Sejarah mencatat orang-orang Arab dan Persia ramai-ramai ke Indonesia, yang saat itu masih Nusantara, demi memburu tanaman yang disebut dalam Al-Qur'an. Komoditas ini melimpah di RI.
Tanaman itu adalah kamper atau kapur barus. Ini merujuk pada firman Allah SWT dalam surah Al Insan ayat 5,
Ψ§ΩΩΩΩ Ψ§ΩΩΨ§ΩΨ¨ΩΨ±ΩΨ§Ψ±Ω ΩΩΨ΄ΩΨ±ΩΨ¨ΩΩΩΩΩ Ω ΩΩΩ ΩΩΨ£ΩΨ³Ω ΩΩΨ§ΩΩ Ω ΩΨ²ΩΨ§Ψ¬ΩΩΩΨ§ ΩΩΨ§ΩΩΩΩΨ±ΩΨ§Ϋ Ω₯
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Artinya: "Sesungguhnya orang-orang yang berbuat kebajikan akan minum (khamar) dari gelas yang campurannya air kafur,"
Menurut para mufassir, kafur yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah mata air dalam surga. Sebagian menafsirkan air kafur adalah air tanaman kamper atau kapur barus.
Tanaman kamper populer dengan nama latin Dryobalanops aromatica. Kamper menjadi komoditi dagang internasional yang melimpah di hutan Nusantara. Bahkan harganya saat itu bisa setara dengan emas.
Menurut artikel jurnal berjudul "Politik Historiografi": Sejarah Lokal: Kisah Kemenyan dan Kapur Barus, Sumatera Utara karya Ichwan Azhari yang terbit di jurnal Sejarah dan Budaya edisi Juni 2017, kapur barus banyak tumbuh di hutan-hutan Sumatera bagian utara. Bersama kemenyan, kapur barus menjadi daya pikat pedagang asing di Nusantara.
Besarnya animo pedagang asing terhadap kapur barus dibuktikan dengan keberadaan Prasasti Tamil yang ditemukan di Desa Lobu Tua, Kecamatan Andam Dewi, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara pada 1873 oleh J. Brandes di Barus. Brandes adalah seorang kontrolir Belanda.
Selain pedagang Tamil, catatan dan laporan perjalanan pedagang asing dari bangsa Arab, Persia, China, Melayu, Jawa, hingga Eropa menjadi bukti berharganya kapur barus sebagai komoditas dagang pada waktu itu.
Sumber Arab yang berjudul Ahbar as-Sin wa I-Hind atau Catatan Mengenai China dan India yang ditulis pada 851 M oleh Abu Zayd al-Sirafi mencatat daerah Fansur menjadi penghasil kamper bermutu tinggi. Keterangan ini juga terdapat dalam naskah berjudul Nukhbat Al-Dahr fi Ajaib Al-Barr wa Al-Bahr karya ahli geografi bernama al-Dimaski yang meninggal pada 1325 M.
Sementara sumber Persia dari sebuah buku berjudul Akbarnameh karya Abu al-Fazl memberi informasi bahwa di antara jenis kamper yang terbaik adalah ribΔhΔ« atau FancΕ«rΔ«. Walaupun namanya beda tetapi jenisnya sama. Menurut catatan ini, kamper pertama kalinya ditemukan oleh seorang raja bernama Ribah, dekat Fancur, sebuah tempat dekat Pulau Sanadib. Kamper diambil dari batang dan dahannya.
Dalam buku Islam dalam Arus Sejarah Indonesia, Jajat Burhanudin mencatat jejak-jejak kehadiran muslim masa awal di Nusantara sebagian berkaitan dengan kondisi Kerajaan Sriwijaya yang menjadi pusat dagang internasional. Raja Sriwijaya pernah berkirim surat ke khalifah di Timur Tengah yang salah satu isinya menyebut produk komoditas dagang penting, yaitu bumbu-bumbu, wewangian, pala, dan kapur barus.
Pedagang muslim dari Arab dan Persia tercatat berdatangan untuk melakukan hubungan dagang. Kedatangan mereka juga menjadi sarana masuknya Islam di Nusantara.
Informasi dari pengembara Arab pada abad ke-10 menyebut Kota Barus menjadi bagian dari Sriwijaya. Sumber itu juga menyebut pelabuhan tersebut dikunjungi banyak pedagang dari berbagai negara, khususnya India, Persia, dan Arab.
Barus dikenal dengan Barousai atau Fansur. Penamaan ini disebut-sebut dilatarbelakangi oleh keberadaan kapur barus di wilayah tersebut. Barus sendiri menjadi salah satu bandar dagang penting di Pantai Barat Sumatera.
(kri/lus)
Komentar Terbanyak
MUI Kecam Rencana Israel Ambil Alih Masjid Al Ibrahimi di Hebron
Pengumuman! BP Haji Buka Lowongan, Rekrut Banyak SDM untuk Persiapan Haji 2026
Info Lowongan Kerja BP Haji 2026, Merapat!