Hukum Sholat dengan Pakaian Kotor dan Najis saat Dilanda Bencana

Hukum Sholat dengan Pakaian Kotor dan Najis saat Dilanda Bencana

Devi Setya - detikHikmah
Selasa, 02 Des 2025 18:30 WIB
Kondisi banjir bandang melanda Salareh Aia, Kecamatan Palembayan, Kabupaten Agam. ANTARA/Yusrizal.
Foto: Kondisi banjir bandang melanda Salareh Aia, Kecamatan Palembayan, Kabupaten Agam. (ANTARA/Yusrizal)
Jakarta -

Bencana alam yang menimpa Pulau Sumatera baru-baru ini meninggalkan kerusakan parah, tidak hanya pada rumah dan infrastruktur, tetapi juga mengganggu aktivitas ibadah warga. Di tenda-tenda pengungsian tampak pakaian basah, lumpur, dan minimnya fasilitas kebersihan. Bagaimana hukumnya sholat saat pakaian dalam keadaan kotor?

Dalam kondisi normal, umat Islam diwajibkan menjaga kebersihan pakaian dan tempat sholat dari segala najis. Namun, Islam sebagai agama rahmat memahami realitas hidup manusia, termasuk saat menghadapi situasi ekstrem seperti bencana alam. Karena itulah, syariat memberikan kelonggaran agar sholat tetap bisa dilakukan dalam kondisi apa pun, sesuai kemampuan yang dimiliki.

Syariat Tidak Gugur karena Bencana

Dikutip dari buku Mengenal Allah Melalui Ibadah Shalat karya Sarjuni, kewajiban sholat tidak pernah gugur dalam apapun kondisinya. Bencana alam tidak menghapus kewajiban itu, tetapi justru menjadi momentum seorang hamba untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun syariat juga tidak membebani hamba di luar batas kemampuannya.

Kewajiban sholat dijelaskan dalam banyak ayat Al-Qur'an, salah satunya sebagaimana termaktub dalam surat An Nisa ayat 103,

ADVERTISEMENT

اِنَّ الصَّلٰوةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ كِتٰبًا مَّوْقُوْتًا

Artinya: "Sungguh, sholat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman."

Tuntunan Al-Qur'an tentang Kebersihan Pakaian

Dalam kondisi normal, Islam mengajarkan agar seorang muslim memperhatikan kebersihan dan kerapian dalam beribadah. Allah berfirman:

يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِندَ كُلِّ مَسْجِدٍ
"Wahai anak Adam, pakailah pakaian indahmu setiap memasuki masjid." (QS. Al-A'rāf: 31)

Ayat ini menjadi dasar bahwa sholat idealnya dilakukan dengan pakaian bersih dan layak. Namun ayat ini tidak berarti menuntut sesuatu yang mustahil, terutama ketika bencana melanda, seluruh pakaian terendam banjir, bercampur lumpur, atau tidak ada akses untuk mencuci.

Hadis tentang Kesucian dan Pengecualian dalam Kondisi Darurat

Dilansir dari laman Muhammadiyah, sholat tetap sah ketika dikerjakan dalam keadaan pakaian kotor jika kondisi darurat terjadi.

Rasulullah SAW bersabda,

لَا تُقْبَلُ صَلَاةٌ بِغَيْرِ طُهُورٍ وَلَا صَدَقَةٌ مِنْ غُلُولٍ
"Tidak diterima salat tanpa bersuci, dan tidak diterima sedekah dari hasil korupsi." (HR. Muslim)

Hadits ini menjelaskan pentingnya bersuci dalam sholat. Namun para ulama menegaskan: hadits ini berlaku ketika seseorang mampu menjaga kesucian. Ketika kondisi ekstrem membuat seseorang tidak mampu membersihkan pakaian, seperti banjir, lumpur, kehilangan pakaian layak pakai, maka makna hadits ini tidak diberlakukan secara kaku.

Dalam kaidah fikih, setiap perintah memiliki batas kemampuan. Jika ketidakmampuan itu nyata dan tidak dibuat-buat, maka kewajiban menjaga kesucian pakaian gugur sementara waktu.

Muhammadiyah dalam Fikih Kebencanaan menegaskan bahwa, sholat tetap wajib dilakukan meskipun pakaian tidak bisa dibersihkan dari najis.

Hal ini didasarkan pada kaidah fikih:

الضَّرُورَاتُ تُبِيحُ المَحْظُورَاتِ
"Keadaan darurat membolehkan hal-hal yang asalnya terlarang."

Dan juga kaidah yang sangat kuat:

الْمَشَقَّةُ تَجْلِبُ التَّيْسِيرَ
"Kesulitan melahirkan kemudahan."

Dalam suasana bencana, seseorang tidak hanya kekurangan pakaian bersih, tetapi juga tidak memiliki sarana mencuci, tidak ada air bersih, atau seluruh lingkungan dipenuhi lumpur kotor. Dalam kondisi seperti ini, syariat tidak menuntut kesempurnaan, tetapi menuntut usaha sesuai kemampuan.




(dvs/lus)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads