Benarkah Umat Islam Hanya Bertahan 1500 Tahun?

Benarkah Umat Islam Hanya Bertahan 1500 Tahun?

Hanif Hawari - detikHikmah
Minggu, 06 Apr 2025 07:00 WIB
Umat Islam melaksanakan Shalat Idul Fitri 1446 Hijriah di halaman gedung cagar budaya Lawang Sewu, Semarang, Jawa Tengah, Senin (31/3/2025). KAI Wisata menggelar shalat Idul Fitri 1446 Hijriah perdana di bangunan cagar budaya peninggalan zaman kolonial Belanda tersebut untuk menghilangkan kesan mistis dan meningkatan jumlah wisatawan selama periode libur Lebaran 2025. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/nym.
Umat Islam salat Idul Fitri perdana di Lawang Sewu Semarang, Jawa Tengah (Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)
Jakarta -

Saat ini umat Islam telah memasuki tahun 1446 Hijriah, menandai perjalanan panjang sejak Nabi Muhammad SAW hijrah dari Makkah ke Madinah. Di tengah perjalanan sejarah ini, muncul sebuah pendapat yang menarik perhatian yang menyebutkan bahwa umur umat Islam hanya 1500 tahun.

Pendapat ini mengundang pertanyaan besar tentang benarkah umat Islam hanya akan bertahan hingga tahun ke-1500 Hijriah? Klaim ini berasal dari hasil analisis terhadap sejumlah hadits dan pandangan para ulama, namun benarkah pernyataan tersebut memiliki dasar yang kuat?

Soal Umur Umat Islam Hanya 1500 Tahun

Imam As-Suyuthi pernah menyampaikan bahwa usia dunia hanya mencapai 7.000 tahun. Menurutnya, Nabi Muhammad SAW diutus pada penghujung milenium keenam, yaitu sekitar pertengahan kedua dari seribu tahun tersebut, yakni tahun ke-5.500. Kesimpulannya, usia umat Islam diperkirakan antara 1.000 hingga 1.500 tahun.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam buku Mengungkap Berita Besar dalam Kitab Suci karya 'Abd al-Wahhab 'Abd al-Salam Tawilah, disebutkan sejumlah hadits yang membahas tentang usia umat Islam serta kaitannya dengan datangnya hari kiamat.

Salah satu contohnya ialah hadits riwayat Imam Bukhari dari Abu Musa Al-Asy'ari, yang mana Rasulullah SAW bersabda:

ADVERTISEMENT

"Perumpamaan kaum Muslimin, Yahudi, dan Nasrani adalah seperti seseorang yang menyewa suatu kaum agar bekerja hingga malam. Maka kaum tersebut bekerja hingga tengah hari dan mengatakan, 'Kami tak butuh kepada upahmu.' Lalu, orang tersebut mengupah kaum lainnya dan berkata, 'Lanjutkanlah waktu yang tersisa dari hari ini dan kalian akan mendapat upah yang kusyaratkan.' Maka, mereka pun bekerja hingga tiba waktu sholat Ashar dan berkata, 'Jerih payah kami untukmu (tidak minta upah).' Kemudian, orang tersebut menyewa kaum lainnya dan kaum tersebut bekerja mengisi sisa waktu hari itu hingga tenggelam matahari dan mereka mendapat upah sebanyak upah kedua kaum sebelumnya."

Abu Hurairah RA juga meriwayatkan hadits yang sama, Rasulullah SAW bersabda:

"Permisalan kalian (umat Islam) dengan ahli kitab (Yahudi dan Nasrani) seperti permisalan seseorang yang diberi upah. Ditanya, "Siapa yang mau bekerja dari pagi hingga pertengahan siang (waktu zawal atau waktu Dzuhur) lalu mendapat upah satu qirath?" Lalu yang bekerja ketika itu adalah orang Yahudi.

Kemudian ditanya lagi, "Siapa yang mau bekerja dari pertengahan siang hingga waktu 'Ashar dengan mendapat upah satu qirath?" Lantas yang bekerja adalah Nasrani.

Lalu ditanya lagi, "Siapa yang mau bekerja dari 'Ashar hingga matahari tenggelam, upahnya dua qirath?" Itulah kalian umat Islam.

Yahudi dan Nasrani lantas marah. Mereka katakan, "Kami lebih banyak bekerja, namun kenapa kami diberi sedikit?" Dijawab, "Apakah upah kalian dikurangi?" Mereka jawab, "Tidak." Lalu dijawab, "Itulah keutamaanku dan keutamaan yang diberi pada siapa saja yang dikehendaki oleh Allah." (HR Bukhari)

Al-Hafizh dalam kitab Al-Fath menyebutkan bahwa para ulama hadits sepakat mengenai rentang waktu antara masa kaum Yahudi hingga diutusnya Nabi Muhammad SAW yang melebihi 2000 tahun. Sementara itu, masa keberadaan umat Nasrani berlangsung selama 600 tahun.

Salman Al-Farisi RA berkata, "Fase antara Isa dan Nabi Muhammad SAW adalah 600 tahun." (HR Bukhari)

Amin Muhammad Jamaluddin dalam bukunya Umur Umat Islam, Kedatangan Imam Mahdi, dan Munculnya Dajjal, yang mengutip keterangan Abdul Wahab Abdussalam Thawilah dalam karya Al-Masih Al-Muntazhar wa Nihayah Al-Alam, terjemahan Subhanur menjelaskan tentang hal ini.

