Kisah Ponpes Dar Al-Taubah dan Syiar Agama di Lokalisasi Saritem

Kisah Ponpes Dar Al-Taubah dan Syiar Agama di Lokalisasi Saritem

Rifat Alhamidi - detikJabar
Senin, 18 Apr 2022 09:37 WIB
Suasana pengajian santri di Ponpes Daruttaubah yang berada di kawasan Saritem, Kota Bandung.
Suasana pengajian di Ponpes Dar Al-Taubah Bandung (Foto: Rifat Alhamidi/detikJabar).
Bandung -

Kawasan Saritem yang terletak di Jalan Kebon Tangkil, Kelurahan Kebon Jeruk, Kecamatan Andir, Kota Bandung sudah lama menjadi buah bibir di kalangan publik, terutama para pria hidung belang. Bagaimana tidak, kawasan ini berubah dari pemukiman penduduk biasa menjadi tempat prostitusi terbesar di Jawa Barat.

Bahkan konon, tempat lokalisasi ini telah eksis sejak tahun 1830-an atau tepatnya saat masa penjajahan Belanda di Tanah Priangan. Image itu pun akhirnya melekat dan membuat nama kawasan Saritem tersoroh menjadi tempat prostitusi yang menampung wanita tuna sosial (WTS), germo hingga mucikarinya secara lengkap.

Beberapa puluh tahun yang lalu, pemerintah setempat telah mencoba menghapus stigma kawasan Saritem dari tempat lokalisasi. Alhasil, sebuah pondok pesantren bernama Dar Al-Tauhab didirikan tepat di depan gang yang menuju akses utama ke kawasan Saritem untuk memulai misi tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Diresmikan pada 2 Mei 2000, Ponpes Dar Al-Taubah langsung memulai misi mengikis stigma kawasan Saritem dari tempat prostitusi. Di bawah polesan tangan mendiang KH Imam Sonhaji, Ponpes Daruttaubah pun akhirnya bisa memberi warna baru di kawasan Saritem. Perlahan, kawasan itu tak sepenuhnya menjadi tempat menjajakan WTS untuk para pria hidung belang karena sekitar 50 persennya telah kembali lagi menjadi pemukiman penduduk seperti biasa.

Di balik suksesnya misi berat tersebut, banyak tantangan yang dihadapi pondok pesantren. Memang secara kasat mata tak ada teror yang menghinggapi Ponpes Dar Al-Taubah, tapi teror gaib dan magi menjadi salah satu kisah mencekam yang pernah mewarnai pendirian pondok tersebut.

ADVERTISEMENT

Nah di balik kisah itu, terselip cerita menggelitik yang pernah dialami langsung oleh pihak pondok pesantren dengan para WTS di Saritem. Kisah itu menjadi kontras karena memang bertolak belakang antara kehidupan keduanya.

"Di sini mistisnya itu kentel. Setiap PSK itu pasti pada pakai susuk, pelet sampe penglaris supaya dapet tamu," kata pengasuh Pondok Pesantren Daruttaubah Dudu Mardiana saat berbincang dengan detikJabar di Bandung beberapa waktu lalu.

Suatu waktu, Dudu pernah didatangi tiga WTS ke pondok lengkap dengan penampilan menornya. Mereka datang dengan sebuah permintaan karena sudah lama mengaku tak pernah mendapatkan tamu pria hidung belang.

"Jadi dikiranya pondok juga bisa ngasih bantuan ke mereka supaya mereka laris kerjaannya," ungkapnya.

Tak disangka, permintaan ketiga WTS itu sama sekali tak ditolak oleh Dudu. Kepada tiga wanita tersebut, ia lalu memberikan amalan dan bacaaan salah satu surat di Al Quran untuk mereka.

"Ini pengalaman pribadi yah, waktu itu enggak saya tolak, enggak saya suruh pulang. Malah saya kasih amalannya buat mereka," ucap Dudu.

Bagi orang lain, cerita itu memang amat bertentangan dengan keyakinan yang diajarkan dalam agama Islam. Namun bagi Dudu, cara tersebut cukup efektif untuk memberikan syiar agama kepada para pelaku prostitusi di kawasan Saritem.

Sebab menurutnya, para pelaku prostitusi di Saritem tak bisa langsung dipaksa untuk berhenti total dari pekerjaannya. Dudu juga menyelipkan beberapa syarat yang tentunya mengarah sesuai ajaran dalam agama Islam.

"Kalau orang lain bisa jadi bilangnya, loh kok ustad ini malah diterima aja ada orang kayak gitu. Bagi saya enggak apa-apa, tetep saya layanin, bahkan saya kasih doa juga dan saya enggak singgung pekerjaan mereka ini seperti apa," tuturnya.

"Nah pas saya kasih doa-doa itu, mereka kan nanya ini diamalinnya kapan Pak Ustad. Baru di sana saya bilang syaratnya wajib diamalin setelah salat fardu kata saya. Secara tidak langsung kan saya gak nyuruh salat ke mereka. Tapi kalau misalkan saya bilang, kamu berhenti, ini pekerjaan haram, pasti ngamuk orangnya. Kalau dibujuknya seperti itu, itu mereka nurut dan efektif syiarnya," tambahnya.

Tak disangka, ketiga WTS ini malah datang lagi ke ponpes selang seminggu kemudian. Dengan wajah gembira, mereka bercerita kepada Dudu bahwa amalan yang didapatnya ternyata manjur dan bisa mendatangkan tamu pria hidung belang.

Hati kecil Dudu memang berkecamuk. Ia bimbang bagaimana harus merespons tiga WTS sumringah yang kembali datang lagi ke ponpes tersebut. Namun setelah meneguhkan hatinya, Dudu akhirnya memiliki cara jitu membuat ketiga wanita ini betul-betul bertaubat dan meninggalkan pekerjaannya.

"Kok saya tahu ini efektif, soalnya seminggu kemudian mereka datang lagi, konsultasi lagi ke pondok. Bahasaya lebih lucu, katanya Pa Ustad Alhamdulilah minggu ini saya dapat tamu," katanya.

"Saya sendiri bingung, efek doa atau apa ini. Saya pribadi Cuma bilang Alhamdulilah, tapi kan tujuan awalnya memang buat syiar. Di luar dugaan, beberapa waktu kemudian mereka ke sini lagi dan ngomong pamitan mau berhenti dari sini (Saritem). Nah ini kan secara tidak langsung mereka akhirnya sadar sendiri tanpa harus dipaksa sama kita di pondok," tambahnya.

Kini, Dudu punya cara efektif jika memang diminta kembali oleh para WTS seperti cerita di atas. Ia bakal pelan-pelan memberikan syarat kepada WTS itu supaya berhenti dari pekerjaan haramnya. Hasilnya, sudah banyak wanita yang akhirnya memutuskan keluar dari lembah hitam Saritem dan kembali lagi ke hidupan normalnya.

"Pokoknya kalau ada yang gitu, sekarang saya lebih bikin syarat. Kalau memang betul dapet, harus janji ke saya setelah itu harus sering datang ke pesantren. Kalau sudah datang ke pesantren kan tinggal kita kasih pemahaman agama sedikit-sedikit. Dan itu Alhamdulilah efektif, banyak yang akhirnya berhenti dari sini," pungkasnya.

(ral/mso)


Hide Ads