Polemik pengelolaan Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA) kini akhirnya mulai terungkap. Wali Kota Bandung Yana Mulyana lah yang membeberkan secara blak-blakan bagaimana rumitnya stadion tersebut jika memang mau dikelola oleh pihak ketiga.
Dari mulai tunggakan utang ke pihak kontraktor proyek GBLA, PT Adhi Karya, Tbk sebesar Rp 10 miliar, hingga rumitnya pengurusan dokumen lelang pengelolaan stadion tersebut menjadi masalah pelik dalam polemik GBLA. Berikut 7 fakta mengenai polemik GBLA yang dirangkum detikJabar:
Punya Utang Proyek Rp 10 Miliar Sejak 2017
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wali Kota Bandung Yana Mulyana akhirnya blak-blakan membuka persoalan GBLA. Secara terang-terangan, Yana mengungkap bahwa GBLA belum bisa digunakan karena ternyata masih terkendala utang kepada kontraktor penggarap proyek tersebut yaitu PT Adhi Karya senilai Rp 10 miliar.
Persoalan itu pun mencuat saat PT Adhi Karya belum juga menyerahkan aset pembangunan tahap dua Stadion GBLA kepada Pemkot Bandung. Ditambah, PT Adhi Karya pernah bersurat ke pemkot pada 27 Maret 2017 bahwa pemkot masih memiliki utang untuk pembangunan tahap dua Stadion GBLA senilai Rp 10 miliar.
"GBLA itu tiga tahap, tahap satu anggarannya cukup besar ke struktur bangunannya sekitar Rp 300 miliar lebih. Tahap dua melengkapi sebagian kursi di tribun terus ruang ganti, dan tahap tiga yang di luar. Ternyata setelah diparuluh (ditelusuri), tahap dua belum (serah terima dari PT Adhi Karya)," kata Yana saat talk show di salah satu radio lokal Bandung, Selasa (10/5/2022).
Jika dirunut, artinya utang senilai Rp 10 miliar pada 2017 ini terjadi saat Pemkot Bandung masih dipimpin Wali Kota Ridwan Kamil. Ditambah, pada 25 Juli 2018, PT Adhi Karya kembali bersurat ke pemkot untuk menagih kembali utang sisa pembayaran proyek GBLA senilai Rp 10 miliar tersebut.
"Dan konon katanya, ada respons apa enggak saya enggak tahu, tapi PT Adhi Karya di tanggal 25 juli 2018 ngirim surat lagi tagihan lagi. (Suratnya) Tetep minta dibayar sisa yang tahap kedua, makanya enggak bisa diserahterimakan (oleh PT Adhi Karya ke Pemkot Bandung)," tuturnya.
Persoalan ini pun baru terungkap saat Yana resmi menjabat sebagai Wakil Walikota dan ditugaskan mantan Wali Kota Bandung almarhum Oded M Danial untuk mengurus GBLA. Anehnya, saat ia telusuri, di internal Pemkot Bandung tidak merasa memiliki utang terhadap PT Adhi Karya senilai Rp 10 miliar itu.
"Temen-temen di pemkot itu ngerasa enggak pernah punya utang, soalnya masa tahap satu sudah diterima, tahap tiga sudah, masa nganclok (loncat, tahap dua belum diserahterimakan). Tapi oke yaudah lah," ucapnya.
Saat resmi menjabat sebagai Wakil Wali Kota Bandung pada September 2018, Yana akhirnya perlahan mulai membereskan utang proyek GBLA. Ia bahkan harus puluhan kali bulak balik ke Jakarta untuk bertemu dengan direksi PT Adhi Karya.
"Itu untuk kita bisa ketemu dengan Adhi Karya aja perjuangan luar biasa. Karena begitu kita ketemu ke kantor pusat, itu staf yg ngurus GBLA ada yang udah pensiun, ada yang udah meninggal, udah mutasi. Yang lain kan enggak tahu ceritanya, 10-20 kali mah ada lah untuk ke sana (menemui direksi PT Adhi Karya)," terangnya.
Karena beberapa kali tak menemukan titik terang dengan PT Adhi Karya, pada 12 Desember 2019, perusahaan BUMN itu pun berinisiatif meminta mediasi dengan Kejaksaan Agung mengenai polemik GBLA. Mediasi dilakukan untuk menemukan keputusan tentang penyerahan tahap dua proyek GBLA dengan Pemkot Bandung.
