Namun dalam Islam, ada larangan bagi keluarga mayit untuk menyajikan makanan bagi para pelayat yang takziah. Meski mereka adalah tamu yang datang, tapi keluarga yang berduka tidak diperkenankan untuk menyuguhkan hidangan. Mengapa?
Larangan Keluarga Mayit Menyajikan Hidangan untuk Tamu Pelayat
Tindakan menyediakan hidangan bagi para pelayat dari keluarga yang berduka dinilai tidak pantas. Karena itu keluarga yang sedang berduka tak perlu memberikan suguhan bagi tamu yang bertakziah.
Syaikh Abdurrahman Al-Juzairi dalam buku Fikih Empat Madzhab berpandangan makruh apabila keluarga yang ditinggal menyajikan makanan bagi pentakziyah. Makruh adalah hukum dalam Islam yang melarang suatu hal namun tidak menjadi dosa.
Pendapatnya disandarkan pada atsar yang diriwayatkan Imam Ahmad dan Ibnu Majah dari Jarir bin Abdullah, ia berkata: "Dahulu (di zaman jahiliyah), kami terbiasa mengumpulkan beberapa orang untuk pergi ke rumah keluarga jenazah, lalu mereka yang berduka membuatkan makanan untuk kami."
Lebih lanjut Syaikh Abdurrahman mengatakan jika keluarga mayit tergolong tidak mampu, maka haram bagi mereka menghidangkan sajian bagi pentakziyah.
Abu Bakar Jabir Al-Jazairi dalam Ensiklopedi Muslim turut mengatakan, kebiasaan keluarga mayit yang menyiapkan makanan bagi para pelayat tergolong perkara makruh. Hal ini tidak pernah dicontohkan oleh salafush shalih sehingga harus ditinggalkan.
Para salaf dahulu bahkan tidak bertakziyah ke rumah keluarga mayit. Sebagian langsung mendatangi kuburan atau menemui mereka di tempat yang tidak disengaja. Tidak ada acara berkumpul khusus di rumah keluarga yang berduka.
Walau demikian, Abu Bakar Jabir Al-Jazairi menjelaskan tidak masalah bila pelayat mendatangi rumah keluarga mayit jika mereka tidak bisa bertemu di pemakaman atau tempat lain. Sebab, perkara yang dikarang adalah pertemuan khusus yang dipersiapkan di rumah duka. Bukan tujuan takziahnya yang dimaksudkan untuk menghibur keluarga yang ditinggal.
Mengutip buku Islam Rahmatan Lil'alamin oleh Abu Utsman Kharisman, para sahabat Nabi menganggap berkumpul untuk makan-makan di rumah keluarga mayit termasuk perbuatan meratapi kematian. Sebagaimana riwayat dari Jarir bin Abdillah Al-Bajaliy, ia berkata:
"Kami (para sahabat Nabi) memandang berkumpulnya orang-orang di rumah keluarga mayit dan keluarga mayit membuatkan makanan untuk mereka setelah dikuburkan adalah termasuk nihayah (meratap kematian)." (HR Ahmad dan Ibnu Majah)
Perbuatan nihayah diketahui merupakan kebiasaan di masa jahiliyah yang termasuk dosa besar. Disebutkan dalam sebuah hadits:
النَّائِحَةُ إِذَا لَمْ تَتُبْ قَبْلَ مَوْتِهَا تُقَامُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَعَلَيْهَا سِرْبَالٌ مِنْ قَطِرَانٍ وَدِرْعٌ مِنْ جَرَبٍ
Artinya: "Wanita yang melakukan 'niyahah' (meratap) jika tidak bertobat sebelum meninggal, pada hari kiamat akan diberdirikan (di hadapan para makhluk) dengan memakai pakaian dari ter (cairan timah panas) dan pakaian kudis." (HR Muslim)
Boleh Jika Tetangga yang Menyajikan Makanan untuk Keluarga Mayit
Lain halnya bila hidangan dipersiapkan oleh tetangga atau kerabat diperuntukkan bagi keluarga mayit, Syaikh Abdurrahman berpandangan perkara itu boleh, bahkan dianjurkan. Hal ini disandarkan pada sabda Rasulullah SAW:
اصْنَعُوا لِأَهْلِ جَعْفَرِ طَعَامًا فَقَدْ جَاءَهُمْ مَا يَشْغَلُهُمْ
Artinya: "Masakkan makanan untuk keluarga Ja'far, sungguh telah datang kepada mereka sesuatu yang menyibukkannya." (HR Tirmidzi)
Hadits di atas diketahui Nabi SAW memerintahkan kepada para sahabat untuk menyiapkan makanan bagi keluarga Ja'far bin Abi Thalib, karena anak pamannya itu telah syahid dalam perang Mu'tah.
Dalam Kitab Al-Umm, Imam Syafi'i juga memaparkan bahwa tetangga atau kerabat hendaknya membuatkan makanan bagi keluarga yang berduka pada hari wafatnya mayit dan malam harinya. Disebutkan bahwa hal itu termasuk sunnah dan perbuatan terpuji.
Ibnu Qudamah dalam kitab Al-Mughni turut berpandangan bahwa memasakkan hidangan untuk keluarga yang ditinggalkan tergolong bentuk bantuan sekaligus hiburan bagi mereka. Sebab biasanya keluarga mayit tidak sempat membuat makanan lantaran disibukkan dengan kesedihan hatinya dan kunjungan tamu yang melayat.
Demikian penjelasan tentang larangan keluarga mayit untuk menyajikan hidangan bagi para pentakziah. Wallahu a'lam.
(azn/row)
Komentar Terbanyak
Ada Penolakan, Zakir Naik Tetap Ceramah di Kota Malang
Sosok Ulama Iran yang Tawarkan Rp 18,5 M untuk Membunuh Trump
Respons NU dan Muhammadiyah Malang soal Ceramah Zakir Naik di Stadion Gajayana