Tolak Lupa! Warga Ingin Monumen Peringatan Tragedi TPA Leuwigajah

Tolak Lupa! Warga Ingin Monumen Peringatan Tragedi TPA Leuwigajah

Whisnu Pradana - detikJabar
Selasa, 13 Sep 2022 18:00 WIB
Lokasi eks TPA Leuwigajah
Lokasi eks TPA Leuwigajah (Foto: Whisnu Pradana)
Cimahi -

Tak banyak yang tahu Kampung Adat Cireundeu. Sebuah kampung di pelosok Kota Cimahi, Jawa Barat yang menyimpan segudang tradisi dan nilai budaya warisan leluhur tak lekang dimakan waktu.

Kampung tersebut tak terlalu sulit diakses. Jika menggunakan mobil, dari Gerbang Tol Baros bisa langsung belok menuju ke arah Leuwigajah. Terus maju sampai melewati taman pemakaman Kerkoff. Di situ ada petunjuk arah menuju Kampung Cireundeu.

Sebelum dikenal sebagai kampung adat, hampir 2 dekade lalu Cireundeu lebih dikenal sebagai kampung sampah. Alasannya, karena lokasi itu menjadi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Leuwigajah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sampai akhirnya pada 25 Februari 2005, peristiwa kelam terjadi. 157 pemulung yang tengah menggaruk sampah di TPA tersebut tewas tertimbun gunungan sampah yang meledak akibat akumulasi gas metan setelah guyuran hujan selama berhari-hari.

"Dulu Cireundeu ini dikenalnya kampung sampah, bukan kampung adat. Anak kami malu kalau pergi keluar itu malu karena pakaiannya pasti bau sampah," ujar Ais Pangampih Kampung Adat Cireundeu, Abah Widi kepada detikJabar.

ADVERTISEMENT

Sejarah pahit masa lalu itu juga yang akhirnya mentransformasi kehidupan dan psikologi warga Kampung Adat Cireundeu. Mereka tak mau lagi dikenal sebagai warga 'kampung sampah' tetapi warga 'kampung adat'.

"Sudah cukup 20 tahun kami menderita karena tempat tinggal kami yang sarat budaya, adat, dan sejarah, jadi tempat sampah," tutur Abah Widi.

Lahan eks-TPA Leuwigajah, saat ini sudah rimbun oleh rerumputan dan pepohonan. Warga tak merasa trauma mendekati lahan yang berada di sisi tebing tepat di depan Gunung Gajah Langu. Meskipun bayang-bayang sanak saudara yang terkubur di lahan tersebut masih berkelebat di benak.

Kampung Adat CireundeuKampung Adat Cireundeu Foto: Whisnu Pradana/detikJabar

"Siapapun boleh datang ke Kampung Adat Cireundeu, untuk berwisata, untuk menenangkan diri, atau untuk sekadar mengingat longsor sampah," ujar Abah Widi.

Minta Dibuatkan Monumen Korban Longsor Sampah

Peristiwa longsor sampah yang diperkirakan mencapai lebih dari 200 ton itu menjadi cikal bakal lahirnya Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN). Pemerintah berupaya supaya para korban selalu dikenang.

Awalnya pemerintah terlibat dalam peringatan HPSN, namun semakin ke sini hanya masyarakat setempat saja yang aktif memperingati karena memang mereka lah yang tahu ngeri dan getirnya kehilangan keluarga.

"Abah sangat menyayangkan pemerintah selama 17 tahun ini, jarang terlibat. Padahal boleh dibilang mereka yang punya dosa. Memang kita tidak bisa menyalahkan siapapun, tapi minimal pemerintah datang ke Cirendeu, meminta maaf pada warga Cirendeu," kata Abah Widi.

Sebagai gantinya, ia meminta kepada pemerintah daerah atau provinsi agar mendirikan monumen di bekas Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Leuwigajah. Nama-nama 157 korban yang tewas tersapu ombak sampah itu terpatri di monumen yang dibangun.

"Kemudian, Abah minta tolong buatkan monumen. 157 orang. Enggak sulit kan buat pemerintah. Tinggal bikin monumen, dicatat nama dan asal dari mana," ucap Abah Widi.

Monumen itu pun dinilai menjadi sebagai pengingat akan tragedi kelam itu. Sebab selama ini pemerintah hanya memperingati peristiwa itu secara seremonial tanpa merasa kehilangan dan bersalah sedikitpun.

"Sementara kan mereka tidak merasa (kehilangan dan bersalah). Kalau manusia kan harusnya merasa bersalah. Bagaimana mengambil hati masyarakat. Kalau monumen kan bagus, mengingatkan. Bahwa kita tidak pernah melawan lupa," tutur Abah Widi.

(yum/yum)


Hide Ads