Utang Rp 10 Miliar Baru Lunas Akhir Tahun 2020
Setelah beberapa kali mediasi digelar, tepatnya dari Januari hingga Agustus 2020, pada 25 November 2020 akhirnya kedua belah pihak sepakat mengenai penyerahan tahap dua proyek GBLA itu. Pemkot Bandung pun akhirnya diwajibkan membayar utang ke PT Adhi Karya, namun dengan nominal yang sudah dikurangi sedikit dari angka awal senilai Rp 10 miliar.
"Karena dengan berbagai bukti, termasuk ditinjau juga ke GBLA beberapa kali, intinya memang ada kewajiban Pemkot Bandung (terkait utang ke PT Adhi Karya). Tapi angkanya berkurang sekidikit, tapi sekian miliar tetap kewajibannya," katanya.
Masalah lain kemudian muncul. Anggaran untuk pelunasan utang itu rupanya tak teranggarkan di APBD Murni 2020 oleh Pemkot Bandung. Anggaran senilai miliaran itu pun baru bisa teranggarkan di APBD Perubahan 2020 dan akhirnya bisa dibayarkan lunas kepada PT Adhi Karya pada 7 Desember 2020 lalu.
"Akhirnya terjadilah serah terima tahap kedua, berarti tahapan objeknya relatif sudah selesai dengan pihak luar. Mulailah sejak itu kami di internal, saya dengan beberapa dinas nyusun time line untuk proses KSP (Kerjasama Pengelolaan) untuk GBLA," pungkasnya.
Gagal Target Lelang Pengelolaan Juli 2021
Setelah menyelesaikan persoalan tersebut, Pemkot langsung ngebut menyusun timeline agar Stadion GBLA bisa dikelola pihak ketiga. Awalnya, Yana menargetkan tahapan lelang pengelolaan bisa selesai di Juli 2021.
"Sejak itu, kami di internal, saya bersama beberapa dinas menyusun timeline untuk proses KSP (Kerjasama pengelolaan) atau lelang. Kurang lebih ada 15-18 tahapan itu kita bikin timeline dengan asumsi berjalan dengan lancar. Targetnya itu selesai di Juli 2021," kata Yana saat talkshaow di salah satu radio lokal Bandung, Selasa (10/5/2022).
"Makanya dulu, saya pernah menyampaikan mudah mudahan Juli atau Agustus 2021 sudah jelas siapa pemenangnya," tambahnya.
Namun rupanya, timeline awal yang disusun Yana meleset. Ada beberapa permasalahan administrasi yang harus diselesaikan terlebih dahulu oleh Pemkot Bandung. Salah satunya sertifikat layak fungsi GBLA yang sudah habis masa aktifnya.
"Itu harus diperpanjang. Nah perpanjang itu harus ada anggaran. Karena tidak teranggarkan, yah harus nunggu tahun depan pas waktu perubahan," ungkapnya.
Belum Hitung Nilai Aset Kerjasama GBLA
Kemudian, Pemkot Bandung juga belum mengantongi dokumen perhitungan nilai kerja sama aset GBLA dengan pihak ketiga. Ditambah, harus ada kajian berapa nilai kontribusi yang harus dibayar pihak ketiga kepada pemkot setiap tahunnya dalam dokumen KSP itu. Total kata Yana, pemkot membutuhkan empat konsultan berbeda untuk menghitung dan melengkapi dokumen kerjasama pengelolaan GBLA tersebut.
"Itu semua tidak teranggarkan, jadi ujungnya semua itu selesai di APBD Perubahan di akhir 2021," tuturnya.
Baru 97 Bidang yang Tersertifikasi dari 157 Bidang Tanah
Setahun berlalu, Yana terpaksa merombak timeline pengelolaan GBLA pada Januari 2021. Belum lagi, pemkot dihadapkan dengan masalah sertifikat lahan GBLA yang masih perlu diselesaikan.
"Serfitikat GBLA itu berdiri di 157 bidang tanah, karena dulu dibelinya mungkin masih parsial per kapling. Jadi tidak tidak semuanya langsung dan akhirnya terkumpul sekian hektare," katanya.
"Dalam proses ini ternyata setelah saya tadi cek, jadi 157 bidang tanah ini baru selesai 97 bidang. Tapi kita tidak bisa memaksa pihak yang menyelesaikan ini untuk cepat, tapi berproses. Maksud saya ternyata ada beberapa hal di luar ininya (perhitungan) kami itu membuat waktu molor," ucapnya menambahkan.
Lelang GBLA Tak Bisa Asal Tunjuk
Yana menyatakan, hingga kini lelang pengelolaan GBLA masih dalam proses penyusunan dokumen dan sama sekali belum bisa dilelang secara terbuka.
"Belum, karena untuk kita bisa masuk di pemilihan mitra ada sekian puluh mekanisme yang harus ditempuh. Karena ini ada Pemendagri Nomor 19 tahun 2016 tentang pedoman untuk mekanisme kerjasama kemanfaatan KSP (Kerjasama Pengelolaan)," kata Yana.
Yana menerangkan, saat ini pemkot baru sampai tahap pemilihan calon mitra untuk lelang pengelolaan GBLA. Setelah mitra itu terpilih, maka akan di SK-kan langsung oleh Pemkot Bandung sekaligus pembayaran di tahun pertama oleh mitra tersebut.
"Kemudian menyampaikan permohonan rancangan keputusan Wali Kota Bandung tentang pelaksanaan KSP. Kemudian penerbitan keputusan Wali Kota Bandung tentang pelaksanaan KSP tentang pengelolaan GBLA nanti pembayaran kontribusi tahun pertama oleh mitra KSP. Kemudian notaris, sudah, setelah itu pelaksanaan KSP. Tinggal itu saja, yah Bismillah," ungkapnya.
Yana mengaku, semua hal yang berurusan dengan birokrasi, apalagi ini berbentuk aset daerah, maka prosesnya akan membutuhkan waktu yang cukup panjang. Hal itu sempat ia rasakan saat masih berstatus pengusaha di Kota Bandung kemudian menjabat sebagai Wali Kota.
"Karena di birokrasi juga kadang ada anekdot juga, birokrasi mah pabeulit. Tapi karena memang setelah saya masuk di dalam, kan dulu saya pengusaha, kadang-kadang ngambek oge, aduh birokrasi teh kieu (gini). Tapi ternyata memang aturanya rijit, kalau ini belum selesai tidak bisa loncat ke tahap berikutnya. Dan itu diatur Undang-undang, diatur oleh peraturan yang lebih tinggi yang harus kita ikuti," ucapnya.
"Tapi sekali lagi, Insya Allah dalam waktu dekat kita bisa dapat kabar baik sebelum liga mulai," imbuhnya.
Yana kembali menegaskan mengenai mekanisme lelang pengelolaan GBLA dalam unggahan akun instagram pribadinya. Dalam unggahan tersebut, Yana menyebut PT PBB selaku manajemen Persib Bandung harus ikut lelang terlebih dahulu jika memang menginginkan untuk mengelola GBLA melalui mekanisme KSP itu.
"Saya menyampaikan bahwa berdasarkan regulasi, ada beberapa opsi yang dapat ditawarkan kepada pihak PT PBB. Salah satunya adalah sistem sewa yang memiliki waktu kerjasama maksimal 5 tahun. Namun, pihak PT PBB ternyata memiliki keinginan untuk menjadikan Stadion GBLA sebagai stadion sepakbola yang memiliki standar UEFA, sehingga membutuhkan dana investasi yang besar. Oleh karena itu, PT PBB menginginkan kerjasama dengan jangka waktu yang panjang. Untuk itu, opsi yang dirasa menjawab kenginan PT PBB adalah pola kerjasama pengelolaan (KSP) yang memiliki jangka waktu maksimal 30 tahun dan harus melalui proses lelang," demikian penggalan tulisan Yana yang ia unggah dalam akun Instagram pribadinya.
Lelang Pengelolaan GBLA Ditarget Juli 2022
Kini, setelah permasalahan itu perlahan mulai diselesaikan, Yana menargetkan lelang GBLA bisa dilakukan dalam waktu dekat. Bahkan ia menginginkan penandatanganan lelang GBLA itu bisa dilakukan pada Juli 2022.
"Tapi insya Allah yah bismillah dalam waktu dekat mudah-mudahan ada kabar baik yang bisa kita dengar. Bismillah satsetsatset," pungkasnya.
(ral/tey)