20 Tahun Rutin Salat Tahajud, Ahli Ibadah Ini Tidak Dapat Jaminan Surga

20 Tahun Rutin Salat Tahajud, Ahli Ibadah Ini Tidak Dapat Jaminan Surga

Anisa Rizki Febriani - detikHikmah
Rabu, 10 Mei 2023 20:45 WIB
Shot of a Muslim young man worshiping in a mosque.
Ilustrasi salat tahajud (Foto: Getty Images/CiydemImages)
Jakarta -

Salat tahajud menjadi ibadah sunnah yang dikerjakan pada malam hari seusai salat Isya hingga terbitnya fajar dan setelah bangun tidur. Bahkan, pengerjaan salat tahajud ini paling diutamakan setelah salat fardhu 5 waktu.

Dalam sebuah riwayat, Nabi Muhammad SAW bersabda,

Ψ£ΩŽΩΩ’ΨΆΩŽΩ„Ω Ψ§Ω„Ψ΅ΩΩ‘ΩŠΩŽΨ§Ω…Ω Ψ¨ΩŽΨΉΩ’Ψ―ΩŽ Ψ±ΩŽΩ…ΩŽΨΆΩŽΨ§Ω†ΩŽ Ψ΄ΩŽΩ‡Ω’Ψ±Ω Ψ§Ω„Ω„ΩŽΩ‘Ω‡Ω Ψ§Ω„Ω’Ω…ΩΨ­ΩŽΨ±ΩŽΩ‘Ω…Ω ΩˆΩŽΨ£ΩŽΩΩ’ΨΆΩŽΩ„Ω Ψ§Ω„Ψ΅ΩŽΩ‘Ω„Ψ§ΩŽΨ©Ω Ψ¨ΩŽΨΉΩ’Ψ―ΩŽ Ψ§Ω„Ω’ΩΩŽΨ±ΩΩŠΨΆΩŽΨ©Ω Ψ΅ΩŽΩ„Ψ§ΩŽΨ©Ω Ψ§Ω„Ω„ΩŽΩ‘ΩŠΩ’Ω„Ω

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Artinya: "Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah - Muharram. Sementara sholat yang paling utama setelah sholat wajib adalah sholat malam," (HR Muslim).

Bahkan, waktu pelaksanaan salat tahajud termasuk ke dalam waktu mustajab memanjatkan doa. Menurut buku Kumpulan Doa Mustajab Pembuka Pintu Rezeki dan Kesuksesan susunan Deni Lesmana, pengamalan salat tahajud yaitu pada sepertiga malam terakhir atau malam hari mendekati waktu subuh atau sahur.

ADVERTISEMENT

Melalui surat Az Zariyat ayat 18 Allah berfirman,

ΩˆΩŽΨ¨ΩΩ±Ω„Ω’Ψ£ΩŽΨ³Ω’Ψ­ΩŽΨ§Ψ±Ω هُمْ ΩŠΩŽΨ³Ω’ΨͺΩŽΨΊΩ’ΩΩΨ±ΩΩˆΩ†ΩŽ

Arab latin: Wa bil-as-αΈ₯āri hum yastagfirα»₯n

Artinya: "Dan selalu memohonkan ampunan diwaktu pagi sebelum fajar,"

Berkaitan dengan salat tahajud, ada sebuah kisah mengenai seorang ahli tahajud yang tidak mendapat jaminan surga. Mengapa demikian? Simak ceritanya di bawah ini sebagaimana dilansir dari buku Keajaiban Tahajud, Subuh, dan Dhuha untuk Hidup Berkah, Bergelimang Harta, Sukses dan Bahagia karya Fery Taufiq El Jaquene.

Kisah Ahli Ibadah yang Rutin Salat Tahajud Namun Tidak Dapat Jaminan Surga

Alkisah seorang ahli tahajud bernama Abu bin Hasyim. Ia merupakan seseorang yang rajin mengerjakan salat tahajud dan tidak pernah meninggalkannya selama 20 tahun.

Suatu ketika saat ia ingin mengambil air wudhu, sesuatu mengejutkannya. Sebuah sosok duduk di pekarangan ruamhnya, Abu bin Hasyim lantas bertanya, "Wahai hamba Allah, siapakah Engkau?"

Mendengar pertanyaan Abu bin Hasyim, ia lalu menjawab seraya tersenyum ke arahnya, "Saya adalah malaikat utusan Allah,"

Abu bin Hasyim kemudian kembali bertanya, "Apa yang kamu lakukan di sini?"

Malaikat itu menjawab pertanyaan Abu bin Hasyim untuk kedua kalinya, "Saya diberitahu untuk menemukanmu pelayan Allah."

Dilihat oleh Abu bin Hasyim, malaikat itu memegang buku yang cukup tebal. Lagi-lagi ia melontarkan pertanyaan kepada malaikat tersebut, "Oh malaikat, buku apa yang kamu bawa?"

"Saya akan buka," Malaikat itu lantas membuka buku tersebut. Abu bin Hasyim percaya namanya tercatat di sana, tapi yang terjadi justru sebaliknya. Nama Abu bin Hasyim tidak tercantum di dalam buku tersebut.

Abu bin Hasyim kemudian meminta malaikat untuk mencari namanya kembali. Selanjutnya, malaikat utusan Allah itu kembali meneliti dengan cermat sembari berucap, "Itu benar, namamu tidak ada di dalam buku ini!"

Mendengar jawaban dari sang malaikat, Abu bin Hasyim menangis tersedu-sedu. Ia menyesali dan berkata, "Kehilangan diri saya yang selalu berdiri setiap malam di tahajud dan bermunajat tapi nama saya tidak ada di dalam kelompok pecinta Allah,"

"Wahai Abu Hasyim! Saya tahu Anda bangun setiap malam saat yang lain tidur, wudhu dengan air dingin saat yang lain tertidur di tempat tidur. Tapi tangan saya dilarang bahwa Allah menuliskan nama Anda," tutur malaikat tersebut.

Penasaran, Abu bin Hasyim bertanya lagi kepada malaikat mengenai penyebab namanya tidak tercantum. Malaikat kemudian menjelaskan, "Anda bersedia pergi ke Allah, tapi Anda bangga pada diri sendiri dan bersenang-senang memikirkan diri sendiri,"

Ada tetangga Abu bin Hasyim yang sakit atau kelaparan, namun beliau tidak melihat atau membantunya untuk memberi makan. Karenanya, sosok Abu bin Hasyim yang tidak pernah mencintai makhluk yang diciptakan Allah tidak tercantum namanya dalam buku tersebut.

"Bagaimana mungkin kamu bisa menjadi kekasih Tuhan jika Anda sendiri tidak pernah mencintai makhluk yang diciptakan Allah?" tambah sang malaikat.

Hal itu lantas membuat Abu bin Hasyim menyadari sesuatu. Hubungan pemujaan manusia tidak hanya berfokus untuk Allah semata, melainkan juga sesama manusia.




(aeb/erd)

Hide Ads