Hukum memelihara anjing dalam Islam menjadi topik yang sering diperdebatkan di kalangan umat Islam. Beberapa hadits Nabi Muhammad SAW menyebutkan bahwa memelihara anjing tanpa alasan yang dibenarkan dapat mengurangi pahala pemiliknya setiap hari.
Para ulama dari berbagai mazhab memiliki pandangan yang berbeda mengenai hal ini. Selain itu, interaksi dengan anjing juga menimbulkan pertanyaan terkait kenajisan, terutama mengenai air liur anjing yang dianggap najis berat (mughallazhah) dalam beberapa pandangan fikih.
Hal ini menuntut perhatian khusus dalam menjaga kebersihan dan kesucian bagi seorang muslim yang berinteraksi dengan anjing sehingga banyak perdebatan yang muncul terkait hal ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan adanya berbagai macam pendapat ini, bagaimana sebenarnya hukum memelihara anjing dalam Islam? Apakah ada pengecualian tertentu yang membolehkan? Simak penjelasan lengkapnya berikut ini.
Hukum Memelihara Anjing dalam Islam Menurut Hadits
Hukum memelihara anjing telah dijelaskan dalam hadits. Rasulullah SAW tidak sepenuhnya melarang, tetapi menganjurkan umatnya untuk berhati-hati dan menghindarinya.
Menurut artikel tanya jawab fikih yang dipublikasikan Tim Layanan Syariah Ditjen Bimas Islam dalam situs Kementerian Agama RI, hukum memelihara anjing dalam Islam diuraikan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim. Rasulullah SAW menyampaikan bahwa jika seorang muslim memelihara anjing tanpa alasan syar'i seperti berburu, menjaga ternak, atau melindungi kebun, pahala pemiliknya akan berkurang setiap hari.
"Sebagaimana sabda Rasulullah dalam riwayat Imam Muslim: 'Barang siapa yang memelihara anjing bukan untuk memburu, menjaga ternak, atau menjaga kebun, maka pahalanya akan berkurang sebanyak dua qirath setiap hari'."
Pendapat Ulama Mengenai Hukum Memelihara Anjing
Terdapat berbagai pandangan di kalangan ulama mengenai hukum memelihara anjing bagi seorang muslim dan yang paling terkenal adalah pandangan dari ulama Mazhab Syafi'i' dan Mazhab Maliki.
1. Mazhab Syafi'
Dalam Mazhab Syafi'i, para ulama menafsirkan bahwa hukum memelihara anjing dalam Islam tanpa kebutuhan tertentu tidak diperbolehkan. Imam Nawawi menjelaskan dalam Shahih Muslim bi Syarhi an-Nawawi bahwa hukum ini berlaku kecuali jika anjing dipelihara untuk tujuan khusus, seperti berburu, menjaga tanaman, atau ternak.
"Menurut mazhab kami, memelihara anjing tanpa kebutuhan khusus dianggap haram. Namun, jika anjing dipelihara untuk berburu, menjaga tanaman, atau menjaga ternak, hal itu diperbolehkan. Adapun dalam hal memelihara anjing untuk menjaga rumah, gerbang, atau tujuan lainnya, ulama kami memiliki perbedaan pendapat," jelas Imam an-Nawawi.
"Pendapat pertama menyatakan bahwa tidak diperbolehkan berdasarkan larangan yang tegas dalam hadits, yang melarang kecuali untuk tiga tujuan tertentu: menjaga tanaman, berburu, dan menjaga ternak. Pendapat kedua, yang lebih sahih, memperbolehkan dengan mendasarkan pada analogi (qiyas) terhadap tiga kebutuhan tersebut, yang diambil dari hikmah yang terkandung dalam hadits tersebut, yaitu kebutuhan khusus," jelasnya.
2. Mazhab Maliki
Sementara itu, Mazhab Maliki memiliki pandangan yang berbeda. Menurut Ibnu Abdil Barr, yang mengutip pernyataan Imam Malik, hukum memelihara anjing dalam Islam diizinkan untuk berbagai keperluan.
Dalam pandangan Imam Malik, hukum ini mencakup tujuan seperti menjaga tanaman, berburu, dan ternak. Namun, terdapat pendapat lain dari sahabat Ibnu Umar yang hanya membolehkan memelihara anjing untuk berburu dan menjaga ternak. Sikap ini mengacu pada hadits Abu Hurairah, Sufyan bin Abu Zuhair, Ibnu Mughaffal, dan yang sejenisnya.
Hal ini diuraikan oleh Ibnu Abdil Barr dalam Al-Istidzkar Al-Jami' li Madzahibi Fuqaha'il Amshar.
Lebih lanjut, Ibnu Abdil Barr juga menjelaskan larangan memelihara anjing yang disebutkan dalam hadits tidak selalu bermakna haram, melainkan lebih kepada makruh. Pengurangan pahala yang disebutkan adalah bentuk peringatan agar umat Islam berhati-hati. Ia menjelaskan:
"Pada hadits ini terdapat dalil bahwa pemeliharaan anjing dianggap haram, meskipun bukan untuk keperluan menjaga tanaman, ternak perah, atau berburu. Makna dari ungkapan hadits 'Siapa saja yang menjadikan anjing' atau 'memelihara anjing' bukan untuk menjaga tanaman, menjaga ternak perah, atau berburu, maka akan berkurang pahalanya sebanyak satu qirath, menunjukkan bahwa yang ditekankan adalah kebolehan, bukan larangan."
"Hal ini disebabkan karena larangan tidak dapat diambil dari pernyataan, 'Siapa yang melakukan ini, maka akan berkurang amalnya atau pahalanya sekian.' Larangan tersebut dimaksudkan untuk mencegah agar Muslim yang taat tidak terjerumus ke dalamnya. Ungkapan ini mengindikasikan larangan yang bersifat makruh, bukan haram. Wallahu a'lam,"
(kri/kri)
Komentar Terbanyak
Ustaz Khalid Basalamah Buka Suara Usai Dipanggil KPK
Naudzubillah! Ini Ciri-ciri Wanita yang Jadi Pengikut Dajjal pada Akhir Zaman
Kemenag Imbau Masyarakat Tak Usir Anak-Anak yang Berisik di Masjid