Perkembangan pesat teknologi, terutama kecerdasan buatan (AI), telah membawa perubahan signifikan dalam kehidupan sosial. Di satu sisi, teknologi menawarkan kemudahan yang belum pernah terbayangkan sebelumnya. Namun, di sisi lain, muncul kekhawatiran akan ancaman dehumanisasi yang mengintai.
Hal ini dibahas dalam diskusi "Iftar Talk" yang diselenggarakan oleh Institute for Humanitarian Islam di Jakarta Pusat, Jumat (14/3/2025). Diskusi tersebut mengangkat tema "Masa Depan Teknologi dan Ancaman Dehumanisasi".
Diskusi ini menghadirkan pakar dari berbagai bidang. Di antaranya ada Direktur Jenderal Sains dan Teknologi Kemendikti Saintek, Ahmad Najib Burhani, dan Direktur Pengembangan Ekosistem Digital Komdigi, Sonny Hendra Sudaryana.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ahmad Najib Burhani mengatakan, pentingnya memahami nilai-nilai kehidupan manusia dalam pengembangan teknologi. Menurutnya, teknologi harus diiringi dengan pemahaman yang mendalam tentang kehidupan sosial masyarakat agar kebijakan dan arah pengembangan teknologi jelas.
"Perkembangan teknologi memang tidak terlepas dari nilai-nilai kehidupan manusia. Dampak teknologi langsung mengenai sendi-sendi kehidupan manusia," ujar Najib Burhani.
"Di sini pentingnya teknologi harus diiringi dengan pemahaman kehidupan sosial masyarakat sehingga kebijakan dan arah teknologi akan jelas dikembangkan ke arah mana," lanjutnya.
Indonesia, kata Najib, sebenarnya bukan pemain baru dalam pengembangan teknologi. Sejak era Presiden Soekarno, Indonesia telah menunjukkan kemajuan yang signifikan, seperti pengembangan satelit Palapa dan teknologi nuklir. Namun, kini, di era AI, Indonesia berada di persimpangan jalan.
"Di saat negara-negara tetangga belum mengembangkan satelit, Indonesia sudah memiliki satelit Palapa. Indonesia juga sudah lama berupaya mengembangkan teknologi nuklir yang digawangi Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), kemudian riset teknologi melalui Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)," tutur Najib Burhani.
"Selain itu, di era ini ada pengembangan teknologi penerbangan dan antariksa nasional atau LAPAN. Lalu industri pesawat terbang yang digawangi BJ Habibie lewat Industri Pesawat Terbang Nasional (IPTN) yang kini menjadi PT Dirgantara Indonesia," jelas Profesor riset di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) itu.
Sonny Hendra Sudaryana dari Komdigi menyoroti pentingnya mengembangkan teknologi yang ramah nilai-nilai kemanusiaan. Ia juga mengungkapkan kekhawatiran tentang potensi eksploitasi data pengguna oleh perusahaan teknologi besar seiring dengan meluasnya akses internet di daerah-daerah terpencil.
"Ketika teknologi masuk di desa-desa, yang pertama kali senang siapa? Jelas perusahaan-perusahaan besar teknologi karena mereka secara otomatis memperoleh banyak data dari platform yang diakses oleh masyarakat," papar Sonny.
Praktisi teknologi, Safiq Pontoh, menambahkan bahwa perkembangan teknologi telah mengubah karakter kehidupan manusia. Ia mengajak masyarakat untuk lebih bijak dalam menghadapi perubahan ini.
Diskusi ini juga dihadiri oleh tokoh-tokoh penting lainnya, seperti Ketua PBNU Savic Ali, Direktur Institute for Humanitarian Islam Yaqut Cholil Qoumas, dan Direktur Alvara Research Hasanuddin Ali. Mereka sepakat bahwa Indonesia perlu mengambil langkah-langkah strategis untuk memastikan bahwa perkembangan teknologi tidak mengorbankan nilai-nilai kemanusiaan.
(hnh/erd)
Komentar Terbanyak
Di Masjid Al Aqsa, Menteri Garis Keras Israel Serukan Ambil Alih Gaza
Menteri Israel Pimpin Ibadah Yahudi di Halaman Masjid Al Aqsa
Indonesia Konsisten Jadi Negara Paling Rajin Beribadah