Surat Al-Kafirun, Bacaan Lengkap dan Tafsirnya

Surat Al-Kafirun, Bacaan Lengkap dan Tafsirnya

Devi Setya - detikHikmah
Rabu, 26 Nov 2025 14:01 WIB
al-quran hikmah
Al-Qur'an surat Al-Kafirun Foto: Getty Images/iStockphoto/karammiri
Jakarta -

Surat Al-Kafirun adalah surat ke-109 dalam Al-Qur'an yang terdiri dari enam ayat. Surat ini termasuk golongan surah Makkiyah karena diturunkan di Makkah sebelum hijrah Nabi Muhammad SAW.

Al-Kafirun memiliki pesan tegas tentang prinsip akidah, keteguhan dalam tauhid, dan batas yang jelas antara ibadah kaum muslimin dengan ibadah kaum musyrikin. Meskipun singkat, surat ini mengandung makna tentang toleransi dan komitmen untuk tidak mencampuradukkan ajaran Islam dengan keyakinan lain.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Surat al-Kafirun

Berikut bacaan lengkap surat Al-Kafirun dalam tulisan Arab, latin dan artinya:

قُلْ يَٰٓأَيُّهَا ٱلْكَٰفِرُونَ

ADVERTISEMENT

Arab-Latin: qul yā ayyuhal-kāfirụn

Artinya: 1. Katakanlah: "Hai orang-orang kafir,

لَآ أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ

lā a'budu mā ta'budụn

2. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.

وَلَآ أَنتُمْ عَٰبِدُونَ مَآ أَعْبُدُ

wa lā antum 'ābidụna mā a'bud

3. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah.

وَلَآ أَنَا۠ عَابِدٌ مَّا عَبَدتُّمْ

wa lā ana 'ābidum mā 'abattum

4. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah,

وَلَآ أَنتُمْ عَٰبِدُونَ مَآ أَعْبُدُ

wa lā antum 'ābidụna mā a'bud

5. dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.

لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِىَ دِينِ

lakum dīnukum wa liya dīn

6. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku".

Tafsir Surat Al-Kafirun

Dirangkum dari Tafsir Al-Azhar karya Prof. DR. Hamka atau Buya Hamka, surat Al-Kafirun adalah surat yang turun sebagai jawaban terhadap sikap kaum musyrikin Quraisy yang menolak dakwah Nabi Muhammad SAW.

Mereka adalah orang-orang yang sejak awal keras menentang ajaran tauhid, dan dalam ilmu Allah SWT telah diketahui bahwa hati mereka tidak akan menerima kebenaran hingga akhir hayat. Ketika dakwah Nabi SAW semakin kuat, celaan terhadap berhala mereka semakin terasa, sehingga para pemuka Quraisy mencari jalan damai dengan menawarkan kompromi akidah. Mereka mengusulkan agar Nabi SAW menyembah tuhan-tuhan mereka selama satu tahun, dan sebagai gantinya mereka pun akan menyembah Allah SWT selama satu tahun berikutnya.

Usulan tersebut ditolak secara tegas melalui turunnya Surat Al-Kafirun. Surah ini memerintahkan Nabi SAW untuk berkata, "Wahai orang-orang kafir," akidah tauhid tidak dapat disatukan dengan kemusyrikan dalam bentuk apa pun.

Ayat kedua hingga kelima menegaskan bahwa Nabi SAW tidak pernah, tidak sedang, dan tidak akan pernah menyembah apa yang disembah kaum musyrikin. Begitu pula mereka tidak menyembah apa yang beliau sembah, karena ibadah mereka berlandaskan penyembahan patung dan benda, sementara Nabi SAW hanya beribadah kepada Allah Yang Maha Esa.

Selain objek ibadah yang berbeda, cara ibadah keduanya juga tidak mungkin dipertemukan. Sholat yang diajarkan Islam memiliki syarat dan rukun tertentu, sedangkan penyembahan berhala sama sekali tidak memiliki landasan yang benar. Karena itu, persinggungan antara dua bentuk ibadah tersebut tidak mungkin terjadi.

Penjelasan ini selaras dengan tafsir Ibnu Katsir dan penegasan Ibnu Taimiyah bahwa ayat-ayat tersebut menolak segala bentuk kompromi dalam perbuatan ibadah. Syaikh Muhammad Abduh menambahkan bahwa dua ayat pertama menekankan perbedaan apa yang disembah, sedangkan dua ayat berikutnya menekankan perbedaan bagaimana cara menyembah. Artinya, bukan hanya objeknya berbeda, tetapi seluruh sistem keyakinan dan ritual ibadah pun berbeda secara total. Akidah tauhid tidak mungkin berdampingan dengan syirik, karena jika dicampuradukkan maka yang menang justru adalah kebatilan.

Tafsir Al-Qurthubi merangkum pesan seluruh ayat dengan penjelasan bahwa kaum musyrikin tidak benar-benar menyembah Allah SWT meski mereka mengaku demikian, sebab mereka tetap mempersekutukan-Nya dengan berhala-berhala. Karena itu, ketika mereka mengajak Nabi SAW berdamai melalui kompromi akidah, ajakan itu ditolak karena tidak ada ruang bagi tauhid untuk disandingkan dengan persekutuan terhadap Allah SWT.

Surah ini kemudian ditutup dengan kalimat tegas, "Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku," yang menunjukkan batas pemisah yang tidak dapat dilampaui dalam urusan keyakinan.




(dvs/kri)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads