Puasa merupakan salah satu rukun Islam. Puasa juga termasuk ibadah wajib bagi umat Islam. Ada golongan orang yang diperbolehkan tidak puasa namun harus membayar fidyah.
Fidyah diambil dari kata fadaa yang artinya mengganti atau menebus. Fidyah puasa berlaku bagi orang-orang yang tidak sanggup menjalani puasa Ramadhan misalnya orang sakit, orang lanjut usia dan wanita hamil serta ibu menyusui.
Fidyah Puasa
Puasa diwajibkan bagi seluruh umat Islam namun ada pendapat yang menyatakan bahwa puasa diwajibkan bagi orang-orang yang mampu. Diperbolehkan tidak berpuasa bagi orang yang sakit, musafir dan orang yang berat melakukannya, misalnya bagi orang lanjut usia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. Fidyah Puasa bagi Lansia
Bagi orang yang sakit dan musafir maka diwajibkan mengqadha puasa, sedangkan bagi orang lanjut usia maka diwajibkan membayar fidyah tanpa melaksanakan puasa qadha.
Mengutip buku 30 Fatwa Seputar Ramadhan oleh H. Abdul Somad, Lc., MA., Imam Al Bukhari meriwayatkan dari Atha, ia mendengar Ibnu Abbas membaca ayat yang artinya, "Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan orang miskin." (Qs. Al Baqarah ayat 183). Ia berkata, "ayat ini tidak dinasakh. Akan tetapi ayat ini bagi orang yang lanjut usia yang tidak mampu melaksanakan [puasa, maka mereka memberi makan satu orang miskin untuk satu hari tidak berpuasa."
2. Fidyah Puasa bagi Pekerja Berat
Sebagian ulama, termasuk Syekh Muhammad Abduh mengqiyaskan para pekerja berat kepada orang tua renta yang lemah dan orang yang menderita penyakit terus menerus. Pekerja berat ini adalah orang-orang yang bekerja mengandalkan fisik, seperti pekerjaan mengeluarkan batu bara dari tempat tambangnya dan sebagainya.
Jika mereka mampu melaksanakan puasa, maka mereka tidak wajib berpuasa dan tidak wajib membayar fidyah. Meskipun mereka memiliki harta untuk membayar fidyah.
3. Fidyah bagi Ibu Hamil dan Menyusui
Bagi ibu hamil dan menyusui, jika mereka tidak berpuasa karena khawatir pada dirinya dan juga pada anaknya, maka menurut Ibnu Abbas, mereka boleh tidak berpuasa dan wajib membayar fidyah. Mereka termasuk golongan yang tidak wajib melaksanakan puasa qodho.
Abu Daud dan Ikrimah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata tentang surat Al Baqarah ayat 183, "Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa). Ibnu Abbas berkata, "Ini keringanan bagi orang yang telah lanjut usia baik laki-laki maupun perempuan yang tidak mampu berpuasa, mereka boleh tidak berpuasa dan wajib memberi fidyah memberi makan satu orang miskin untuk satu hari. Wanita hamil dan ibu menyusui, jika mengkhawatirkan anaknya, maka boleh tidak berpuasa dan wajib membayar fidyah."
Dalam hadits, Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah SWT tidak mewajibkan puasa bagi musafir dan menggugurkan setengah kewajiban salat (salat Qashar). Allah SWT menggugurkan kewajiban puasa bagi wanita hamil dan ibu menyusui." (HR Ahmad)
Besaran Fidyah
Menurut Imam Malik dan Imam As-Syafi'I, fidyah yang harus dibayarkan sebesar 1 mud gandum. Jumlah ini yakni kira-kira 6 ons = 675 gram = 0,75 kg, atau seukuran telapak tangan yang ditengadahkan saat berdoa.
Sedangkan menurut Ulama Hanafiyah, fidyah yang harus dikeluarkan sebesar 2 mud, yakni setara 1/2 sha' gandum. (Jika 1 sha' setara 4 mud = sekitar 3 kg, maka 1/2 sha' berarti sekitar 1,5 kg).
Fidyah puasa juga bisa berupa makanan pokok. Sebagai contoh, seseorang tidak puasa selama 30 hari, maka ia harus menyediakan fidyah 30 takar dengan masing-masing 1,5 kg. Fidyah boleh dibayarkan kepada 30 orang fakir miskin atau beberapa orang saja. Misalnya diserahkan pada 2 orang dengan masing-masing mendapat 15 takar.
Hukum Meninggalkan Puasa
Merangkum buku Fikih Puasa, Ali Mustafa Siregar menjelaskan hukum bagi orang yang meninggalkan puasa. Orang yang meninggalkan puasa dibagi menjadi dua bagian.
1. Meninggalkan puasa dengan ada alasan yang dapat diterima dalam agama, maka hukumnya tidak berdosa. Orang-orang yang meninggalkan puasa Ramadhan dengan alasan udzur maka Allah SWT tetap memberikan pahala.
Orang-orang seperti ini diantaranya wanita haid atau nifas, musafir dan orang yang sakit. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam hadits, Rasulullah SAW bersabda:
"Apabila seorang hamba sakit atau musafir, niscaya Allah SWT akan tetapkan baginya pahala seumpama pahala yang ia lakukan ketika sehat lagi tidak musafir." (HR Bukhari)
2. Meninggalkan puasa dengan tidak ada alasan yang dapat diterima dalam agama. Keadaan ini terbagi menjadi dua, yaitu:
- Meninggalkan puasa karena mengingkari kewajiban puasa, maka keadaan ini hukumnya menyebabkan kekafiran.
- Meninggalkannya karena malas tapi masih menganggap wajib puasa, maka keadaan ini tidak menyebabkan kekafiran, hanya saja ia dianggap muslim yang bermaksiat.
Seseorang yang meninggalkan puasa Ramadhan dengan sengaja, maka ia telah melakukan kemaksiatan. Hal ini tergolong haram membatalkan amalan fardhu tanpa ada alasan yang dibenarkan secara syariat.
Rasulullah SAW bersabda, "Orang yang membatalkan puasa Ramadhan tanpa ada rukhsoh (kebolehan berbuka) da sakit, niscaya ia takkan mampu mengqadha puasa Ramadhan yang ia tinggalkan itu dengan puasa sepanjang masa." (HR Tirmidzi)
(dvs/lus)
Komentar Terbanyak
Di Masjid Al Aqsa, Menteri Garis Keras Israel Serukan Ambil Alih Gaza
Menteri Israel Pimpin Ibadah Yahudi di Halaman Masjid Al Aqsa
Dari New York, 15 Negara Barat Siap Akui Negara Palestina