Syarat puasa merupakan salah satu hal yang wajib dipenuhi oleh umat Islam agar ibadah puasa yang dikerjakan dapat dianggap sah dan sesuai syariat.
Puasa adalah satu rukun Islam yang wajib seorang muslim laksanakan. Umat-umat terdahulu sebelum masa kenabian Muhammad SAW juga telah mendapatkan perintah untuk berpuasa, sebagaimana telah disebutkan di dalam Al-Qur'an surah Al-Baqarah ayat 183,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Arab Latin: yâ ayyuhalladzîna âmanû kutiba 'alaikumush-shiyâmu kamâ kutiba 'alalladzîna ming qablikum la'allakum tattaqûn
Artinya: "Wahai orang yang beriman, diwajibkan kepadamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan kepada umat sebelummu agar kamu bertakwa."
Setiap tahun umat Islam menyambut secara khusus kedatangan bulan puasa, yang juga dikenal dengan bulan Ramadhan. Dianjurkan juga bagi umat Islam untuk mengerjakan puasa sunnah pada hari-hari tertentu. Kedua puasa ini tentu memiliki ketentuan dan syarat yang wajib umat Islam penuhi agar puasa yang dilaksanakan dianggap sah.
Syarat Wajib Puasa
Dalam buku Puasa Bukan Hanya Saat Ramadhan karya Ahmad Sarwat, disebutkan bahwa syarat wajib adalah hal-hal yang membuat seseorang menjadi wajib untuk melakukan puasa. Bila salah satu syarat ini tidak terpenuhi pada diri seseorang, puasa itu menjadi tidak wajib atas dirinya. Begitu pula sebaliknya, bila salah satu dari syarat wajib tidak terpenuhi pada diri seseorang, orang itu tidak diwajibkan berpuasa. Di antara syarat-syarat yang mewajibkan seseorang harus berpuasa antara lain, yaitu:
1. Islam
Dalam hal ini ada sedikit perbedaan antara Al-Hanafiyah dan Jumhur ulama. Al-Hanafiyah memandang bahwa Islam merupakan syarat wajib, sedangkan dalam pandangan jumhur ulama mengatakan bahwa Islam adalah syarat sah.
Perbedaan keduanya, jika seseorang merupakan memiliki status keislaman, maka ini dikatakan sebagai syarat wajib, dan orang yang statusnya bukan Islam menjadi tidak wajib menjalankan puasa. Artinya, bagi seorang kafir tidak diwajibkan berpuasa oleh Allah SWT.
2. Balig
Syarat kedua yang menjadikan seseorang wajib untuk mengerjakan puasa adalah masalah usia balig. Mereka yang belum sampai usia balig, seperti anak kecil, tidak ada kewajiban untuk berpuasa.
Namun, orang tuanya wajib melatihnya berpuasa ketika berusia tujuh tahun. Bahkan, bila ia sudah sampai sepuluh tahun, boleh dikenakan sanksi jika tidak melaksanakannya. Hal ini seperti ketika melatih anak-anak untuk salat. Dari Ibnu Amr bahwa Rasulullah SAW bersabda,
"Perintahkan anak-anak kamu untuk mengerjakan shalat ketika berusia tujuh tahun dan pukullah mereka karena tidak menegakkan shalat ketika berusia sepuluh tahun. Pisahkan pula tempat tidur mereka." (HR. Abu Daud dan Hakim serta disahihkan dalam Al-Jamius Shaghir)
Mazhab Asy-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah membolehkan anak yang sudah berusia sepuluh tahun, jika ia masih tidak mau berpuasa, diberi hukuman dengan pukulan. Bila mereka berpuasa, pahala akan diberikan kepada anak-anak itu. Meski demikian, secara hukum, anak-anak termasuk yang belum mendapat beban (taklif) untuk mengerjakan puasa.
3. Berakal
Maksud dari berakal disini adalah orang tersebut tidak gila, atau tidak memiliki gangguan kejiwaan. Orang yang gila tidak wajib berpuasa bahkan tidak perlu menggantinya atau tidak perlu mengqadanya. Kecuali bila melakukan sesuatu secara sengaja yang mengantarkannya kepada kegilaan, diwajibkan ia berpuasa atau wajib menggantinya. Hal ini juga berlaku pada orang mabuk, bila mabuknya disengaja. Tetapi, bila mabuknya tidak disengaja, tidak wajib atasnya berpuasa.
4. Sehat
Orang yang sedang sakit tidak wajib melaksanakan puasa. Namun, dia wajib menggantinya pada hari lain ketika kesehatannya telah pulih. Allah SWT berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 185,
وَمَنْ كَانَ مَرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَۗ
Arab Latin: wa mang kâna marîdlan au 'alâ safarin fa 'iddatum min ayyâmin ukhar
Artinya: "... Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan, (wajib menggantinya) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain...."
Jenis penyakit yang membolehkan seseorang tidak menjalankan kewajiban puasa adalah penyakit yang akan bertambah parah bila berpuasa. Atau, ditakutkan penyakitnya akan terlambat untuk sembuh.
5. Mampu atau Sanggup
Allah SWT hanya mewajibkan puasa Ramadhan kepada orang yang memang masih mampu untuk melakukannya. Sedangkan bagi orang yang sangat lemah atau sudah jompo, yang secara fisik memang tidak mungkin lagi melakukan puasa, tidak diwajibkan puasa. Mereka dapat mengganti puasanya dengan fidyah, atau memberi makan orang miskin. Allah SWT berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 184,
وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ
Arab Latin: wa 'alalladzîna yuthîqûnahû fidyatun tha'âmu miskîn
Artinya: "... Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya untuk membayar fidiah, yaitu memberi makan seorang miskin...."
6. Tidak Dalam Perjalanan Jauh (Musafir)
Orang yang dalam perjalanan jauh tidak wajib berpuasa. Tetapi, wajib atasnya mengqada puasanya pada hari lain, sama halnya dengan orang yang sakit.
Dalam hadits Rasulullah SAW disebutkan bahwa: Hamzah Al-Aslami berkata, "Ya Rasulullah, aku kuat tetap berpuasa dalam perjalanan, apakah aku berdosa?" Rasulullah SAW menjawab, "Itu adalah keringanan dari Allah SWT. Siapa yang berbuka, baik, dan siapa yang lebih suka berpuasa, tidak ada dosa." (HR. Muslim: 1121 dan An- Nasai: 4/187)
Namun, menurut para ulama, tidak semua jenis perjalanan itu membolehkan seseorang tidak puasa. Perjalanan yang membolehkan seseorang tidak berpuasa ada syaratnya.
Minimal jarak perjalanan yang membolehkan seseorang mengqada puasanya, yaitu sekitar 47 mil atau 89 km. Jumhur ulama juga mensyaratkan perjalanan yang ditempuh ini bukan perjalanan dalam rangka maksiat, dan sudah memulai perjalanannya sebelum subuh. Artinya, perjalanan itu sudah dilakukan sebelum puasa dimulai pada waktu subuh.
7. Suci dari Haid dan Nifas
Para ulama telah ber-ijma' bahwa para perempuan yang sedang mengalami keluarnya darah haid dan nifas tidak diwajibkan untuk berpuasa. Bahkan, bila tetap dikerjakan juga dengan niat berpuasa, hukumnya berubah menjadi haram. Ketentuan ini didasarkan pada hadits Aisyah RA,
"Kami (perempuan yang haid atau nifas) diperintahkan untuk mengqada puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqada shalat." (HR. Muslim)
(dvs/dvs)
Komentar Terbanyak
Berangkat ke Mesir, Ivan Gunawan Kawal Langsung Bantuan untuk Gaza
Perbedaan Waqaf dan Washal dalam Ilmu Tajwid
Profil Dahnil Anzar Simanjuntak yang Jadi Wakil Menteri Haji dan Umrah