Benarkah Mayit Akan Disiksa karena Tangisan Keluarganya?

Benarkah Mayit Akan Disiksa karena Tangisan Keluarganya?

Hanif Hawari - detikHikmah
Jumat, 21 Nov 2025 15:30 WIB
Asian muslim girl worried of her father being sick in hospital, she holds her fathers hand and pray for his health, family health insurance concept
Ilustrasi menangisi orang meningal. Foto: Getty Images/iStockphoto/airdone
Jakarta -

Menangis adalah tanda kesedihan yang alami bagi manusia, terutama ketika menghadapi peristiwa berat seperti kehilangan anggota keluarga. Dalam momen duka tersebut, air mata sering kali menjadi bentuk pelampiasan emosi yang sulit untuk dihindari.

Namun, di tengah kebiasaan manusiawi ini, muncul perbincangan di kalangan umat Islam tentang hukum menangisi orang yang telah meninggal. Beberapa hadits menyebutkan bahwa mayit dapat disiksa karena tangisan keluarganya, sehingga menimbulkan pertanyaan benarkah demikian?

Apakah Mayit Disiksa Jika Ditangisi Keluarganya

Dikutip dari Terjemah Fiqhul Islam wa Adillathuhu Juz 2 oleh Prof Wahbah Az-Zuhaili, ada sebuah hadits yang menyebutkan bahwa seorang muslim yang wafat dapat menerima siksaan akibat tangisan yang dilakukan oleh keluarganya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dari 'Abdullah bin 'Umar RA, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,

إِنَّ الْمَيِّتَ لَيُعَذَّبُ بِبُكَاءِ أَهْلِهِ عَلَيْهِ

ADVERTISEMENT

Artinya: "Sesungguhnya mayit akan disiksa karena tangisan keluarganya padanya." (HR Bukhari dan Muslim).

Dalam hadits lain dari 'Umar RA, Rasulullah SAW bersabda,

إِنَّ الْمَيِّتَ يُعَذَّبُ بِبَعْضِ بُكَاءِ أَهْلِهِ عَلَيْهِ

Artinya: "Sesungguhnya mayit disiksa karena sebagian tangisan keluarganya padanya." (HR Bukhari)

Mayoritas ulama memahami hadits ini sebagai kondisi ketika seseorang yang meninggal pernah berwasiat agar keluarganya menangis dan meratap atas kepergiannya.

Hal tersebut merupakan tradisi sebagian orang Arab yang kerap meninggalkan wasiat semacam itu. Salah satu contohnya terlihat dalam ungkapan Tharfah bin al-'Abd.

"Jika kelak aku mati maka ratapilah sebab aku adalah keluarganya. Robeklah pakaian, wahai engkau putri yang patuh."

Menurut mayoritas ulama, apabila keluarga yang diberi wasiat benar-benar menangisi dan meratapi si mayit, orang yang telah meninggal itu akan mendapat siksaan akibat wasiat yang ia tinggalkan tersebut.

Boleh Menangis tetapi Tidak Berlebihan

Kembali mengacu pada Terjemah Fiqhul Islam wa Adillathuhu Juz 2 oleh Prof Wahbah Az-Zuhaili, mayoritas ulama berpendapat bahwa menangisi jenazah, baik sebelum maupun setelah pemakaman, hukumnya diperbolehkan. Syaratnya, tangisan itu tidak berlebihan dan tetap dalam batas yang wajar.

Hal ini mengacu pada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Jabir RA, Nabi SAW bersabda,

"Ibrahim! Terasa cepat Allah mengambilmu," lalu, air mata beliau mengalir. Lantas, Abdurrahman bin 'Auf bertanya, "Rasulullah apakah Anda menangis? Bukankah Anda telah melarang untuk menangis?" Rasulullah menjawab, "Tidak, yang aku larang itu adalah ratapan yang berlebihan."

Dalam Shahih Bukhari dan Muslim disebutkan, "Air mata Rasulullah SAW menetes (mengalir) ketika cucunya diangkat (digendongkan oleh sahabat) dan diserahkan kepada beliau. Terdengar suara seperti sesuatu dimasukkan ke tempat minum yang basah. Lantas Sa'ad bertanya kepada beliau, "Ada apa ini Rasulullah?" Nabi SAW menjawab, "Ini adalah rahmat yang Allah ciptakan di dalam hati hamba-hambaNya. Allah hanya menyayangi hamba-hambaNya yang penyayang,"

Tangisan Rasulullah SAW ketika kehilangan orang-orang yang beliau cintai bukanlah ungkapan penolakan atau kemarahan terhadap ketetapan Allah SWT, melainkan wujud kasih sayang beliau kepada orang yang wafat.

Dari hal ini dapat dipahami bahwa menangisi jenazah diperbolehkan dalam Islam selama tidak melampaui batas. Yang dimaksud berlebihan adalah tindakan seperti merobek pakaian, menampar wajah, tidak mau makan, meratap, atau menangis sambil berteriak-teriak.

Mendoakan Keluarga yang Meninggal

Hal terbaik yang dapat dilakukan dalam menghadapi musibah kehilangan adalah berusaha ikhlas menerima takdir Allah sebagai bentuk ketundukan kepada-Nya. Selain itu, mendoakan keluarga yang telah wafat menjadi cara paling mulia untuk memberikan ketenangan dan keberkahan bagi mereka.

Dikutip dari buku Tuntunan Akhlak dalam Al-Quran dan Sunnah, berikut adalah doa untuk mendoakan jenazah.

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ، وَأَكْرِمْ نُزُلَهُ، وَوَسِّعْ مَدْخَلَهُ، وَاغْسِلْهُ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ، وَنَقِّهِ مِنَ الْخَطَايَا كَمَا نَقَّيْتَ الثَّوْبَ اْلأَبْيَضَ مِنَ الدَّنَسِ، وَأَبْدِلْهُ دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ، وَأَهْلاً خَيْرًا مِنْ أَهْلِهِ، وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهِ، وَأَدْخِلْهُ الْجَنَّةَ، وَأَعِذْهُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَعَذَابِ النَّارِ

Latin: Allahummaghfirla-hu warham-hu wa 'aafi-hi wa'fu 'an-hu wa akrim nuzula-hu, wa wassi' madkhala-hu, waghsil-hu bil maa-i wats tsalji wal barad wa naqqi-hi minal khathayaa kamaa naqqaitats tsaubal abyadha minad danaas, wa abdil-hu daaran khairam min daari-hi, wa ahlan khairam min ahli-hi, wa zawjan khairam min zawji-hi, wa ad-khilkul jannata, wa a'idz-hu min 'adzabil qabri wa 'adzabin naar.

Artinya: "Ya Allah, ampunilah ia, kasihilah ia, berilah ia kekuatan, maafkanlah ia, dan tempatkanlah di tempat yang mulia (surga), luaskan kuburannya, mandikan ia dengan air salju dan air es. Bersihkan ia dari segala kesalahan, sebagaimana Engkau membersihkan baju putih dari kotoran, berilah ganti rumah yang lebih baik dari rumahnya (di dunia), berilah ganti keluarga (atau istri di surga) yang lebih baik daripada keluarganya (di dunia), istri (atau suami) yang lebih baik daripada istrinya (atau suaminya), dan masukkan ia ke surga, jagalah ia dari siksa kubur dan neraka." (HR Muslim)

Wallahu a'lam.




(hnh/kri)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads