Islam memperbolehkan muslim untuk berutang. Namun, muslim harus mengembalikan utang sesuai nominal yang dipinjamnya
Allah SWT berfirman dalam surah Al Baqarah ayat 282,
ΩΩ°ΩΨ§ΩΩΩΩΩΩΨ§ Ψ§ΩΩΩΨ°ΩΩΩΩΩ Ψ§Ω°Ω ΩΩΩΩΩΩΨ§ Ψ§ΩΨ°ΩΨ§ ΨͺΩΨ―ΩΨ§ΩΩΩΩΨͺΩΩ Ω Ψ¨ΩΨ―ΩΩΩΩΩ Ψ§ΩΩΩ°ΩΩ Ψ§ΩΨ¬ΩΩΩ Ω ΩΩΨ³ΩΩ ΩΩΩ ΩΩΨ§ΩΩΨͺΩΨ¨ΩΩΩΩΩΫ
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu berutang piutang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu mencatatnya."
Lantas, bagaimana dengan orang yang sudah meninggal dunia? Apakah tetap harus melunasinya?
Utang Orang yang Meninggal Dunia Harus Tetap Dibayar
Dilansir dari Terjemah Fiqhul Islam wa Adillatuhu oleh Wahbah Az Zuhaili (Edisi Indonesia terbitan Gema Insani), utang jenazah wajib dibayar dari seluruh harta yang tersisa. Pembayaran utang bahkan lebih didahulukan sebelum wasiat, ini menjadi bukti kewajiban utang yang harus dilunasi meski orang tersebut telah meninggal dunia.
Terkait hal tersebut disebutkan dalam hadits dari Ali bin Abi Thalib RA, dia berkata:
"Aku melihat Rasulullah SAW mulai mengurus utang mayit daripada wasiat." (HR Tirmidzi)
Utang menjadi kewajiban orang yang berutang. Artinya, dia diperintahkan untuk membayarnya ketika masih hidup.
Lain halnya dengan wasiat sebagai ibadah sunnah, dan fardhu (kewajiban) secara jelas lebih kuat. Utang-utang yang jadi tanggungan jenazah harus dibayar dari harta si jenazah sebelum dibagi-bagi, ini berlaku meski si jenazah tidak mengizinkan pembayaran. Utang menjadi kewajiban terhadap Allah SWT atau manusia, sebab utang adalah hak-haknya yang harus dipenuhi.
Sementara itu, utang kepada Allah SWT berupa zakat, kafarat, dan haji harus didahulukan ketimbang utang terhadap sesama manusia. Kemudian, utang yang berkaitan dengan barang peninggalan harus didahulukan daripada biaya perawatan jenazah, seperti zakat mal yang jadi kewajibannya.
Perlu dipahami, harta yang dimiliki jenazah dianggap tergadaikan untuk membayar zakat tersebut, dan barang gadaian memiliki hubungan dengan hak orang yang menerima gadai.
Apabila pembeli meninggal dalam keadaan bangkrut dan tidak bisa membayar, hak orang yang terlibat dalam hal ini tetap didahulukan seperti ketika orang tersebut masih hidup.
Jenis-jenis Utang yang Harus Dibayar ketika yang Berutang Meninggal
Masih dari sumber yang sama, terdapat beberapa jenis utang yang perlu dipahami muslim.
1. Berkaitan dengan Benda
Jika utang berkaitan dengan barang yang digadaikan, sedangkan si jenazah tidak mempunyai apa-apa selain barang gadaiannya itu, maka menurut mazhab Hanafiyyah utang ini harus didahulukan sebelum pengafanan dan perawatan jenazah.
Tetapi, dalam undang-undang pembayaran utang diutamakan dibayar setelah perawatan jenazah.
2. Utang kepada Allah SWT
Utang kepada Allah SWT biasanya berkaitan dengan kewajibannya sebagai seorang muslim, seperti zakat, kafarat dan nazar yang dianggap gugur setelah seseorang meninggal dunia. Ahli waris tidak memiliki kewajiban membayar utang tersebut, kecuali si jenazah berwasiat agar utangnya dibayarkan dari harta peninggalannya.
Terkait hal ini, utang dibayarkan dari sepertiga hartanya saja. Mayoritas ulama memiliki pendapat utang-utang tersebut wajib dibayar dan harus diambil dari peninggalan si jenazah, meski jenazah tidak berwasiat.
3. Utang Jenazah ketika Masih Sehat
Utang jenazah ketika masih sehat harus didahulukan dibanding dengan utang saat sakit. Utang pada waktu sehat memiliki posisi yang sama, walau penyebabnya berbeda seperti utang, mahar sewa dan tanggungan lain yang harus dibayar sebagai pengganti dari sesuatu yang lain.
Utang saat sehat adalah utang yang didukung oleh bukti atau pengakuan ketika seseorang masih dalam keadaan sehat. Pembuktian adanya utang dapat dilihat dari bukti yang jelas, seperti struk atau kertas pembayaran dan biaya lain yang diketahui banyak orang.
4. Utang Jenazah ketika Sakit
Utang jenazah ketika sakit merupakan kewajiban yang diakui oleh jenazah, tetapi tidak diketahui orang lain. Utang seperti ini diutamakan dibayar setelah utang-utang pada masa sehat.
Sebab, pengakuan utang ketika sakit sering dianggap sebagai sedekah sunnah atau pilih kasih. Karenanya, utang seperti ini dianggap bagian dari wasiat yang ditunaikan dalam batas sepertiga dari harta yang ditinggalkan dan utang ini dibayar di akhir usai pembayaran utang-utang lain.
(aeb/lus)












































Komentar Terbanyak
Perbandingan Biaya Umrah Mandiri vs Travel, Ini Perkiraannya
Ma'ruf Amin Dukung Renovasi Ponpes Pakai APBN: Banyak Anak Bangsa di Sana
Gus Irfan soal Umrah Mandiri: Pemerintah Saudi Izinkan, Masa Kita Larang?