mungut lagi," kata Iriyanto.
Ia meminta supaya Dinas Pendidikan Jawa Barat turun tangan. Segera hentikan segala macam pungutan yang berkedok sumbangan. Lakukan pencabutan atau penarikan Pergub Jawa Barat 44 tahun 2022 karena ada beberapa pasal yang tidak sesuai dan bertentangan dengan perundang-undangan di atasnya, seperti Permendikbud nomor 75 tahun 2016.
"Cabut Pergub itu dan perbaiki, karena menimbulkan permasalahan baru dan meresahkan masyarakat, khususnya orang tua peserta didik. Tarik dulu pergub itu," ujar Iriyanto.
Kemudian jika pergub sudah disosialisasikan dengan benar, namun ada kesalahan dalam praktiknya, maka perlu dirunut penyebabnya apakah dari pihak yang memberikan sosialisasi yang kurang jelas menerangkannya, atau dari pihak kepala sekolah dan komite sekolah yang gagal paham.
"Kalau memang kepsek dan komite yang gagal paham, ini artinya ada problem. Jadi ini harus dilatih ulang dan dicerdaskan lagi. Yang boleh itu sumbangan/bantuan bukan pungutan. Yang namanya sumbangan itu apa? Pahami dulu, jangan orang tua dipaksa bayar sekian dan yang nggak nyumbang jangan dimarahi," kata Iriyanto.
Ia juga mengingatkan agar masyarakat tidak takut untuk melapor jika ada sumbangan berkedok pungutan. Laporan bisa dialamatkan pada Aparat Penegak Hukum (APH) atau ke Satgas Saber Pungli dan inspektorat.
"Laporkan padaAPH, ada kepolisian ada kejaksaan juga. Atau bisa dilaporkan juga ke Satgas Saber Pungli, di provinsi ada di kota kabupaten juga ada. Jadi masyarakat jangan takut kalau merasa dipaksa menyumbang. Jangan namanya sumbangan tapi serasa pungutan, itu nggak benar," kataIriyanto.
(mso/mso)