Kabut di Ciater dan Cerita Kelam Tanjakan Emen

Lorong Waktu

Kabut di Ciater dan Cerita Kelam Tanjakan Emen

Wisma Putra - detikJabar
Kamis, 11 Des 2025 07:30 WIB
Kabut di Ciater dan Cerita Kelam Tanjakan Emen
Tanjakan Emen Subang (Foto: Yudha Maulana)
Subang -

Cuaca sore di Jalan Ciater, Subang pada Minggu, 11 Februari 2018 mulai gelap, kabut pun mulai turun di ruas jalan tersebut. Meski bukan hari libur, lalu lintas di jalan itu cukup ramai. Seperti diketahui, sebelum ada Jalan Tol Cipali, pengendara dari arah Bandung pilih jalur tersebut untuk ke Kabupaten Subang.

Di tengah suasana ramai, insiden kecelakaan lalu lintas yang membuat puluhan nyawa melayang terjadi di jalan tersebut. Lokasinya tepat berada di Tanjakan Emen yang berada di Kampung Cicenang, Kecamatan Ciater, Kabupaten Subang.

Dalam kejadian itu, sebuah bus pariwisata PO Premium Fassion yang membawa rombongan wisatawan dari Koperasi Permata Simpan Pinjam, Kelurahan Pisangan Ciputat, Kecamatan Ciputat Timur,Tangerang Selatan terguling di jalan itu. Insiden kecelakaan lalu lintas ini menewaskan 27 orang dan 20 orag lainnya alami luka.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jauh sebelum kejadian ini, kecelakaan lalu lintas yang menewaskan korban jiwa juga terjadi di Tanjakan Emen. Dari informasi yang dihimpun detikJabar, 3 orang tewas di tahun 2004, 7 orang di tahun 2009, 3 orang di tahun 2011, 4 orang di tahun 2012, 10 orang di tahun 2014, dan 1 orang di tahun 2017.

ADVERTISEMENT

Mitos Tanjakan Emen

detikcom sempat menelusuri cerita Tanjakan Emen, salah satu versi menyebut Emen adalah korban tabrak lari di daerah itu. Bukannya ditolong, jenazah Emen malah disembunyikan dalam rimbunan pepohonan di sekitar tanjakan tersebut. Sejak saat itulah arwah Emen penasaran dan menuntut balas.

Versi lain mengatakan Emen adalah sopir angkutan sayur rute Subang - Bandung. Pada pertengahan 1960-an dia mengalami musibah. Mobil yang dikemudikannya kecelakaan dan terbakar. Emen tewas di tempat kejadian, dan sejak saat itu semakin sering terjadi kecelakaan di sana.

Sebagai penolak bala, para pengendara yang tahu tentang mitos tanjakan Emen, biasanya akan melempar rokok, sekedar membunyikan klakson, atau melemparkan uang recehan.

Lempar Sebatang Rokok saat Lintasi Tanjakan Emen

Sahidin Darajat warga sekitar memberikan kesaksian kepada situs kotasubang, 18 Juni 2014, Emen adalah kernet bus Bunga. Sekitar tahun 1969 bus itu mogok di tanjakan. Ketika berusaha mengganjalnya, bus tersebut bergerak dan melindas Emen hingga tewas.

"Waktu itu ada bus bernama bus bunga, kendaraan tersebut mogok di tanjakan, Emen berusaha mengganjal bannya. Namun rem nya jebol, sehingga pak Emen terseret sama bus hingga meninggal dunia," kata Sahidin.

Sejak kejadian itu menurut Sahidin sering terjadi penampakan dan kecelakaan di sana, sehingga kemudian tanjakan tersebut dikenal dengan sebutan Tanjakan Emen.

Tanjakan Emen SubangTanjakan Emen Subang Foto: Yudha Maulana

Warga lainnya,H Sarman (64) mengatakan,biasanya pengendara yang melintas melemparkan sebatang rokok dan membunyikan klakson. Itu dilakukan agar bisa selamat dari gangguan gaib.

"Dulu dipercaya seperti itu, katanya harus lempar rokok dan bunyikan klakson biar selamat, tapi ah bukan begitu," kata Sarman.

Menurutnya, sekitar tahun 1956, ada seorang sopir oplet jurusan Lembang-Subang yang bernama Taing. Julukan nama Emen melekat kepadanya, karena memiliki ketertarikan pada permainan cemen di Terminal Mandarin Lembang saat menunggu penumpang.

Taing atau Emen, tak meninggal di lokasi kejadian saat oplet berpenumpang 12 orang yang dikemudikannya mengalami kecelakaan hingga terbakar pada 1956. Ketika itu, Emen tengah menarik oplet ke arah Subang.

"Penumpangnya meninggal di lokasi, tapi pak Emen meninggal di rumah sakit Ranca Badak (sekarang RSHS). Dimakamkan di Lembang, saya kenal anak-anaknya Emen," tutur Sarman.

Dia juga meluruskan berbagai spekulasi dan mitos yang selama ini berkembang luas soal penyebab kecelakaan. Menurutnya turunan yang panjang, belokan yang curam dan ketidakhati-hatian yang menjadi pemicu kecelakaan maut di Tanjakan Emen.

"Anak-anaknya juga ada yang menjadi sopir elf Lembang-Subang juga, ada yang masih muda. Alhamdulillah selama ini baik-baik saja mereka," ucapnya.

Sarman mengimbau, sebaiknya pengendara yang melewati Tanjakan Emen membacakan surat Al Fatihah dan Al Ikhlas sebagai 'hadiah' bagi Emen yang kini telah berada di alam baka. "Ya jadi jangan melempar rokok atau recehan, kasihan keluarganya, banyak mitos yang salah," terangnya.

Tanjakan Emen Berganti Nama Jadi Tanjakan Aman

Berbagai kecelakaan seringkali terjadi di Tanjakan Emen. Cerita-cerita mistis tersiar dikalangan masyarakat, bahkan lebih dikenal dibandingkan penyebab teknis dari kecelakaan tersebut. Karena itu, tahun 2018 lalu pemerintah memutuskan untuk mengubah nama Tanjakan Emen menjadi Tanjakan Aman.

"Kami pihak pemerintah sepakat untuk mengganti nama Tanjakan Emen menjadi Tanjakan Aman. Ucapan adalah doa dan mudah-mudahan doa kita terkabul dan daerah sini menjadi daerah yang bebas dari kecelakaan lalu lintas," kata Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub yang kala itu dijabat Budi Setiyadi.

Kesepakatan penggantian nama Tanjakan Emen menjadi Tanjakan Aman ini melibatkan Komisi IV DPRD Jawa Barat, Jasa Raharja, serta Ditjen Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Kemenhub juga menambah fasilitas keselamatan jalan, seperti misalnya rambu chevron, pita penggaduh (rumble strips), dan warning light.

"Rambu chevron ini biasa disebut sebagai rambu pengarah tikungan karena memang memiliki fungsi memperingatkan pengendara bahwa jalan di depannya merupakan jalan yang menikung," terangnya.

Dengan adanya rambu chevron ini, lanjut dia, diharapkan pengguna lalu lintas jalan raya, terutama kendaraan bermotor roda dua atau lebih, dapat mengatur kecepatannya agar tidak sampai terjatuh atau menabrak pagar pembatas bila ada pada area jalan raya yang terpasang rambu chevron ini.




(wip/dir)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads