Dedi Mulyadi tidak sengaja bertemu dengan Mak Altih, pencari rongsokan berupa botol dan kardus bekas untuk dijual kembali ke pengepul. Pertemuan itu diawali saat Dedi melihat sosok seorang nenek sedang menyusuri jalan sambil membawa plastik merah bersisi botol bekas di Jakarta.
"Mak bade ka mana (Mak mau ke mana?)," tanya Dedi dalam keterangan tertulis, Senin (6/6/2022).
"Bade uih (Mau pulang)," jawab Mak Altih.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Hayu dianteurkeun. Hayu naik mobil saya (Ayo diantarkan. Ayo naik mobil saya)," timpal Kang Dedi.
Awalnya, Mak Altih merasa segan untuk masuk ke dalam mobil. Dibantu warga sekitar, Mak Altih akhirnya bersedia masuk ke dalam mobil dan diantar.
Selama perjalanan, Mak Altih bercerita usianya sudah mencapai 120 tahun. Ia tinggal di Wantilan, Kabupaten Subang. Nenek tersebut memiliki 12 anak dan saat ini tinggal bersama anak bungsunya, Kartim.
Usia Mak Altih sontak membuat Kang Dedi terkejut. Di samping itu, Mak Altih terlihat sehat dan pendengarannya masih baik. Namun, daya ingatnya tidak begitu baik karena Mak Altih hanya ingat jalan sampai depan gang rumahnya saja. Ia mengandalkan tetangga atau orang yang dikenalnya untuk mengantar sampai depan rumah.
"Iyeu teh bener 120 tahun? (Ini tuh bener 120 tahun)," tanya Dedi.
"Muhun, Pak. Saya wae ayeuna tos 80 tahun. Pas saya alit oge, Mak mah tos rumah tangga. (Iya, Pak. Saya saja sekarang sudah 80 tahun. Waktu saya kecil Mak sudah berumah tangga)," tutur nenek tersebut.
Mak Altih langsung diantar oleh seorang pria dan seorang perempuan sesampainya di depan gang. Mak Altih sudah biasa meminta kedua orang tersebut untuk mengantarkannya hingga sampai ke depan rumah.
Dedi dan Mak Altih sampai ke rumah yang dituju setelah beberapa saat berjalan. Di depan rumah tersebut banyak kardus dan botol bekas yang dikumpulkan oleh Mak Altih.
Nenek itu kemudian bercerita di usianya yang sudah lanjut ini, Ia tetap rajin keliling kampung untuk bekerja. Ia melakukan hal tersebut karena merasa kesal jika hanya berdiam diri di rumah, bukan karena butuh uang.
"Anak mah sudah ngelarang begini, tapi Emak yang maksa. Gak kerasan kalau di rumah terus. Nanti ada yang beli [rongsokan]. Mak mah gak pernah hargain [tidak menentukan harga], sedikasihnya saja," kata Mak Altih.
Anak bungsu Mak Altih, Kartim, tinggal bersebelahan dengan rumah Mak Altih dan kini berprofesi sebagai penjaga SMP. Menurutnya ia kerap kali meminta sang ibu untuk berhenti mencari rongsokan. Namun, ibunya kekeh tidak betah berada di rumah dan memutuskan untuk berkeliling.
"Paling sekarang dikumpulin, nanti saya yang rapihin," kata Kartim.
Kartim mengatakan dirinya selalu khawatir saat melihat ibunya berkeliling kampung. Hal tersebut disebabkan karena Mak Altih selalu marah jika ingin dibantu, salah satunya saat menyeberang, dan ingin melakukannya sendiri.
Kang Dedi Mulyadi menilai sebaiknya orang tua tidak dikekang dan diminta untuk terus berdiam diri di rumah kerena rawan sakit. Sebaliknya, orang tua seperti Mak Altih lebih baik dibebaskan.
"Gak apa-apa, karena sudah terbiasa sejak muda bekerja kalau disuruh diam terus di rumah malah nantinya sakit. Yang penting sekarang Mak Altih sehat terus," ujar Kang Dedi.
Dedi juga dibuat terkesan dengan pola hidup Mak Altih yang tidak memiliki pantangan dalam makan dan minum di usianya yang sudah 120 tahun.
"Nu penting ulah leungit anu lima (Yang penting jangan hilang yang lima). Subuh, lohor (zuhur), ashar, magrib, isya," ucap Mak Altih.
Usai berbincang, Kang Dedi berjanji akan membeli botol bekas yang baru didapat Mak Altih dan memberikan uang ratusan ribu rupiah. Uang tersebut diberikan Mak Altih ke anaknya karena nominal yang terlalu besar.
"Sieun, loba teuing (takut, terlalu banyak)," ucapnya.
Kang Dedi juga mengantarkan Mak Altih ke bangku yang biasa menjadi tempat duduknya di depan rumah sebelum berpisah. Ia pun bersimpuh dan sungkem kepada ibu 12 anak tersebut.
(fhs/ega)