Kelahiran seorang bayi merupakan nikmat besar yang patut disyukuri oleh setiap keluarga muslim. Sebagai wujud rasa syukur ini, Islam menganjurkan pelaksanaan aqiqah yang menjadi sarana untuk mengamalkan sunnah Rasulullah SAW dan mempererat hubungan sosial.
Aqiqah dilakukan dengan cara menyembelih hewan, lalu membagikan dagingnya kepada kerabat, tetangga, dan orang-orang yang membutuhkan. Namun, bagi sebagian orang yang hidup berdampingan dengan non-muslim, muncul pertanyaan: apakah boleh memberikan daging aqiqah kepada non-muslim?
Pengertian Aqiqah
Sayyid Sabiq dalam Fiqih Sunnah 5 menjelaskan bahwa aqiqah adalah hewan yang disembelih sebagai wujud syukur atas kelahiran seorang anak.
Menurut Muhammad Abd al-Qadir ar-Razi, aqiqah memiliki nama lain 'iqqah, yang definisinya adalah rambut bayi manusia atau hewan yang tumbuh sejak dilahirkan. Istilah 'iqqah kemudian dipakai untuk menyebut kambing yang disembelih atas nama bayi pada hari ketujuh kelahirannya.
Muhammad Ajib, dalam Fiqih Aqiqah Perspektif Madzhab Syafi'iy, mengutip Imam Nawawi di kitab al-Majmu' Syarh al-Muhadzdzab yang menjelaskan bahwa kata "aqiqah" berasal dari "al-Aqqu" yang berarti memotong. Al-Azhari meriwayatkan pendapat Abu Ubaid, al-Ashma'i, dan lainnya, bahwa aqiqah pada dasarnya adalah rambut di kepala bayi yang dicukur ketika lahir, sedangkan hewan sembelihan disebut aqiqah karena proses mencukur rambut dilakukan bersamaan dengan penyembelihan.
Hukum Membagikan Daging Aqiqah kepada Non-Muslim
Mengutip laman Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Sumatera Utara, membagikan daging aqiqah kepada orang non-Muslim hukumnya adalah boleh. Hal ini bersandar pada pendapat ulama Syafi'iyah.
Dalam Hasyiyah al-Bujairimi 'ala al-Khatib disebutkan: "Boleh memberi daging kurban (dan analoginya aqiqah) kepada orang kafir dzimmi atau mu'ahad, jika tidak termasuk kafir harbi."
Maksud dari kafir harbi di sini adalah yang memusuhi Islam. Artinya, selagi non-Muslim itu tidak memerangi agama Islam, maka diperbolehkan memberikan daging aqiqah kepada mereka. Terutama jika itu adalah tetangga atau kerabat kita.
Selain itu, diperbolehkan memberikan daging aqiqah kepada non-Muslim selama tidak ada niat ibadah khusus untuk mereka dan tidak bertentangan dengan norma sosial dan akidah.
Dalam Al-Quran surat Al-Mumtahanah ayat ke-8, Allah SWT berfirman:
لا يَنْهَاكُمُ الله عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ الله يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
"Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang [non muslim] yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil." (QS Al-Mumtahanah [60] : 8).
Apakah Daging Aqiqah Harus Dimasak?
Mengutip dari buku Tuntunan Aqiqah karya Ibnu Basyar, orangtua yang melaksanakan aqiqah diperbolehkan membagikan daging hewan aqiqah dalam keadaan mentah ataupun sudah dimasak. Kedua cara tersebut sah dan dibenarkan dalam pelaksanaan sunnah aqiqah.
Namun, sebaiknya daging aqiqah dimasak terlebih dahulu sebelum dibagikan kepada penerima. Hal ini bertujuan agar orang yang menerima, terutama fakir miskin, lebih mudah menikmatinya tanpa harus repot mengolahnya lagi.
Menurut Ibnu Basyar dalam buku tersebut, membagikan daging dalam keadaan sudah dimasak dianggap lebih utama. Cara ini menunjukkan perhatian dan memudahkan orang lain dalam memanfaatkan daging aqiqah.
Tentu, kita boleh memasak daging aqiqah terlebih dahulu lalu membagikannya kepada orang terdekat yang non-muslim, selama mereka tidak memusuhi atau menimbulkan bahaya bagi umat Islam.
Wallahu a'lam.
Baca juga: Hukum Aqiqah dengan Sapi, Apakah Boleh? |
Simak Video "Video: Mahalini dan Rizky Febian Gelar Akikah untuk Selina"
(lus/lus)