Menag Nasaruddin: Tidak Boleh Ada Monopoli Tafsir dalam Memahami Ajaran Islam

Menag Nasaruddin: Tidak Boleh Ada Monopoli Tafsir dalam Memahami Ajaran Islam

Hanif Hawari - detikHikmah
Kamis, 06 Feb 2025 14:00 WIB
Menag Nasaruddin Umar dalam Studium Generale Pendidikan Kader Ulama Masjid Istiqlal (PKU-MI) di Aula VIP Masjid Istiqlal, Jakarta, Selasa (4/3/2025).
Menag Nasaruddin Umar dalam Studium Generale Pendidikan Kader Ulama Masjid Istiqlal (PKU-MI) di Aula VIP Masjid Istiqlal, Jakarta, Selasa (4/3/2025). Foto: Dok. Kemenag
Jakarta -

Menteri Agama, Nasaruddin Umar, mengingatkan akan bahaya monopoli tafsir dalam memahami ajaran Islam. Ia menekankan pentingnya keterbukaan dan pemikiran kritis dalam menafsirkan ajaran agama.

Hal ini disampaikan saat memberikan sambutan dalam Studium Generale Pendidikan Kader Ulama Masjid Istiqlal (PKU-MI) di Aula VIP Masjid Istiqlal, Jakarta, Selasa (4/3/2025). Acara ini mengangkat tema "Mewujudkan Indonesia Sebagai Kiblat Peradaban Islam Rahmatan li An-Nisa."

"Penting bagi setiap individu untuk memiliki keberanian berpikir kritis," ujar Nasaruddin Umar dalam keterangannya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Nasaruddin Umar, ulama besar lahir dari mereka yang berani memperbaharui pemikiran dengan tetap berpegang pada kaidah-kaidah yang kuat. Tanpa pemahaman yang mendalam, seseorang hanya akan memahami Islam di permukaan tanpa mampu menggali logika yang lebih dalam.

Contohnya seperti bias gender dalam tafsir ayat Al-Qur'an. Nasaruddin Umar menyebut, bahasa Arab memiliki kecenderungan patriarki yang berpengaruh dalam pemaknaan ayat-ayat tertentu, termasuk ayat "Ar-Rijaalu Qawwaamuuna 'ala an-nisa."

ADVERTISEMENT

Ayat itu sering diterjemahkan sebagai laki-laki adalah pemimpin bagi perempuan. Menurutnya, tafsir yang lebih luas dan mendalam sangat diperlukan untuk menghindari pemahaman yang bias gender.

"Ada pendapat yang mengatakan bahwa makna tersebut merupakan hasil tafsir yang bias gender. Oleh karena itu, pemahaman yang lebih luas dan mendalam sangat diperlukan agar tidak terjadi monopoli tafsir oleh satu kelompok saja," jelasnya.

Menag juga mengingatkan bahwa generasi penerus Muslim harus memiliki wawasan keilmuan yang menyeluruh. Tidak hanya dari aspek ritual, tetapi juga dari sudut pandang linguistik, budaya, dan sejarah.

"Dengan pemahaman yang mendalam, umat Islam dapat menjaga nilai-nilai agama dengan tetap relevan dalam perkembangan zaman," tutur Imam Masjid Istiqlal itu.

Dalam kesempatan yang sama, Menteri PPPA, Aifatul Choiriyah Fauzi, mengapresiasi PKU-MI karena turut melibatkan calon ulama perempuan. Ia menekankan bahwa kehadiran ulama dengan perspektif gender sangat penting di tengah dinamika sosial yang semakin kompleks.

"Kita memerlukan kader ulama atau pemimpin masa depan yang tidak hanya memegang teguh ajaran agama, tetapi juga berperan dalam kepemimpinan progresif yang berperspektif gender, memberdayakan perempuan dan melindungi anak Indonesia," ujar Aifatul Choiriyah Fauzi.

Ia pun menyoroti tantangan besar dalam mewujudkan kesetaraan gender di Indonesia, termasuk tingginya angka kekerasan terhadap perempuan dan anak. Berdasarkan Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) 2024, satu dari empat perempuan usia 15-64 tahun di Indonesia pernah mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual sepanjang hidupnya.

Sementara itu, Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) 2024 mencatat sekitar 50,78 persen anak usia 13-17 tahun pernah mengalami kekerasan sepanjang hidup mereka, dengan persentase anak laki-laki sebesar 49,83 persen dan anak perempuan 51,78 persen.

"Angka-angka ini mengingatkan kita bahwa perjuangan untuk mengakhiri ketimpangan gender dan kekerasan terhadap perempuan serta anak masih menjadi pekerjaan rumah besar yang harus kita selesaikan bersama-sama," tukas Aifatul Choiriyah Fauzi.

Dengan hadirnya program seperti PKU-MI, diharapkan muncul generasi ulama yang memiliki pemahaman keislaman yang luas, mendalam, dan kontekstual. Sehingga mampu memberikan kontribusi bagi kemajuan Islam di Indonesia serta mewujudkan peradaban yang lebih inklusif dan berkeadilan.




(hnh/lus)

Hide Ads