Polemik berkepanjangan SLBN A Pajajaran, Kota Bandung kembali mencuat. SLB tertua di Asia Tenggara itu kini mengalami kondisi yang memprihatinkan untuk menggelar kegiatan belajar mengajar (KBM) bagi kaum disabilitas.
Pantauan detikJabar, sejumlah ruang belajar di SLB tersebut sudah tak layak lagi digunakan untuk KBM. Ada beberapa ruang yang atapnya runtuh, bocor, hingga beberapa ruangan harus disangga menggunakan batang kayu dan bambu untuk mencegah terjadinya keruntuhan bangunan yang lebih parah.
Wakasek SLBN A Pajajaran Bidang Humas Y Tribagio menjelaskan karena kondisi tersebut, pihaknya terpaksa menggabungkan beberapa rombongan belajar (Rombel) siswa di satu kelas yang sama. Sementara, kondisi kelas tersebut juga sempit dan tidak representatif untuk menggelar KBM bagi murid inklusi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sekarang beberapa kelas dipakai 3-4 rombel dalam 1 kelas yang sempit. Kelasnya kurang, dan juga fasilitas lainnya belum memadai," kata Tribagio saat ditemui detikJabar di SLBN A Pajajaran, Kota Bandung, Senin (22/8/2022).
Ia menyebut, berdasarkan penilaian Dinas Tata Ruang (Distaru) Kota Bandung -kini Dinas Cipta Karya, Bina Konstruksi dan Tata Ruang (Disciptabintar)-, sekolahnya mengalami kerusakan hingga 75 persen. Beberapa ruang kelas yang rusak tersebut di antaranya ruang ICT, MDVI dan ruang olahraga dengan atap plafon yang sudah runtuh.
![]() |
Sementara, upaya revitalisasi tidak bisa dilakukan oleh Pemprov Jabar selaku pemegang kewenangan penyelenggaraan pendidikan di SLBN A Pajajaran. Sebab, pemegang kuasa kepemilikan lahan di sana merupakan kewenangan dari Kementerian Sosial (Kemensos).
"Sekarang ini SLB dengan kondisi demikian tidak bisa membangun sama sekali. Renovasi, bahkan revitalisasi juga tidak bisa karena terkendala dengan status kepemilikan lahan," tuturnya.
Berdasarkan catatan detikcom, polemik berkepanjangan SLB tertua di Asia Tenggara ini muncul setelah ada perubahan status Wyata Guna dari panti menjadi Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Netra (BRSPDSN). Perubahan itu akhirnya berdampak terhadap keberadaan SLBN A Kota Bandung.
Pembangunan itu merupakan rencana Kementerian Sosial setelah mengeluarkan Permensos Nomor 18 tahun 2018 tentang organisasi dan tata kerja unit pelaksana teknis rehabilitasi sosial penyandang disabilitas di lingkungan Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial. Melalui Permen tersebut nomenklatur Wyataguna yang asalnya berbentuk panti menjadi balai.
Ditambah, surat permohonan hibah tanah dan bangunan untuk SLBN A Kota Bandung yang diajukan Gubernur Jabar ditolak oleh Menteri Sosial Agus Gumiwang saat itu. Dalam surat balasannya, Agus justru meminta agar Pemprov Jabar segera mencari lokasi pengganti dan memindahkan SLBN A Kota Bandung.
Siang tadi, pertemuan pun digelar dengan menghadirkan beberapa pihak seperti Pemprov Jabar hingga Komite Nasional Disabilitas Indonesia (KNDI). Tribagio berharap ada solusi konkret yang dihasilkan supaya penyelenggaraan KBM di SLB tertua di Asia Tenggara itu bisa dilakukan dengan nyaman.
"Harapannya anak-anak bisa terlayani, aksesibilitasnya cukup, aman dan nyaman. Minimal dari sarana keamanannya saja dulu bisa terpenuhi, baru kita bisa menjalankan layanan pendidikan dengan baik," ujarnya.
(ral/mso)