Sejarah dan Isi Teks Resolusi Jihad, Dasar Ditetapkannya Hari Santri Nasional

Sejarah dan Isi Teks Resolusi Jihad, Dasar Ditetapkannya Hari Santri Nasional

Amelia Ghany Safitri - detikHikmah
Selasa, 22 Okt 2024 14:01 WIB
Pendiri NU KH Hasyim Asyari
Ilustrasi KH. Hasyim Asy'ari, pencetus Resolusi Jihad. Foto: Edi Wahyono/detikcom
Jakarta -

Resolusi Jihad yang juga menjadi dasar ditetapkannya Hari Santri Nasional pada tanggal 22 Oktober merupakan sebuah perjuangan dalam mempertahankan kemerdekaan dan memperkuat semangat kebangkitan umat Islam.

Mengutip buku Sejarah Pergerakan Nasional yang ditulis oleh Wahyu Iryana, Resolusi Jihad merupakan maklumat yang disampaikan Nahdlatul Ulama (NU) kepada warganya untuk berjihad, berperang mengusir kedatangan Inggris di bumi Indonesia yang sebenarnya sudah mendeklarasikan diri sebagai bangsa yang merdeka.

Inti dari Resolusi Jihad ini adalah mewajibkan para ulama dan seluruh anggota NU serta umat Islam, secara bersama-sama dengan gerakan-gerakan perlawanan rakyat lainnya, menentang kekuasaan kolonialisme dan imperialisme di Indonesia. Berikut sejarah singkat dan isi teks dari Resolusi Jihad.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sejarah Singkat Resolusi Jihad dan Penetapan Hari Santri Nasional

Dalam buku Santri Melek Politik oleh Tim Redaksi Majalah Tebuireng, dijelaskan bahwa Hari Santri Nasional, yang diperingati setiap tanggal 22 Oktober, merupakan pengakuan negara atas peran santri dalam sejarah politik Indonesia.

Peristiwa Resolusi Jihad 1945 menjadi momen penting bagi santri dalam melawan penjajahan dan kolonialisme, yang memperkuat peran mereka dalam perjuangan kemerdekaan.

ADVERTISEMENT

Tanggal ini dipilih karena pada tanggal 22 Oktober 1945, Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy'ari, sebagai Rais Akbar PBNU, mengeluarkan Resolusi Jihad untuk melawan pasukan kolonial di Surabaya.

Resolusi Jihad ini muncul pada masa Indonesia yang belum stabil pasca Proklamasi Kemerdekaan. Setelah dua bulan, Indonesia menghadapi kurangnya pengakuan dari negara-negara lain, sementara Belanda berusaha mempropagandakan bahwa Indonesia masih merupakan negara boneka.

Hal ini mengkhawatirkan pemimpin kemerdekaan, termasuk Presiden Soekarno, yang kemudian meminta arahan kepada Kiai Hasyim. Atas permintaan tersebut, Kiai Hasyim menginstruksikan PBNU untuk mengadakan rapat yang diadakan pada 21-22 Oktober 1945 di Surabaya.

Rapat ini menghasilkan pokok-pokok kewajiban umat Islam dalam berjihad untuk mempertahankan bangsa dan negara, yang dikenal sebagai Resolusi Jihad.

Kiai Hasyim menyampaikan seruan ini sebagai komitmen umat Islam untuk mempertahankan kedaulatan Republik Indonesia.

Resolusi ini juga menyoroti tindakan kejam Belanda dan Jepang yang mengganggu ketenangan di Indonesia. Oleh karena itu, Resolusi Jihad menyerukan pemerintah untuk mengambil sikap tegas terhadap ancaman yang membahayakan kemerdekaan, terutama dari Belanda.

PBNU juga menyerukan umat Islam untuk meneruskan perjuangan demi tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Resolusi Jihad ini menjadi pemicu semangat perlawanan rakyat terhadap Belanda, yang puncaknya terjadi pada 10 November 1945, di mana peristiwa tersebut kemudian dikenal sebagai Hari Pahlawan.

Penetapan 22 Oktober sebagai Hari Santri berdasarkan Resolusi Jihad juga mengungkapkan kontribusi perjuangan santri dalam membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sayangnya, sejarah ini belum banyak diketahui generasi muda, padahal merupakan bukti kuat akan peran santri dalam melawan kolonialisme.

Isi Teks Resolusi Jihad

Merujuk pada buku Mengawal Aktualisasi Resolusi Jihad oleh Tim Redaksi Majalah Tebuireng, berikut isi teks Resolusi Jihad 22 Oktober 1945 yang telah disempurnakan ejaannya.

Tuntutan Nahdlatul Ulama kepada
Pemerintah Republik
Supaya mengambil tindakan yang sepadan
Resolusi wakil-wakil daerah Nahdlatul Ulama Seluruh Jawa-Madura

Bismillahirrahmanirrahim

Resolusi:

Rapat besar wakil-wakil daerah (Konsul) Perhimpunan Nahdlatul Ulama seluruh Jawa-Madura pada tanggal 21-22 Oktober 1945 di Surabaya.

Mendengar:

Bahwa di tiap daerah di seluruh Jawa-Madura ternyata betapa besarnya hasrat umat Islam dan 'Alim Ulama di tempatnya masing-masing untuk mempertahankan dan menegakkan AGAMA, KEDAULATAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA MERDEKA.

Menimbang:

a. Bahwa untuk mempertahankan dan menegakkan Negara Republik Indonesia menurut hukum Agama Islam, termasuk sebagai satu kewajiban bagi tiap orang Islam.

b. Bahwa di Indonesia ini warga negaranya adalah sebagian besar terdiri dari umat Islam.

Mengingat:

1. Bahwa oleh pihak Belanda (NICA) dan Jepang yang datang dan berada di sini telah sangat banyak sekali dijalankan kejahatan dan kekejaman yang mengganggu ketenteraman umum.

2. Bahwa semua yang dilakukan oleh mereka itu dengan maksud melanggar kedaulatan Negara Republik Indonesia dan Agama, dan ingin kembali menjajah di sini, maka beberapa tempat telah terjadi pertempuran yang mengorbankan beberapa banyak jiwa manusia.

3. Bahwa pertempuran itu sebagian besar telah dilakukan oleh umat Islam yang merasa wajib menurut hukum Agamanya untuk mempertahankan Kemerdekaan Negara dan Agamanya.

4. Bahwa di dalam menghadapi segala kejadian itu perlu mendapat perintah dan tuntutan yang nyata dari Pemerintah Republik Indonesia yang sesuai dengan kejadian tersebut.

Memutuskan:

1. Memohon dengan sangat kepada Pemerintah Republik Indonesia supaya menentukan suatu sikap dan tindakan yang nyata serta sepadan terhadap usaha-usaha yang akan membahayakan Kemerdekaan dan Agama dan Negara Indonesia terutama terhadap pihak Belanda dan kaki tangannya.

2. Selamanya memerintahkan melanjutkan perjuangan bersifat "sabilillah" untuk tegaknya Negara Republik Indonesia Merdeka dan Agama Islam.

Surabaya, 22 Oktober 1945
NAHDLATUL ULAMA




(inf/inf)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads