Saat Bung Karno Minta Fatwa Hukum Bela Tanah Air ke Mbah Hasyim

Saat Bung Karno Minta Fatwa Hukum Bela Tanah Air ke Mbah Hasyim

Kristina - detikHikmah
Rabu, 22 Okt 2025 06:30 WIB
Pendiri NU KH Hasyim Asyari
KH Hasyim Asy'ari. Foto: Edi Wahyono/detikcom
Jakarta -

September 1945, sebulan setelah proklamasi kemerdekaan, suasana tegang menyelimuti Tanah Air saat Sekutu mendarat di Tanjung Priok, Jakarta, diikuti Surabaya pada bulan berikutnya. Kedatangan mereka yang awalnya untuk melucuti senjata, ternyata diboncengi kepentingan Belanda untuk memulihkan kekuasaan.

Melihat gejolak di Tanah Air, Presiden Soekarno mengirimkan utusannya menghadap Rais Akbar Nahdlatul Ulama (NU) KH Hasyim Asy'ari di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur. Bung Karno menitipkan satu pertanyaan untuk Hadratussyaikh.

"Apakah hukumnya membela Tanah Air bukan membela Allah, membela Islam atau membela Al-Qur'an? Sekali lagi, membela Tanah Air?" tanya Bung Karno, yang disampaikan utusannya, dikutip dari buku Soekarno dan NU: Titik Temu Nasionalisme karya Zainal Abidin Amir dan Imam Anshori Saleh.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mbah Hasyim, begitu sapaan akrabnya di kalangan warga NU, dikenal sebagai ulama sufi yang nasionalis. Rizem Aizid dalam bukunya Selayang Pandang KH Hasyim Asy'ari menyebutkan salah satu pemikiran Mbah Hasyim tentang kebangsaan dan nasionalisme:

ADVERTISEMENT

"Agama dan nasionalisme adalah dua kutub yang tidak berseberangan. Nasionalisme adalah bagian dari agama, dan keduanya saling menguatkan."

Sebagai ulama, Mbah Hasyim menularkan sikap nasionalismenya kepada masyarakat muslim Indonesia lewat jalan fatwa. Ia mengeluarkan fatwa-fatwa untuk membangkitkan semangat nasionalis dalam jiwa para pemuda Islam Indonesia. Salah satunya fatwa jihad membela Tanah Air. Fatwa ini lahir berangkat dari pertanyaan Bung Karno.

Pada 17 September 1945, KH Hasyim Asy'ari mengeluarkan fatwa jihad yang isinya ijtihad perjuangan membela kemerdekaan adalah wajib. Mengutip buku Sejarah Pergerakan Nasional susunan Wahyu Iryana, berikut bunyinya:

1. Hukumnya memerangi orang kafir yang merintangi kepada kemerdekaan kita sekarang ini adalah fardhu 'ain bagi tiap-tiap orang Islam yang mungkin meskipun bagi orang fakir.

2. Hukumnya orang yang meninggal dalam peperangan melawan NICA serta komplotan-komplotannya adalah mati syahid.

3. Hukumnya orang yang memecah persatuan kita sekarang ini wajib dibunuh.

Fatwa jihad tersebut disambut para kiai dan alim ulama se-Yogyakarta di bawah pimpinan KH Fadil dan KH Amir. Dalam pertemuan 30 kiai dan ulama di Langgar Notoprajan, mereka menetapkan hukum perjuangan sebagai berikut:

Alim Oelama Menentoekan Hoekoem Perdjoeangan

Pertemoean 30 orang Kiai dan Alim Oelama se-Jogjakarta dibawah pimpinan Kiai H. Fadil dan Kiai H. Amir, atas nama Pemerintah Repoeblik Indonesia bg. Agama oeroesan Alim Oelama, bertempat, di langgar Notobradjan baroe2 ini telah memoetoeskan hoekoem-hoekoem sbb:

1. Menyetoedjoei fatwa KH. Hasyim Asjari Teboeireng Djombang jang ringkasnja sebagai berikoet:

a. Hoekoemnja memerangi orang kafir jang merintangi kepada kemerdekaan kita sekarang ini adalah fardoe 'ain bagi tiap-tiap orang Islam jang moengkin meskipoen bagi orang kafir.
b. Hoekoemnja bagi jang meninggal dalam peperangan melawan NICA serta komplot2nja adalah mati sjahid.
c. Hoekomnja orang jang memetjahkan persatoean kita sekarang ini wadjib diboenoeh.
d. Mengingat fatwa terseboet, maka pada Allah... selaloe siap sedia berdjoeang dengan sekoat tenaga oentoek membela Agama dan Kemerdekaan.

2. Jang berhoeboeng amalan:

a. Segena oemat Islam soepaja mengamalkan Solat hajat jang bermaksoed memohon kepada Toehan Allah Swt keselamatan dan lansoengnja kemerdekaan Indonesia.
b. Memperbanjak sedekah teroetama oentoek memberi bekal kepada pradjoerit2 kita jang sama bertempoer.
c. Memperbanjak Poeasa di tengah mendjalankan Poeasa (sebelum boeka) memperbanjak amalan Istighfar (minta ampoen kepada Toehan) dan doa (Tanjakanlah kepada Alim Oelama tentang Istighfar dan doanja)
d. Memperbanjak membatja Al qur'an (teroetama Soerat Al Baqoroh ataoe Surat Alam-nasjrah dan Alam-tara.

Fatwa ini dinyatakan di hadapan musyawarah ulama dengan pemerintah untuk merespon fatwa jihad Hadratussyaikh KH M Hasyim Asy'ari, dinukil dari Majalah Tebuireng Edisi 53, November-Desember 2017 dan pernah dimuat di Kedaulatan Rakjat, 20 November 1945.

Fatwa jihad KH Hasyim Asy'ari selanjutnya ditindaklanjuti dengan rapat konsul-konsul NU se-Jawa dan Madura. Rapat berlangsung di Bubutan, Surabaya pada 21-22 Oktober 1945.

"Aku baru saja tiba dari Ungaran Semarang, datanglah panggilan dari Ketua Besar NU. Aku diminta hadir di Surabaya pada tanggal 21 Oktober 1945 untuk mengikuti rapat PBNU yang diperlengkapi dengan konsul-konsul seluruh Jawa dan Madura," tulis KH Saifuddin Zuhri dalam bukunya Berangkat dari Pesantren.

Rapat di Bubutan itu mengukuhkan sebuah Resolusi Jihad. Para Kiai NU menuntut pemerintah menyatakan perjuangannya demi tegaknya Indonesia yang merdeka.

Naskah Resolusi Jihad

Toentoetan Nahdlatoel Oelama kepada Pemerintah Repoeblik Soepaya mengambil tindakan jang sepadan Resoloesi wakil-wakil daerah Nahdlatoel Oelama Seloeroeh Djawa-Madoera

Bismillahirrochmanir Rochim

Resoloesi:

Rapat besar wakil-wakil daerah (Konsoel2) Perhimpoenan Nahdlatoel Oelama seloeroeh Djawa-Madoera pada tanggal 21-22 October 1945 di Soerabaja.

Mendengar :

Bahwa di tiap-tiap Daerah di seloeroeh Djawa-Madoera ternjata betapa besarnja hasrat Oemmat Islam dan 'Alim Oelama di tempatnja masing-masing oentoek mempertahankan dan menegakkan AGAMA, KEDAOELATAN NEGARA REPOEBLIK INDONESIA MERDEKA.

Menimbang :

a. Bahwa oentoek mempertahankan dan menegakkan Negara Repoeblik Indonesia menurut hoekoem Agama Islam, termasoek sebagai satoe kewadjiban bagi tiap2 orang Islam.

b. Bahwa di Indonesia ini warga negaranja adalah sebagian besar terdiri dari Oemmat Islam.

Mengingat:

a. Bahwa oleh fihak Belanda (NICA) dan Djepang jang datang dan berada di sini telah banjak sekali didjalankan kedjahatan dan kekedjaman jang menganggoe ketentraman oemoem.

b. Bahwa semoea jang dilakoekan oleh mereka itu dengan maksoed melanggar kedaoelatan Negara Repoeblik Indonesia dan Agama, dan ingin kembali mendjadjah di sini maka beberapa tempat telah terdjadi pertempoeran jang mengorbankan beberapa banjak djiwa manoesia.

c. Bahwa pertempoeran-pertempoeran itu sebagian besar telah dilakoekan oleh Oemmat Islam jang merasa wadjib menoeroet hoekoem Agamanja oentoek mempertahankan Kemerdekaan Negara dan Agamanja.

d. Bahwa di dalam menghadapai sekalian kedjadian2 itoe perloe mendapat perintah dan toentoenan jang njata dari Pemerintah Repoeblik Indonesia jang sesoeai dengan kedjadian terseboet.

Memoetoeskan :

1. Memohon dengan sangat kepada Pemerintah Repoeblik Indonesia soepaja menentoekan soeatoe sikap dan tindakan jang njata serta sepadan terhadap oesaha-oesaha jang akan membahajakan Kemerdekaan dan Agama dan Negara Indonesia teroetama terhadap fihak Belanda dan kaki tangannja.

2. Seoapaja memerintahkan melandjoetkan perdjoeangan bersifat "sabilillah" oentoek tegaknja Negara Repoeblik Indonesia Merdeka dan Agama Islam.

Soerabaja, 22 Oktober 1945

NAHDLATOEL OELAMA

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Video Prabowo Ngaku Bingkai Pidato Bung Karno: Tak Kalah Sama Orang PDIP"
[Gambas:Video 20detik]
(kri/inf)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads