Bagaimana Kedudukan Anak Angkat dalam Islam?

Bagaimana Kedudukan Anak Angkat dalam Islam?

Amelia Ghany Safitri - detikHikmah
Senin, 14 Okt 2024 20:00 WIB
Keluarga muslim
Ilustrasi keluarga muslim (Foto: Getty Images/faidzzainal)
Jakarta -

Anak angkat adalah anak yang diambil dan diasuh oleh orang tua yang bukan orang tua kandungnya, baik karena orang tua tidak memiliki keturunan, ingin membantu orang lain, atau alasan lainnya.

Namun, ketidaktahuan banyak umat Islam tentang hukum-hukum terkait anak angkat seringkali menimbulkan masalah yang cukup memprihatinkan. Lantas, bagaimana kedudukan anak angkat dalam Islam?

Tradisi Adopsi Anak pada Zaman Jahiliah

Merangkum buku Tafsir Fi Zhilalil Qur`an karya Sayyid Quthb, masyarakat Arab pada saat itu menyamakan kedudukan anak angkat dengan anak kandung, bisa jadi karena ada beberapa anak yang tidak dikenal orang tuanya. Sehingga, mungkin saja ada orang yang tertarik dengan salah seorang dari mereka, kemudian mengadopsinya sebagai anak, lalu menasabkannya kepada dirinya dan dipanggil sebagai anaknya. Akhirnya, dia dan anak angkatnya itu dapat saling mewarisi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di sana juga ada anak-anak yang dikenal dan diketahui orang tuanya. Namun, bisa jadi ada seorang yang tertarik dengan salah seorang dari mereka kemudian mengadopsinya sebagai anak, lalu menasabkannya kepada dirinya dan dipanggil sebagai anaknya. Sehingga, orang-orang mengenalnya sebagai anak kandungnya dan dia dimasukkan dalam anggota keluarganya.

Di antara mereka adalah Zaid ibnu Haritsah Al-Kalbi. Ia berasal dari kabilah Arab. Dia ditawan pada saat kecil di suatu peperangan zaman jahiliah. Maka, Hakim bin Hizam pun membelinya untuk Khadijah RA Setelah Khadijah dinikahi oleh Rasulullah SAW, kemudian dia memberikannya kepada Rasulullah SAW.

ADVERTISEMENT

Kemudian bapak kandung Zaid dan pamannya datang meminta kepada Rasulullah SAW agar dia dibebaskan dan diberikan kepada mereka. Maka, Rasulullah SAW pun memberikan hak sepenuhnya. kepada Zaid untuk memilih antara bapaknya atau hidup bersama Rasulullah SAW. Zaid ternyata memilih Rasulullah SAW yang kemudian memerdekakannya dan mengadopsinya sebagai anak. Sehingga, orang-orang memanggilnya Zaid bin Muhammad. Zaid merupakan orang yang pertama masuk Islam dari golongan hamba sahaya.

Kedudukan Anak Angkat dalam Islam

Mengutip sumber sebelumnya, berikut penjelasan mengenai kedudukan anak angkat dalam Islam

1. Anak Angkat Tidak Dapat Dijadikan Anak Kandung

Islam telah mengatur hubungan keluarga berdasarkan sifat alami dan menjelaskan ikatan-ikatannya dengan jelas, tanpa campur aduk atau kekurangan. Oleh karena itu, Islam membatalkan dan menolak adat adopsi, serta mengembalikan hubungan keluarga kepada yang sebenarnya, yaitu hubungan darah antara orang tua dan anak. Allah berfirman dalam surah Al-Ahzab ayat 4,

مَّا جَعَلَ ٱللَّهُ لِرَجُلٍ مِّن قَلْبَيْنِ فِى جَوْفِهِۦ ۚ وَمَا جَعَلَ أَزْوَٰجَكُمُ ٱلَّٰٓـِٔى تُظَٰهِرُونَ مِنْهُنَّ أُمَّهَٰتِكُمْ ۚ وَمَا جَعَلَ أَدْعِيَآءَكُمْ أَبْنَآءَكُمْ ۚ ذَٰلِكُمْ قَوْلُكُم بِأَفْوَٰهِكُمْ ۖ وَٱللَّهُ يَقُولُ ٱلْحَقَّ وَهُوَ يَهْدِى ٱلسَّبِيلَ

Arab Latin: Mā ja'alallāhu lirajulim ming qalbaini fī jaufih, wa mā ja'ala azwājakumul-lā`ī tuẓāhirụna min-hunna ummahātikum, wa mā ja'ala ad'iyā`akum abnā`akum, żālikum qaulukum bi`afwāhikum, wallāhu yaqụlul-ḥaqqa wa huwa yahdis-sabīl

Artinya: "Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya; dan Dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zhihar itu sebagai ibumu, dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar)."

2. Anak Angkat Tetap Dinasabkan kepada Ayah Kandungnya Bukan Ayah Angkatnya

Allah SWT memerintahkan agar kaum muslimin memanggil anak angkat mereka dengan nama bapak kandung mereka sendiri, bukan bapak angkatnya.

Ketentuan memanggil anak angkat dengan nama bapak kandungnya adalah bentuk keadilan yang menempatkan segala sesuatu pada posisi yang tepat. Ini juga membangun hubungan berdasarkan fitrah, menghargai keistimewaan dan bakat yang dimiliki oleh ayah maupun anak.

Ketentuan ini tidak membebani anak dengan tanggung jawab yang seharusnya ditanggung oleh ayah kandungnya. Anak tidak akan dibebani dengan kelebihan atau keistimewaan yang seharusnya milik ayahnya. Selain itu, anak tidak perlu memikul tanggung jawab atas beban orang tua yang bukan secara biologisnya. Allah berfirman dalam surah Al-Ahzab ayat 5,

اُدْعُوْهُمْ لِاٰبَاۤىِٕهِمْ هُوَ اَقْسَطُ عِنْدَ اللّٰهِۚ فَاِنْ لَّمْ تَعْلَمُوْٓا اٰبَاۤءَهُمْ فَاِخْوَانُكُمْ فِى الدِّيْنِ وَمَوَالِيْكُمْۗ وَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيْمَآ اَخْطَأْتُمْ بِهٖ وَلٰكِنْ مَّا تَعَمَّدَتْ قُلُوْبُكُمْۗ وَكَانَ اللّٰهُ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا

Arab Latin: ud'ûhum li'âbâ'ihim huwa aqsathu 'indallâh, fa il lam ta'lamû âbâ'ahum fa ikhwânukum fid-dîni wa mawâlîkum, wa laisa 'alaikum junâḫun fîmâ akhtha'tum bihî wa lâkim mâ ta'ammadat qulûbukum, wa kânallâhu ghafûrar raḫîmâ

Artinya: "Panggillah mereka (anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak mereka. Itulah yang adil di sisi Allah. Jika kamu tidak mengetahui bapak mereka, (panggillah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. Tidak ada dosa atasmu jika kamu khilaf tentang itu, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."

3. Anak Angkat Tidak Mendapatkan Hak Wali dan Hak Waris

Dalam buku Konsep Maslahah dalam Modernisasi Hukum Kewarisan Islam di Indonesia oleh Defel Fakhyadi, Umar Sulayman Al-Ashqar menyatakan bahwa perkawinan merupakan salah satu penyebab timbulnya hubungan nasab antara anak dengan orang tua dan akan menimbulkan hak keharaman untuk saling menikahi (mahram) dan dikategorikan sebagai orang yang berhak menerima warisan.

Anak kandung akan mendapatkan hak dari orang tuanya seperti hak kewarisan, hak wali, nafkah, hadhanah (pemeliharaan anak) sedangkan anak angkat hanya dalam batas kasih sayang dan pemeliharaan saja tidak dengan hak wali dan waris.

Hal ini senada dengan pendapat Muhammad Jawad Mughniyah bahwa dalam proses pengangkatan, anak angkat mendapatkan kasih sayang seperti anak sah. Akan tetapi dalam ketentuan Islam, anak angkat tidak dapat dijadikan sebagai orang yang berhak mewarisi karena pengangkatan anak tidak akan mengubah statusnya dengan orang tua kandungnya.

Ini menandakan bahwa anak angkat tidak berhak mewarisi harta orang tua angkat, begitu juga sebaliknya, meskipun orang tua melakukan perbuatan hukum, hubungan kewarisan tidak akan bisa terjadi seperti yang berlaku pada masa jahiliah dahulu yang menjadikan anak angkat sebagai orang yang paling berhak menerima harta warisan.




(aeb/lus)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads