Status Nasab Anak yang Lahir dari Hubungan di Luar Nikah Menurut Islam

Status Nasab Anak yang Lahir dari Hubungan di Luar Nikah Menurut Islam

Tia Kamilla - detikHikmah
Kamis, 04 Des 2025 14:45 WIB
Status Nasab Anak yang Lahir dari Hubungan di Luar Nikah Menurut Islam
Pernikahan. Foto: Getty Images/iStockphoto/KMNPhoto
Jakarta -

()

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Setiap anak adalah amanah dari Allah SWT yang lahir membawa harapan dan hak yang harus dijaga. Namun, anak yang lahir di luar pernikahan sering dipandang berbeda, termasuk soal hak nasab dan waris dalam Islam. Nasab adalah hubungan kekerabatan yang ditentukan oleh garis keturunan.

Bagi orang tua, penting memahami bagaimana syariat Islam menempatkan status anak ini, hak-haknya, dan tanggung jawab orang tua, agar mereka tetap mendapat perlindungan, kasih sayang, dan hak yang adil.

ADVERTISEMENT

Berikut adalah penjelasan tentang status nasab anak yang lahir dari hubungan di luar nikah menurut Islam.

Status Nasab Anak yang Lahir dari Hubungan di Luar Nikah

Dalam Buku Ajar Hukum Perkawinan di Indonesia: Perspektif Fikih Klasik karya Gufron Maksum, dkk, anak di luar nikah adalah anak yang lahir dari hubungan antara seorang pria dan wanita yang tidak terikat dalam pernikahan yang sah menurut hukum agama dan hukum negara. Dalam Islam, anak yang lahir dari hubungan di luar pernikahan, maka ia disebut anak zina atau anak luar nikah.

Mengutip buku Kajian Fiqh Munakahat Kontemporer karya Muhammad Mujib R., dkk, nasab adalah hubungan kekerabatan antara satu orang dengan yang lainnya. Nasab adalah asas yang sangat penting dalam hukum keluarga Islam. Nasab menjadi dasar banyak ketentuan hukum keluarga Islam seperti waris, mahram, perwalian, wasiat, dan lainnya.

Anak yang lahir di luar pernikahan hanya memiliki nasab dengan ibunya, bukan ayahnya. Hubungan nasab antara ibu dan anak tersambung dengan sendirinya karena ada kelahiran. Dasar hukum mengenai status anak di luar nikah diterangkan dalam hadits Rasulullah SAW,

"Anak itu (nasabnya) kepada pemilik ranjang (suami), sedangkan bagi pezina adalah batu (tidak memiliki hubungan nasab dengan anak hasil zina)." (HR. Bukhari dan Muslim).

Dari hadits ini, dapat disimpulkan bahwa anak di luar nikah hanya memiliki hubungan hukum dengan ibunya, dan tidak memiliki hubungan nasab dengan ayah biologisnya kecuali ada pengakuan atau pengesahan di pengadilan.

Selain itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menetapkan fatwa terkait status anak yang lahir dari hubungan zina. Dalam Fatwa Nomor 11 Tahun 2012, disebutkan bahwa anak tersebut tidak memiliki hubungan nasab, wali nikah, hak waris, maupun nafkah dengan ayah biologisnya.

Contoh anak zina terjadi ketika seorang perempuan yang tidak memiliki ikatan pernikahan dengan siapa pun melakukan hubungan biologis dengan seorang laki-laki. Dari hubungan terlarang ini lahirlah seorang anak, yang kemudian disebut anak zina.

Ada pula istilah anak li'an, yaitu anak yang lahir ketika seorang istri berselingkuh dengan laki-laki selain suaminya. Dalam kasus ini, suami sah menolak mengakui anak tersebut dan menuduh istrinya berzina. Sebagaimana dijelaskan dalam buku Kajian Fiqh Munakahat Kontemporer karya Muhammad Mujib R., dkk.

Selain itu, anak yang lahir dari hubungan di luar pernikahan tidak memikul dosa perbuatan orang tuanya. Ia tidak dibebani kesalahan atas tindakan zina ayah dan ibunya.

Anak di Luar Nikah dalam Hukum Indonesia

Melansir sumber sebelumnya, menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, anak yang sah adalah anak yang lahir dari perkawinan yang sah. Pasal 42 UU Perkawinan menyatakan:

"Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah."

Sementara, pasal 43 ayat (1) menyebutkan bahwa:

"Anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya."

Namun, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 mengubah ketentuan ini dengan menyatakan bahwa:

"Anak yang lahir di luar perkawinan juga dapat memiliki hubungan perdata dengan ayah biologisnya jika dapat dibuktikan adanya hubungan darah dengan teknologi atau alat bukti lain sesuai hukum."

Putusan ini memberikan hak hukum bagi anak luar nikah untuk mendapatkan pengakuan dari ayah biologisnya, termasuk hak nafkah dan warisan, asalkan ayahnya mengakui atau ada bukti ilmiah, seperti tes DNA.

Warisan untuk Anak di Luar Nikah dalam Islam

Masih mengutip buku sebelumnya yaitu, Kajian Fiqh Munakahat Kontemporer, dalam fikih hubungan saling mewarisi muncul Ketika terjadi salah satu dari empat sebab:

1. Nasab
Setiap orang saling mewarisi dengan orang lain yang memiliki hubungan nasab dengannya seperti ayah, ibu, saudara, paman, dan bibi.

2. Pernikahan
Ketika seorang menikah maka ia saling mewarisi dengan pasangannya.

3. Walak
Seseorang yang pernah menjadi Budak memiliki hubungan saling mewarisi dengan orang yang memerdekakannya.

4. Islam
Ketika seorang muslim meninggal dunia sedangkan ia tidak memiliki ahli waris maka harta yang ditinggalkannya diserahkan ke Baitul mal dan dipergunakan untuk kepentingan kaum muslimin.

Nah, dalam hal warisan anak di luar nikah yang menjadi bagian paling mendasar adalah hubungan nasab itu sendiri. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa anak luar nikah hanya memiliki hubungan nasab dengan ibunya, dari hukum itu anak luar nikah hanya dapat saling mewarisi dengan ibu dan keluarga ibunya saja.

Hal ini karena nasab dari ayahnya telah terputus, sehingga ia tidak mendapatkan hak waris dari pihak ayah. Anak di luar nikah tidak memiliki hubungan kekerabatan dengan ayahnya, karena hubungan kekerabatan itu muncul atas dasar akad nikah yang sah sebagaimana yang telah ditentukan syariat Islam.

Berdasarkan hukum Islam dan hukum resmi dalam negara, anak yang lahir di luar pernikahan memiliki beberapa ketentuan hukum sebagai berikut:

1.Tidak memiliki hubungan nasab dengan ayah biologisnya, kecuali ada pengakuan.
2. Hanya memiliki hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibunya.
3. Tidak berhak atas warisan dari ayah biologisnya, kecuali ayahnya memberikan hibah atau wasiat.
4. Bisa mendapatkan hak perdata dari ayahnya jika ada pengakuan resmi melalui pengadilan atau teknologi seperti tes DNA.
5. Dalam hukum Islam, anak di luar nikah mengikuti nama ibunya, bukan nama ayahnya.




(lus/lus)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads