Mengenal Apa Itu Sidang Isbat, Kegiatan untuk Penentuan Awal Ramadan

#RamadanJadiMudah by BSI

Mengenal Apa Itu Sidang Isbat, Kegiatan untuk Penentuan Awal Ramadan

Devi Setya - detikHikmah
Jumat, 28 Feb 2025 12:00 WIB
Ilustrasi Rukyat Hilal
Ilustrasi pemantauan hilal Foto: ANTARA FOTO/Maulana Surya
Jakarta -

Sidang isbat menjadi kegiatan rutin yang digelar menjelang Ramadan. Melalui sidang ini, pemerintah Indonesia mengumumkan penetapan awal Ramadan, Idul Fitri dan juga Idul Adha.

Menjelang Ramadan, sidang isbat rutin digelar setiap tahunnya di penghujung bulan Syaban.

Mengutip buku Hisab Rukyat Indonesia: Diversitas Metode Penentuan Awal Bulan Kamariah karya Muhammad Awaludin, sidang isbat adalah sidang untuk menetapkan kapan jatuhnya tanggal 1 Ramadan, 1 Syawal dan 1 Zulhijjah. Sidang ini dihadiri berbagai ormas Islam di Indonesia dan dipimpin langsung oleh Menteri Agama RI.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kata 'isbat' dalam bahasa Arab berarti penetapan atau penentuan. Karena itu secara sederhana sidang isbat dapat diartikan sebagai sidang untuk menetapkan atau menentukan awal bulan pada kalender Hijriyah.

Dalam sidang isbat, turut hadir pula beberapa tamu undangan seperti Duta Besar Negara-negara sahabat, Anggota DPR RI, perwakilan MA, Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan berbagai pihak terkait lainnya.

ADVERTISEMENT

Sidang isbat menjadi agenda yang penting karena berkaitan dengan informasi penetapan 1 Ramadan, Syawal dan Zulhijjah. Sidang isbat yang menghimpun berbagai informasi baik dari hasil hisab maupun laporan rukyat dari seluruh titik observasi hilal di Indonesia, memberikan keyakinan bagi umat Islam dalam melaksanakan ibadah.

Sejarah Sidang Isbat

Merujuk buku Mengapa Umat Islam Tertinggal? Tawaran Indonesia Untuk Dunia Islam karya Dr. Ir. Muhammad Najib M.Sc., sejarah sidang isbat dimulai tahun 1950-an. Inisiatif ini diambil pemerintah untuk menjembatani perbedaan di antara ormas-ormas Islam dalam menentukan awal bulan kalender Hijriyah. Masalah ini menjadi penting saat menentukan awal Ramadan untuk memulai puasa, Syawal untuk menetapkan Idul Fitri dan Zulhijjah untuk menetapkan Hari Raya Idul Adha.

Saat itu ada dua kelompok besar, yaitu yang menggunakan metode hisab (perhitungan) astronomi dan metode rukyah (mengamati) langsung posisi bulan. Inisiatif ini memberikan manfaat besar bagi masyarakat, untuk menghindari perbedaan dalam penentuan Ramadan dan Idul Fitri.

Hasil dari metode hisab astronomi dan metode rukyah tidak selalu sama. Itulah sebabnya beberapa kali Ramadan di Indonesia dilakukan secara berbeda. Untuk diketahui, sidang isbat penentuan Ramadan dan Idul Fitri hanya ada di Indonesia.

Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan, teknologi satelit kemudian dimanfaatkan untuk mengamati posisi bulan sehingga bisa diamati tanpa terkendala cuaca buruk seperti mendung ataupun hujan.

Perbedaan pendekatan hisab dan rukyah murni kemudian sudah tidak relevan lagi, karena rukyah posisi bulan dapat dilakukan kapan saja.

Kemudian sejak tahun 1972, Kementerian Agama (Kemenag) membentuk sebuah badan yang bernama Badan Hisab dan Rukyah (BHR). Badan ini mengikuti perkembangan metodologi penetapan awal bulan dalam kalender hijriyah termasuk penggunaan instrumen yang digunakan akibat perkembangan teknologi.

Dilansir dari laman RRI, BHR mengemban beberapa tugas utama yakni sebagai berikut:

Pertama, menentukan hari-hari besar Islam dan hari libur nasional yang berlaku seluruh Indonesia.

Kedua, menyatukan penentuan awal bulan Islam yang berkaitan dengan ibadah umat Islam, seperti 1 Ramadan, 1 Syawal (Idul Fitri), 10 Zulhijjah (Idul Adha).

Ketiga, menjaga persatuan umat Islam, mengatasi pertentangan dan perbedaan dalam pandangan ahli hisab dan rukyat dan meminimalisir adanya perbedaan dalam partisipasi untuk membangun bangsa dan negara.

Berada di bawah naungan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, BHR berubah nama menjadi Tim Hisab dan Rukyat, dan belakangan menjadi Tim Unifikasi Kalender Hijriyah.




(dvs/dvs)

Hide Ads