Ikan lele adalah salah satu ikan air tawar favorit masyarakat Indonesia. Rasanya yang lezat, harganya terjangkau, dan mudah diolah menjadi berbagai hidangan membuat lele sangat populer.
Namun, banyak pertanyaan muncul, terutama terkait cara budidayanya. Beberapa peternak diketahui memberi makan lele dengan pakan yang berasal dari kotoran manusia dan bangkai hewan. Hal ini memicu pertanyaan, bagaimana hukum mengonsumsi ikan lele yang diberi pakan najis itu?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lele Pemakan Kotoran dalam Pandangan Fiqih
Dalam Islam, hewan yang memakan kotoran atau benda najis disebut jalalah. Terkait hal ini, ada hadits yang menyebut larangan mengonsumsinya.
إِنَّ النَّبِيَّ نَهَى عَنْ أَكْلِ الجَلَالَةِ وَشُرْبِ لَبَنِهَا حَتَّى تَعْلِفَ أَرْبَعِيْنَ لَيْلَةً
Artinya: "Sesungguhnya Nabi SAW melarang memakan daging binatang yang memakan kotoran dan melarang meminum susunya sampai hewan itu diberi makan (dengan yang tidak najis) selama 40 malam (hari)." (HR At-Tirmidzi)
Hadits ini menjadi dasar utama bagi para ulama dalam menetapkan hukumnya.
Mengutip laman MUI, para ulama dari mazhab Syafi'i memahami larangan tersebut sebagai hukum makruh, bukan haram. Artinya, mengonsumsi hewan jalalah bukanlah hal yang diharamkan, tetapi sebaiknya dihindari.
Hukum makruh ini berlaku jika daging hewan tersebut mengalami perubahan, seperti bau atau rasa yang tidak sedap, akibat pakan najis yang dikonsumsinya. Jika tidak ada perubahan sama sekali pada dagingnya, status kemakruhan tersebut hilang.
Syekh Ibn Hajar Al-Asqalani, seorang ulama besar, menjelaskan bahwa mazhab Syafi'i memakruhkan konsumsi hewan yang dagingnya berubah akibat memakan najis. Hal senada juga ditegaskan oleh Syekh Abu Bakr Syatha Ad-Dimyathi, yang menyatakan bahwa mengonsumsi hewan jalalah seperti lele pemakan kotoran diperbolehkan, namun makruh jika masih tercium bau najis atau rasanya berubah.
Sebaliknya, jika tidak ada lagi ciri-ciri najis tersebut, hukumnya kembali menjadi mubah (boleh).
Fatwa MUI tentang Hewan Ternak Berpakan Najis
Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga memberikan panduan jelas melalui Fatwa Nomor 52 Tahun 2012 tentang Hukum Hewan Ternak yang Diberi Pakan dari Barang Najis. Fatwa ini memberikan dua poin penting:
1. Pakan Najis dengan Kadar Minim
Hewan ternak yang diberi pakan najis, tetapi kadarnya sedikit dan tidak lebih banyak dari pakan suci, hukumnya halal. Baik daging maupun susunya boleh dikonsumsi.
Poin ini menunjukkan bahwa kontaminasi yang tidak dominan tidak mempengaruhi kehalalan hewan secara signifikan.
2. Pakan dari Rekayasa Unsur Haram
Jika pakan berasal dari hasil rekayasa unsur produk haram, hukumnya tetap halal selama tidak menimbulkan perubahan pada bau, rasa, atau tidak membahayakan konsumen. Namun, jika pakan tersebut menyebabkan perubahan pada kualitas daging atau membahayakan, hukumnya menjadi haram.
Fatwa MUI ini memberikan kejelasan bagi umat Islam dengan mempertimbangkan aspek syariat sekaligus kesehatan dan keamanan konsumen.
Berdasarkan penjelasan fiqih dan fatwa MUI, diketahui hukum mengonsumsi ikan lele yang memakan kotoran dan benda najis adalah diperbolehkan (halal). Namun, hukumnya menjadi makruh jika dagingnya mengalami perubahan akibat pakan tersebut, seperti rasa atau baunya. Status makruh ini hilang jika tidak ada perubahan sama sekali pada dagingnya.
Meskipun demikian, akan lebih baik jika kita memilih ikan lele yang dibudidayakan dengan pakan bersih, seperti dedaunan, cacing, atau pakan khusus ikan. Ikan lele yang memakan kotoran sebaiknya dihindari.
Dengan begitu, kita bisa terhindar dari keraguan dan mengonsumsi makanan yang benar-benar baik dan halal. Wallahu a'lam.
Baca juga: Benarkah Hyena Halal Dikonsumsi? |
Saksikan Live DetikPagi :
(hnh/kri)
Komentar Terbanyak
Di Masjid Al Aqsa, Menteri Garis Keras Israel Serukan Ambil Alih Gaza
Menteri Israel Pimpin Ibadah Yahudi di Halaman Masjid Al Aqsa
PBNU Kritik PPATK, Anggap Kebijakan Blokir Rekening Nganggur Serampangan