Enam Fakta Desa Pengolah Tembakau di Sumedang

Enam Fakta Desa Pengolah Tembakau di Sumedang

Nur Azis - detikJabar
Rabu, 06 Jul 2022 06:31 WIB
Petani dan pengolah tembakau Desa Sukasari, Kabupaten Sumedang tengah menjemur tembakau setelah melalui proses rajang, Senin (4/7/2022). Baik buruknya kualitas tembakau ditentukan dalam proses penjemuran satu hari itu.
Petani dan pengolah tembakau di Sumedang. (Foto: Nur Azis)
Sumedang -

Berkebun dan mengolah tembakau menjadi mata pencaharian bagi mayoritas warga Desa Sukasari, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Sumedang. Pengolahan tembakau telah menjadi tradisi yang diwariskan secara turun temurun.

Maka tidak heran jika Desa Sukasari dinobatkan sebagai Kawasan Agrowisata Kampung Bako (tembakau). Berikut fakta-fakta kampung tembakau di Desa Sukasari.

1. Tembakau Pernah Melebihi Logam Mulia

Tradisi berkebun dan mengolah tembakau telah menjadi tradisi yang diwariskan secara turun temurun bagi warga Desa Sukasari. Itu mengapa, komoditas ini menjadi sesuatu yang begitu berharga bagi warga ketimbang logam mulia pada saat dulu kala.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sekretaris Desa Sukasari Asep Iso (55) memaparkan, komoditas tembakau dulunya menjadi harta simpanan berharga bagi warga Desa Sukasari. Hal itu lantaran warga sangat bergantung kepada tanaman satu ini.

"Jadi warga Desa Sukasari jika dibandingkan warga desa lain pada saat dulu itu harta simpanan berharganya bukan logam mulia atau uang di bank tapi harta berharganya adalah tembakau," paparnya.

ADVERTISEMENT

Ia melanjutkan, semisal ada yang ingin membangun rumah atau kegiatan lainnya yang memerlukan modal besar maka yang ditanya bukan berapa banyak simpanan logam mulia atau uang di bank. Tapi berapa banyak simpanan tembakau yang dimiliki.

"Jadi dulu, kalau warga Desa Sukasari memiliki niatan seperti ingin membangun rumah atau niat lainnya maka yang ditanya bukan berapa banyak uang atau logam mulia yang disimpan tapi punya tembakau berapa beungkeut (ikat) tembakau," paparnya.

Asep menjelaskan, tembakau merupakan salah satu komoditas yang tahan lama bahkan semakin disimpan dalam jangka tertentu maka kualitasnya akan semakin baik.

"Tembakau itu kalau disimpan agak lama justru bukan jadi jelek tapi malah semakin bagus," ucapnya.

2. Mata Pencaharian Warga Desa Sukasari

Berdasarkan data dari Kantor Desa Sukasari, jumlah penduduknya ada sekitar 5.300 Jiwa atau 1.983 Kepala Keluarga (KK). Desa tersebut terdiri dari 7 Dusun, diantaranya Dusun Sukasari, Dusun Bojong, Dusun Cibogo Satu, Dusun Cibogo dua, Dusun Cisitu, Dusun Talingku dan Dusun Patenggeng.

Dari ketujuh dusun tersebut, empat diantaranya menjadi sentra atau paling banyak jumlah petani dan pengolah tembakau. Diantaranya, Dusun Cibogi Satu, Dusun Cibogo dua, Dusun Talingku dan Dusun Patenggeng.

Asep Iso (55), Sekretaris Desa Sukasari mengatakan, penduduk Desa Sukasari rata-rata berprofesi sebagai petani dan mayoritasnya adalah petani tembakau.

"Di sini itu mayoritas sebagai petani ada petani padi, ada juga petani holtikultura seperti jagung manis dan petani holtikuktura lainnya, namun mayoritas sebagai petani tembakau," paparnya saat ditemui detikjabar di Kantor Desa Sukasari, Senin (4/7/2022).

Asep menyebut, data petani tembakau secara individu belum tercatatkan secara pasti. Namun secara umum, Desa Sukasari memiliki sekitar 40 kelompok tani. Dari jumlah itu, 30 kelompok diantaranya merupakan kelompok petani tembakau.

"Jadi dulu mah pisah kelompok tani tembakau itu, namun kalau sekarang disatukan dalam kelompok tani, perikanan dan peternakan, dari 40 kelompok itu, 30 diantaranya khusus kelompok tani tembakau," terangnya.

3. Kualitas Tembakau Ditentukan dalam Satu Hari

Proses pengolahan tembakau Desa Sukasari memiliki keunikanya tersendiri. Ada sebuah istilah yang terkenal dikalangan para pengolah tembakau Desa Sukasari, yakni Alus Goreng Ku Sapoe" (bagus tidaknya ditentukan satu hari).

Tembakau hasil panen, oleh para petani untuk selanjutnya diolah menjadi bahan baku tembakau atau tembakau murni. Daun tembakau itu sebelumnya dipilah untuk kemudian dirajang menjadi serabut-serabut kecil lalu dijemur.

Nadi (43) salah seorang petani di Desa Sukasari mengatakan, proses penjemuran tembakau dilakukan selama satu bulan penuh secara berulang-ulang. Namun, proses penjemuran hari pertama menjadi penentu bagi kualitas tembakau itu sendiri.

"Kalau proses penjemuran pertama gagal atau masih ada yang berwarna daun hijau, maka kualitas tembakau itu dipastikan akan jelek, maka ada istilah orang tua dulu yang menyebut, alus goreng tembakau ditentukeun ku sapoe (bagus tidaknya tembakau ditentukan oleh satu hari)," paparnya.

4. Tradisi Sewa Lahan ke Daerah Lain

Desa Sukasari dikenal sebagai Kawasan Agrowisata Kampung Bako (tembakau). Meski begitu, tidak serta merta bahwa warga Desa Sukasari memiliki lahan cukup luas untuk perkebunan tembakau ini terutama dalam menghadapi perubahan musim.

Sekadar diketahui bahwa tanaman tembakau sangat dipengaruhi oleh cuaca. Tanaman ini sangat cocok di daerah dengan curah hujan sangat rendah atau daerah cukup panas.

Sekretaris Desa Sukasari Asep Iso (55) mengatakan, para petani Desa Sukasari kebanyakan sewa lahan ke daerah lain. Hal itu lantaran lahan tembakau di Desa Sukasari tidak begitu luas terlebih menghadapi perubahan musim.

"Petani Desa Sukasari itu sifatnya nomaden, apalagi kalau musim penghujan, seperti sewa lahan ke Sukabumi, Kabupaten Bandung, Subang, Garut dan daerah lainnya," ungkapnya.

Ia menyebut, semisal dari 40 hektar lahan pertanian, sebagian besarnya digunakan untuk lahan pertanian padi dan tanaman holtikultura lainnya.

"Sebagian kecilnya digunakan untuk tanaman tembakau, jadi sebagian besar lahan tembakau para petani Sukasari itu berada diluar desa Sukasari," terangnya.

Kendati demikian, kata Asep, Petani Desa Sukasari ini selain pintar menamam juga piawai dalam pengolahannya. Hal itu yang menjadi keunggulan petani Sukasari dengan daerah lain.

"Jadi kalau petani lain hanya bisa menanam saja, tapi kalau petani desa Sukasari juga piawai dalam pengolahannya," ucapnya.

Hal itu pun diakui oleh salah seorang petani Desa Sukasari, yakni Nadi (43). Ia mengaku lahan pertaniannya selalu berpindah-pindah tempat tergantung musim.

"Jadi kalau tembakau itu dibagi ke dalam tiga musim, musim hujan, jelang kemarau dan musim kemarau, kalau musim hujan saya nanam di daerah Bandung sekitaran daerah Dago, Ujungberung dan Ciumbuleuit," ujarnya.

"Kalau sekarang masuknya musim kedua atau jelang kemarau, jadi saya di musim ini biasanya beli bahan dari Bantarujeg Majalengka, Tomo atau Darmawangi, kami olah disini," paparnya.

5. Piawai Mengolah Tembakau

Pengolahan dari daun tembakau menjadi bahan baku tembakau diperlukan keahlian serta pengalaman tersendiri. Kepiawaian ini dimiliki oleh para petani Desa Sukasari.

Sekretaris Desa Sukasari, Asep Iso (55) mengatakan kelebihan dari petani Sukasari dibanding petani lainnya, yakni kepiawaiannya dalam mengolah tembakau.

"Jadi tembakau-tembakau dari Darmawangi, Ujungjaya, Bantaurejeg, kita olah di sini," ujarnya.

Nadi (43) salah seorang petani menjelaskan, proses pengolahan tembakau diawali dari pemilahan daun. Setelah itu, didiamkan selama satu malam.

"Setelah didiamkan satu malam, ranting daun disebet (dibuang), untuk selanjutnya dirajang hingga menjadi serabut, lalu dijemur," terangnya.

Ia mengatakan, proses penjemuran menjadi tahap penting lantaran menjadi penentu akan kualitas tembakau.

"Penjemuran itu dilakukan selama sebulan penuh tapi satu hari pertama menjadi tahap terpenting akan kualitas tembakau, kalau satu hari pertama itu kering maka kualitas tembakau bakal bagus, tapi kalau tidak kering maka kualitasnya akan rendah," paparnya.

Ia menambahkan, citarasa tembakau murni hasil pengolahan Desa Sukasari terbagi kedalam dua rasa, ada yang bercitarasa kuat dan ada yang bercitarasa lembut.

"Citarasa tembakau itu ditentukan oleh kondisi tanah, pupuk dan pemeliharaan," ucapnya.

6. Pemasok Tembakau Mole di Pulau Jawa

Sekretaris Desa Sukasari, Kecamatan Tanjungsari, Asep Iso (55), mengatakan komoditas tembakau Desa Sukasari kerap didistribusikan oleh pengepul ke berbagai daerah baik ke dalam provinsi maupun ke luar Jawa Barat.

"Tembakau Desa Sukasari awalnya dikumpulkan oleh para pengepul lalu kemudian didistribusikan ke beberapa daerah baik di Jawa Barat ataupun ke luar Jawa Barat , seperti ada yang ke Bengkulu, daerah lainnya di Sumatera bahkan sampai hingga ke Papua," paparnya.

Nadi (43) salah seorang Petani Desa Sukasari menjabarkan, sistem penjualan bahan baku tembakau dari Desa Sukasari ini, awalnya bermuara kepada para pengepul.

Dari para pengepul, sambung Nadi, kemudian dijual kembali kepada para pengolah tembakau bermerek jenis mole yang banyak tersebar di pulau Jawa.

"Jadi tembakau murni dari desa Sukasari ini diolah menjadi tembakau bermerek jenis mole, tembakau ini didistribusikan ke para pengolah di Sumedang, Cianjur, Jawa Tengah dan daerah lainnya," terangnya.

"Setelah diolah kembali dan diberi merek, oleh para pengolah itu dipasarkan kembali ke beberapa wilayah di Indonesia," tambah dia.

Halaman 2 dari 3


Simak Video "Video: Menteri Ara Hadiri Penyerahan 1.080 Rumah Subsidi di Sumedang"
[Gambas:Video 20detik]
(dir/dir)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads