2 Jenis Harta yang Paling Baik untuk Diwakafkan

2 Jenis Harta yang Paling Baik untuk Diwakafkan

Jihan Najla Qatrunnada, Kristina - detikHikmah
Minggu, 27 Agu 2023 07:00 WIB
Alms, Savings, Piggy Bank, Finance, Banking
Ilustrasi harta yang paling baik untuk diwakafkan. Foto: Getty Images/iStockphoto/sefa ozel
Jakarta -

Wakaf termasuk amal jariyah yang pahalanya terus mengalir. Ada dua jenis harta yang paling baik untuk diwakafkan.

Dalam kitab Al-Fiqh 'ala al-madzahib al-khamsah karya Muhammad Jawad Mughniyah dikatakan, wakaf adalah sejenis pemberian yang pelaksanaannya dilakukan dengan jalan menahan (kepemilikan) asal dan menjadikan manfaatnya untuk umum.

Maksud menahan barang, kata Muhammad Jawad Mughniyah, adalah menahannya agar tidak diwariskan, dijual, dihibahkan, digadaikan, disewakan, dipinjamkan, dan sejenisnya. Adapun, cara pemanfaatan wakaf sendiri bisa dengan menggunakannya sesuai kehendak pemberi wakaf (wakif) tanpa imbalan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sedangkan dalam buku yang berjudul Wakaf Perusahaan: Model CSR Islam untuk Pembangunan Berkelanjutan yang ditulis oleh Budi Santoso, wakaf dalam perundangan Islam dipahami sebagai bentuk dedikasi harta yang hanya dimanfaatkan untuk tujuan kebaikan, baik secara umum maupun khusus.

Syarat Harta yang Diwakafkan

Ada sejumlah syarat bagi harta yang bisa diwakafkan. Mengutip buku Potensi dan Konsep Wakaf karya Jaharuddin dan Radiana Dhewayani berikut di antaranya:

ADVERTISEMENT
  • Harta wakaf memiliki nilai
  • Harta wakaf jelas bentuknya
  • Harta wakaf merupakan milik dari pihak yang mewakafkan (wakif)
  • Harta wakaf berupa benta yang tidak bergerak atau benda yang disesuaikan dengan kebiasaan wakaf yang ada

Selain itu, barang atau benda yang diwakafkan harus tetap zatnya dan dapat dimanfaatkan dalam jangka waktu yang lama, artinya tidak habis dalam sekali pakai.

Harta yang Paling Baik untuk Diwakafkan

1. Paling Baik dan Berharga

Harta yang paling utama untuk diwakafkan adalah harta yang paling baik dan paling berharga, sebagai cerminan dari kebajikan di sisi Allah, seperti yang tertulis dalam buku Handbook Metodologi Studi Islam karya Chuzaimah Batubara.

2. Mendatangkan Manfaat

Sedangkan menurut sumber sebelumnya, harta yang paling baik untuk diwakafkan adalah harta yang kekal wujudnya dan dapat diambil manfaatnya baik harta yang bergerak maupun harta tidak bergerak.

Sering ditemui harta yang paling banyak diwakafkan biasanya berbentuk tanah dan bangunan. Namun, dalam konteks modern wakaf juga bisa diterima dalam bentuk saham serta uang tunai.

Dalam sumber yang sama sebelumnya, jenis harta wakaf tidak hanya dengan memberikan tempat-tempat ibadah saja, namun bisa semua macam sedekah.

Sedekah itu termasuk memberi kepada kaum fakir miskin, memerdekakan hamba sahaya, bersedekah kepada keluarga, dan segala bentuk kegiatan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Syarat Orang yang Mewakafkan Harta

Ketentuan seputar wakaf di Indonesia telah diatur dalam UU Nomor 41 Tahun 2004. Dalam peraturan tersebut dikatakan, pihak yang mewakafkan atau disebut wakif bisa berupa perorangan, organisasi, maupun badan hukum.

Adapun, syarat wakif meliputi:

  • Dewasa
  • Berakal sehat
  • Tidak terhalang melakukan perbuatan hukum
  • Pemilik sah harta benda wakaf

Keutamaan Wakaf

Salah satu keutamaan wakaf adalah menjadi amal ibadah yang mulia karena pahalanya terus mengalir. Dalam buku Hadits-hadits Ekonomi Syariah karya Muhammad Sauqi disebutkan sejumlah hadits yang mendukung hal ini.

Dari Abu Hurairah RA, ia mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda,

إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ ». رواه ومسلم

Artinya: "Apabila anak cucu Adam meninggal dunia maka terputuslah amalannya kecuali tiga hal: sedekah jariyah (yang mengalir), ilmu yang bermanfaat dan anak saleh yang mendoakan kepadanya." (HR Muslim)

Mengalirnya pahala wakaf turut dijelaskan dalam hadits lain yang termuat dalam Sunan an-Nasa'i,

وَعَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ : ( أَصَابَ عُمَرُ أَرْضًا بِخَيْبَرَ، فَأَتَى النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم يَسْتَأْمِرُهُ فِيهَا, فَقَالَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ! إِنِّي أَصَبْتُ أَرْضًا بِخَيْبَرَ لَمْ أُصِبْ مَالًا قَطُّ هُوَ أَنْفَسُ عِنْدِي مِنْهُ قَالَ : إِنْ شِئْتَ حَبَسْتَ أَصْلَهَا, وَتَصَدَّقْتَ بِهَا قَالَ : فَتَصَدَّقَ بِهَا عُمَرُ أَنَّهُ لَا يُبَاعٌ أَصْلُهَا وَلَا يُورَثُ، وَلَا يُوهَبُ فَتَصَدَّقَ بِهَا فِي الْفُقَرَاءِ وَفِي الْقُرْبَى وَفِي الرِّقَابِ, وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَالصَّيْفِ لَا جُنَاحَ عَلَى مَنْ وَلِيَهَا أَنْ يَأْكُلَ مِنْهَا بِالْمَعْرُوفِ وَيُطْعِمَ صَدِيقاً ) غَيْرَ مُتَمَوّل.

Artinya: "Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar RA, bahwa Umar bin Khaththab mendapat sebidang tanah di Khaibar. Lalu ia menghadap Rasulullah SAW untuk memohon petunjuknya apa yang sepatutnya dilakukan buat tanah tersebut.

Umar berkata kepada Rasulullah SAW, 'Ya Rasulullah! Saya memperoleh sebidang tanah di Khaibar dan saya belum pernah mendapatkan harta lebih baik dari tanah di Khaibar itu. Karena itu saya mohon petunjukmu tentang apa yang sepatutnya saya lakukan pada tanah itu.'

Rasulullah bersabda, 'Jika engkau mau, tahanlah zat (asalnya) bendanya dan sedekahkanlah hasilnya.'

Umar menyedekahkannya dan mewasiatkan bahwa tanah tersebut tidak boleh dijual, tidak boleh dihibahkan dan tidak boleh diwarisi. Umar menyalurkan hasil tanah itu bagi orang-orang fakir, keluarganya, membebaskan budak, orang yang berjuang di jalan Allah, orang-orang yang kehabisan bekal dalam perjalanan dan tamu. Dan tidak berdosa bagi orang yang mengurusi harta wakaf tersebut makan dari hasil wakaf tersebut dalam batas-batas kewajaran atau memberi makan orang lain dari hasil wakaf tersebut."




(kri/kri)

Hide Ads