Pengamat Soroti RK-Yana yang Berbalas Unggahan Soal GBLA di Medsos

Pengamat Soroti RK-Yana yang Berbalas Unggahan Soal GBLA di Medsos

Rifat Alhamidi - detikJabar
Kamis, 12 Mei 2022 14:41 WIB
Ridwan Kamil - Yana Mulyana
Ridwan Kamil - Yana Mulyana
Bandung -

Polemik pengelolaan Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA) tengah disorot publik. Bahkan, tagar #GBLAForPersib menggema di media sosial usai banyak diunggah warganet.

Polemik ini pun meledak di medsos saat Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengunggah tentang polemik GBLA di instagram pribadinya. Sontak, unggahan Emil ini pun banyak menuai komentar beragam dari warganet, terutama para Bobotoh yang menginginkan stadion itu menjadi markas Persib Bandung.

Unggahan Emil, lantas dibalas oleh Wali Kota Bandung Yana Mulyana. Lewat akun instagram pribadinya juga, Yana akhirnya menceritakan semua permasalahan GBLA dari awal hingga menjadi polemik seperti sekarang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pola komunikasi keduanya melalui media sosial pun turut dikomentari oleh Guru Besar Universitas Padjajaran (Unpad) Muradi. Seharusnya menurut Muradi, kedua kepala daerah ini bisa melakukan komunikasi secara langsung dan resmi daripada melempar pernyatannya di media sosial.

"Dalam komunikasi politik itu, memang semua sarana bisa dimanfaatkan, termasuk medsos. Tapi seharusnya medsos itu menjadi second atau third layer, pilihan pertamanya tetap komunikasi langsung secara resmi sebagai lembaga pemerintahan," kata Muradi saat berbincang dengan detikJabar via telepon, Rabu (11/5/2022).

ADVERTISEMENT

Muradi mengungkap, jika tak ada tekanan apapun diantara RK-Yana, seharusnya kedua pihak itu bisa saling bertemu dan mengkomunikasikan tentang polemik GBLA. Sehingga, setiap ada permasalahan, kedua kepala daerah itu bisa bertukar pikiran untuk mencari jalan keluarnya.

"Saya contohkan kenapa dulu misalnya Donald Trump pake twitter waktu jadi Presiden, karena dia merasa media mainstream dan komunikasi langsung tidak efektif. Dia merasa terintimidasi. Kemudian pertanyaanya kalau antara pemprov dan pemkot itu tidak ada perasaan terintimidasi, menurut saya ya ketemu lah, ngobrol, terus hasilnya baru diupload di medsos yang memang medianya lebih ringan untuk dikonsumsi publik," ucapnya.

Kekurangannya menurut Muradi, medsos itu terbatas untuk menyampaikan apapun kepada publik. Belum lagi, akan ada kecenderungan publik merasa apa yang diunggah oleh seorang pejabat itu akan lebih multi intrepretatif.

"Maka akan banyak persepsi yang saya kira akan enggak sama dengan yang seharusnya. Jadi harus selesai di level (pertemuan) langsung di level normatif, birokrasi politik dan sebagainya. Baru kemudian diupload ke medsos. Karena bagi saya, medsos bukan jadi pilihan pertama," pungkasnya.




(ral/tey)


Hide Ads