Menurut Amin, usia umat Yahudi mencakup masa umat Nasrani dan umat Islam. Jika usia umat Nasrani adalah 600 tahun, masa umat Yahudi yang totalnya sekitar 2000 tahun dikurangi 600 tahun, menghasilkan 1400 tahun lebih sedikit.

Sejumlah sejarawan dan ahli hadits memperkirakan kelebihan "sedikit" ini sekitar 100 tahun, sehingga usia umat Yahudi diperkirakan mencapai 1500 tahun. Jika usia umat Islam dihitung berdasarkan selisih antara usia umat Yahudi dan umat Nasrani, diperoleh angka 900 tahun ditambah sedikit.

Selanjutnya, berdasarkan interpretasi terhadap hadits yang diriwayatkan dari Sa'ad ibn Abi Waqqash RA, yang menyebut angka 500 tahun sebagai ukuran "setengah hari", maka usia umat Islam dihitung menjadi 900 tahun + 500 tahun = 1400 tahun, ditambah sedikit.

Beberapa pendapat menyebut tambahan ini sekitar 100 tahun, sehingga muncul kesimpulan bahwa usia umat Islam adalah sekitar 1500 tahun.

Dalam risalahnya Al-Kasyfu 'an Mujawazati Hadzihil Ummatil Alfi, Imam As-Suyuthi menjelaskan perihal kemunculan Yakjuj dan Makjuj, dan menyebutkan bahwa terdapat banyak hadits yang menunjukkan usia umat Islam melebihi 1000 tahun, namun kelebihannya tidak sampai 500 tahun.

Imam As-Suyuthi menyatakan: "Kita sekarang berada di tahun 1418 Hijriah, bahkan pada tahun 1430 sejak pengutusan Muhammad SAW. Jadi, kita hidup di masa akhir dunia sebelum kiamat, pada masa persiapan menghadapi berbagai macam bencana, dan tragedi akhir yang mendahului tanda-tanda kiamat kubra."

Sanggahan terhadap Pendapat Umur Umat Islam 1500 Tahun

Hadits yang dijadikan dasar bahwa umur umat Islam mencapai 1500 tahun ternyata berstatus dhaif. Dalam Al-Yawm al-Akhir fi al-Qur'an al-'Azhim wa al-Sunnah al-Muthahharah yang diterjemahkan oleh Zaenal Arifin, Abdul Muhsin al-Muthairi menjelaskan sanad hadits tersebut terputus (munqathi') karena Syurah ibn 'Ubayd tidak pernah bertemu langsung dengan Sa'd.

Selain itu, hadits tersebut juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad, namun di dalam sanadnya terdapat perawi bernama Ibnu 'Abdillah yang dinilai dhaif karena riwayatnya dianggap lemah dan tidak dapat dijadikan sandaran.

Adapun sabda Rasulullah SAW, "Aku berharap umatku tidak lemah di sisi Tuhannya (ketika Dia) mengakhirkan mereka selama setengah hari." termasuk hadits shahih, tanpa tambahan "Lalu ditanyakan kepada Sa'd..." Al-Hakim meriwayatkan hadits ini dengan syarat Muslim.

Imam Ibnu Hajar dalam Fath al-Bari, sebagaimana dikutip oleh Muhammad Sayyid Ahmad al-Musayyar dalam Alam al-Ghayb fi al-Aqidah al-Islamiyyah (terjemahan Iman Firdaus dan Taufik Damas), menyatakan bahwa seluruh pendapat yang menetapkan usia dunia dengan angka tertentu bersandar pada informasi yang tidak sahih serta tidak memiliki kejelasan atas kebenarannya.

Selain itu, Ibnu Rajab mengatakan, "Menentukan sisa waktu (umur) dunia dengan bersandar kepada hadits-hadits seperti ini adalah sesuatu yang tidak dibenarkan karena hanya Allah-lah yang mengetahui kapan terjadinya kiamat, dan tidak seorang pun yang diberitahu tentang waktunya. Oleh karenanya, Nabi ketika ditanya tentang kapan terjadinya kiamat telah menjawab, 'Orang yang ditanya tidak lebih tahu daripada yang bertanya'." Jadi, maksud dari perumpamaan Nabi dalam hadits ini ialah sekedar mendekatkan waktu terjadinya hari kiamat, tanpa menentukan waktunya. (Fathul Baari, Ibnu Rajab, 4:338).

Allah Ta'ala berfirman,

يَسْأَلُكَ النَّاسُ عَنِ السَّاعَةِ ۖ قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِنْدَ اللَّهِ ۚ وَمَا يُدْرِيكَ لَعَلَّ السَّاعَةَ تَكُونُ قَرِيبًا

Artinya: "Manusia bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang hari kiamat. Katakanlah: "Sesungguhnya pengetahuan tentang hari kebangkitan itu hanya di sisi Allah". Dan tahukah kamu (hai Muhammad), boleh jadi hari kebangkitan itu sudah dekat waktunya." (QS. Al-Ahzab: 63)

Wallahu a'lam.




(hnh/kri)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads