Di lingkungan pendidikan di Indonesia seringkali kita temui penerapan hukuman fisik oleh tenaga pendidik kepada anak didiknya. Kasus yang cukup ramai diberitakan baru-baru ini yaitu seorang guru yang juga menjabat sebagai kepala sekolah di salah satu Sekolah Menengah Atas (SMA) di Banten yang menampar siswanya yang ketahuan merokok di lingkungan sekolah.
Plt Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Kadisdikbud) Provinsi Banten, Lukman, menjelaskan siswa tersebut ditegur oleh guru lantaran ketahuan merokok di lingkungan sekolah.
"Jadi awalnya siswa itu merokok di belakang sekolah, ketahuan oleh kepala sekolah. Kepala sekolah kemudian menegur dan mengingatkan," kata Lukman kepada wartawan, Selasa (14/10/2025) dikutip detikNews.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Guru tersebut mengakui sempat menyentuh wajah siswa. Namun, Lukman belum bisa memastikan apakah gerakan itu merupakan tamparan keras atau tidak.
"Tapi menurut pengakuan kepala sekolah, memang sempat ngeplak (menepuk kepala siswa). Saya tidak tahu apakah keras atau tidak, tapi pengakuannya memang begitu," katanya.
Tidak terima anaknya ditampar oleh sang kepala sekolah, pihak orang tua siswa melaporkan tindakan tersebut kepada polisi.
"Sudah (laporan ke polisi), itu udah ramai juga," kata Kanit Perlindungan Perempuan dan Anak Satreskrim Polres Lebak Ipda Limbong saat dimintai konfirmasi detikcom, Selasa (14/10).
Kasus ini kemudian menjadi perbincangan hangat di masyarakat dan menjadi isu yang kontroversial. Ada yang membenarkan tindakan sang guru dalam mendisiplinkan murid tersebut, ada pula yang menyayangkan tindakan tersebut karena dinilai termasuk kekerasan terhadap anak.
Lantas, bagaimana pandangan Islam terkait hukuman fisik yang diterapkan pada anak didik? Simak penjelasan selengkapnya berikut ini.
Hukuman Fisik pada Anak dalam Pandangan Islam
Sebagai agama yang penuh hikmah, Islam mengajarkan kasih sayang sekaligus ketegasan. Terkait hukuman fisik pada anak, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.
Dalam mendisiplinkan anak untuk mengejakan salat, Rasulullah SAW membolehkan memukul anak dengan tujuan untuk mendidik mereka. Pukulan tersebut ditujukan pada anak yang telah berumur 10 tahun namun enggan mengerjakan shalat.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مُرُوا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ، وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ، وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ»
Artinya: Rasulullah SAW bersabda, "Suruhlah anak-anakmu melaksanakan shalat ketika mereka berumur tujuh tahun dan pukullah mereka karena meninggalkan shalat itu jika berumur sepuluh tahun dan pisahkanlah tempat tidur mereka." (HR Abu Dawud)
Dilansir dari NU Jateng, KH Ahmad Niam Syukri Masruri menjelaskan bahwa pukulan yang dimaksud adalah pukulan kasih sayang dengan tujuan untuk mendidik bukan untuk menyakiti.
Selain itu, jika terpaksa harus memukul, hindari memukul pada bagian wajah, sebab hal itu dinilai dapat melukai kehormatan sang anak.
Hal ini dijelaskan dalam kitab Shahih al-Jami ash-Shaghir Jilid 1 oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani. Dalam sebuah hadits hasan yang diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda:
إِذَا ضَرَبَ أَحَدُكُمْ خَادِمَهُ فَلْيَجْتَنِبِ الْوَجْهَ
Artinya: Apabila salah seorang di antara kalian memukul budaknya, maka hindarilah mukanya!
Hukuman Fisik pada Anak Didik Menurut Hukum di Indonesia
Jika mengacu pada hukum yang berlaku di Indonesia, terdapat larangan melakukan kekerasan fisik terhadap anak sendiri dan anak didik.
Mengutip laman Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kementerian Hukum Republik Indonesia, aturan ini terdapat di dalam Pasal 76 C Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Dalam pasal 76 C tersebut dikatakan: Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan Kekerasan terhadap Anak. Inilah larangan pendidik/guru, tenaga kependidikan, dan bagi setiap orang yang melakukan kekerasan terhadap anak.
Lebih lanjut, dalam tayangan video Penyuluh Hukum BPSDM RI, dijelaskan bahwa hukum di Indonesia membenarkan orang tua untuk melaporkan tindak kekerasan yang dialami oleh murid di lingkungan sekolah, termasuk yang dilakukan oleh guru. Meskipun hal ini belum dianggap lumrah di tengah masyarakat Indonesia.
Orang Tua Hendaknya Mengajarkan Adab kepada Guru
Meskipun orang tua dibolehkan terlibat dalam mengawasi pola didik yang diterapkan di sekolah, namun hendaknya orang tua mengajar anaknya untuk menghormati guru.
Hal ini dijelaskan oleh pengasuh Lembaga Pengembangan Dakwah dan Pondok Pesantren Al-Bahjah, Yahya Zainul Ma'arif atau yang akrab disapa Buya Yahya.
Dalam ceramahnya, beliau yang mengimbau kepada para orang tua agar menanamkan adab kepada para guru agar ilmu yang diperoleh menjadi berkah dan bermanfaat.
"Ajari anak-anakmu untuk punya adab dengan gurunya. Jangan diajari untuk kurang ajar. Bahkan kalau seandainya guru itu melakukan hukuman yang salah bukan harus kita ajari anak kita marah membenci sang guru. Kita akan datang kepada guru dan kita bicara baik-baik," jelas Buya Yahya dalam video yang diunggah di kanal YouTube Al-Bahjah TV. detikHikmah telah mendapatkan izin untuk mengutip ceramah Buya Yahya di kanal tersebut.
"Kalau Anda mengajari anak Anda dendam kepada guru. Itu awal kegagalan Anda dan ndak bakal bisa bener anak Anda... Lihat, yang punya perilaku seperti itu, anaknya jadi anak setan... Kenapa? Karena diajari anaknya sombong..." tegas Buya Yahya.
Di sisi lain, Buya Yahya juga mengingatkan kepada lembaga pendidikan untuk memberikan hukuman yang wajar. Beliau juga menyebutkan beberapa hukuman yang tidak diperkenankan, yaitu:
- Hukuman berupa denda karena itu dianggap mengambil hak orang lain.
- Hukuman fisik yang membahayakan, seperti memukul wajah sampai biru matanya.
- Hukuman yang tidak sesuai dengan kondisi anak. Misalnya anak didik mengidap penyakit tertentu atau memiliki pantangan tertentu, hendaknya guru memperhatikan agar hukuman yang diberikan tidak membahayakan siswa.
Sebagai penutup, Buya Yahya menekankan agar pendidik memberikan hukuman yang wajar dan tidak bersikap zalim kepada siswanya.
"Pendidik yang bener, kalau memberikan hukuman yang wajar. Ketahuilah, jangan masuk wilayah zalim," pungkasnya.
(inf/lus)












































Komentar Terbanyak
Wamenag Romo Syafi'i Menikah Hari Ini, Habib Rizieq Jadi Saksi
Rieke Diah Pitaloka Geram, Teriak ke Purbaya Gegara Ponpes Ditagih PBB
Pemerintah RI Legalkan Umrah Mandiri, Pengusaha Travel Umrah Syok