Dalam Islam, manusia memiliki kedudukan yang istimewa di antara makhluk ciptaan Allah lainnya. Salah satunya adalah gelar "khalifah", atau pemimpin di muka bumi.
Tapi, apa itu khalifah? Mengapa manusia bisa disebut khalifah, dan apa tanggung jawab yang menyertainya? Simak penjelasannya berikut ini.
Apa itu Khalifah dalam Islam?
Kata khalifah sering kita dengar, tapi ternyata maknanya cukup dalam. Melansir dari Jurnal Ilmiah berjudul Manusia Sebagai Khalifah dalam Perspektif Islam karya Rahmat Ilyas, khalifah berasal dari kata khulafa yang pada mulanya berarti "dibelakang" dari sini kata khalifah seringkali diartikan sebagai "pengganti".
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam konsep Islam, manusia adalah khalifah yakni sebagai wakil, pengganti atau duta Tuhan di muka bumi. Sebagai khalifah Allah dimuka bumi, manusia nanti akan dimintai pertanggungjawaban dihadapan Allah SWT.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), khalifah diartikan sebagai pengganti Nabi Muhammad SAW, pemimpin umat Islam, dan kepala pemerintahan dalam negara Islam. Namun, dalam konteks Al-Qur'an, maknanya lebih luas dari sekadar pemimpin politik.
Baca juga: Nama-nama 10 Sahabat Nabi yang Dijamin Surga |
Mengapa Manusia Disebut Khalifah?
Dalam Jurnal Ilmiah berjudul Konsep Khalifah dalam Al-Qur'an (Kajian Ayat 30 Surat al-Baqarah dan Ayat 26 Surat Shaad) karya Rasyad, kata khalifah muncul beberapa kali di Al-Qur'an, di antaranya dalam Surat Al-Baqarah ayat 30 dan Surat Shad ayat 26.
Kedua surat ini menegaskan bahwa hakikatnya manusia adalah khalifah yang bertugas memakmurkan bumi dan menjaga keseimbangan kehidupan. Berikut adalah bunyi suratnya:
Surat Al-Baqarah ayat 30
وَاِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلٰۤىِٕكَةِ ِانِّيْ جَاعِلٌ فِى الْاَرْضِ خَلِيْفَةًۗ قَالُوْٓا اَتَجْعَلُ فِيْهَا مَنْ يُّفْسِدُ فِيْهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاۤءَۚ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَۗ قَالَ اِنِّيْٓ اَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ
Wa idz qala rabbuka lil-mala'ikati inni ja'ilun fil-ardli khalifah, qalu a taj'alu fiha may yufsidu fiha wa yasfikud-dima', wa naḫnu nusabbihu bihamdika wa nuqaddisu lak, qala inni a'lamu ma la ta'lamun
Artinya: "Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (QS. Al-Baqarah: 30).
Ahzami Samiun Jazuli dalam bukunya Kehidupan Dalam Pandangan Al-Qur'an memaparkan penjelasan dari Ibnu Katsir dalam interpretasi ayat di atas yang mengungkapkan, "Kekhalifahan dan kepemimpinan adalah satu kemuliaan besar yang Allah berikan kepada Adam a.s dan merupakan anugerah bagi keturunannya, khususnya di saat Allah memerintahkan para malaikat-Nya untuk bersujud kepada Adam a.s."
Dengan demikian, maka dipahami bahwa kekhalifahan yang Allah berikan bagi manusia adalah satu kemuliaan. Allah pun menorehkan sejarah kemuliaan yang diberikan-Nya ini dalam kitab suci yang diturunkan-Nya. Selain itu, terdapat kemuliaan lain yang Allah berikan kepada manusia, yaitu sebagai berikut:
1. Allah telah memuliakan eksistensi manusia dari semua makhluk-Nya yang lain. Allah telah memuliakannya dengan menciptakan satu bentuk yang baik baginya. Allah telah menciptakan bagi manusia struktur tubuh yang lengkap, akal manusia yang berkarak-teristik dan juga ruh yang sangat mengagumkan.
2. Allah telah memuliakan manusia dengan fitrahnya, yang merupakan gabungan antara tanah dan tiupan sebagian ruh-Nya. Dengan demikian, maka terkumpullah unsur bumi dan langit dalam eksistensi manusia.
Dalam surat Shad ayat 26 juga dijelaskan bahwa:
يٰدَاوٗدُ اِنَّا جَعَلْنٰكَ خَلِيْفَةً فِى الْاَرْضِ فَاحْكُمْ بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعِ الْهَوٰى فَيُضِلَّكَ عَنْ سَبِيْلِ اللّٰهِۗ اِنَّ الَّذِيْنَ يَضِلُّوْنَ عَنْ سَبِيْلِ اللّٰهِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيْدٌ ۢ بِمَا نَسُوْا يَوْمَ الْحِسَابِࣖ
Ya dawudu inna ja'alnaka khalifatan fil-ardli fahkum bainan-nasi bil-haqqi wa la tattabi'il-hawa fa yudlillaka'an sabilillah, innalladzina yadlilluna 'an sabilillahi lahum 'adzabun syadidum bima nasu yaumal-hisab
Artinya: "Wahai Daud, sesungguhnya Kami menjadikanmu khalifah (penguasa) di bumi. Maka, berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan hak dan janganlah mengikuti hawa nafsu karena akan menyesatkan engkau dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari Perhitungan."
Merujuk dari Jurnal Ilmiah berjudul Manusia Sebagai Khalifah dalam Perspektif Islam tulisan Rahmat Ilyas, Al-Qur'an juga menjelaskan beberapa sifat manusia yang menjadi alasan Allah memilihnya sebagai khalifah:
Manusia adalah makhluk pilihan Allah, terdapat di dalam surat Thaha ayat 122. Manusia diamanahkan menjadi wakil Allah di bumi, meski kadang lalai, terdapat di dalam surat Al-Baqarah ayat 30.
Manusia memikul tanggung jawab besar sebagai penerima amanah, terdapat di dalam surat Al-Ahzab ayat 72.
Manusia diberi kemampuan untuk mengenali dan memahami hal-hal yang tidak bisa diketahui malaikat, terdapat di dalam surat Al-Baqarah ayat 31.
Apa Tugas Manusia sebagai Khalifah di Bumi?
Merujuk pada sumber yang sama, sebagai khalifah, manusia tidak hanya diberi kehormatan, tapi juga tanggung jawab besar untuk menjalankan perintah Allah.
Dalam Surat Al-Hajj ayat 41, Allah menggambarkan ciri-ciri orang yang menjalankan peran khalifah dengan baik, yaitu menegakkan salat, menunaikan zakat, serta mengajak kepada kebaikan (ma'ruf) dan menjauhi kemungkaran (mungkar).
Berikut adalah bunyi surat Al-Hajj ayat 41:
اَلَّذِيْنَ اِنْ مَّكَّنّٰهُمْ فِى الْاَرْضِ اَقَامُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتَوُا الزَّكٰوةَ وَاَمَرُوْا بِالْمَعْرُوْفِ وَنَهَوْا عَنِ الْمُنْكَرِۗ وَلِلّٰهِ عَاقِبَةُ الْاُمُوْرِ
Alladzina im makkannahum fil-ardli aqamush-shalata wa atawuz-zakata wa amaru bil-ma'rufi wa nahau 'anil-mungkar, wa lillahi 'aqibatul-umur
Artinya: "Orang-orang yang jika Kami beri kemantapan (hidup) di bumi, mereka menegakkan salat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Hanya kepada Allah kesudahan segala urusan."
Maka, menjadi khalifah bukan sekadar memimpin, tapi juga menebarkan nilai-nilai kebaikan di kehidupan sosial dan menjaga hubungan dengan Sang Pencipta.
(lus/lus)












































Komentar Terbanyak
Wamenag Romo Syafi'i Menikah Hari Ini, Habib Rizieq Jadi Saksi
Rieke Diah Pitaloka Geram, Teriak ke Purbaya Gegara Ponpes Ditagih PBB
Pemerintah RI Legalkan Umrah Mandiri, Pengusaha Travel Umrah Syok