Bagaimana hukumnya bersedekah atas nama orang yang sudah meninggal menurut syariat Islam? Sebab barangkali ada anak yang bersedekah atas nama orang tuanya yang sudah meninggal, dan sebaliknya.
Mengutip buku 37 Masalah Populer: Untuk Ukhuwah Islamiyah karya H. Abdul Somad, Lc, MA oleh sebuah pendapat dari ulama Syekh Ibnu 'Utsaimin.
Ini tidak bertentangan dengan hadits, "Apabila manusia meninggal dunia, maka putuslah amalnya kecuali tiga: sedekah jariyah, atau ilmu yang bermanfaat, atau anak shaleh yang mendoakannya". (HR. Muslim). Karena maksudnya adalah, "Amal mayat itu terputus". Bukan berarti amal orang lain terputus kepada dirinya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Doa anak yang shaleh dijadikan sebagai amal orang yang sudah meninggal, karena anak itu bagian dari amalnya ketika ia masih hidup. Karena dia menjadi penyebab keberadaan anak tersebut. Seakan-akan doa anak untuk orang tuanya seperti doa orang tua itu terhadap dirinya sendiri.
Berbeda dengan doa selain anak, misalnya doa saudara untuk saudaranya, itu bukan amal orang yang sudah wafat, tapi tetap mendatangkan manfaat baginya.
Pengecualian yang terdapat dalam hadits ini, amal si mayat terputus, bukan amal orang lain terputus untuk mayat. Oleh sebab itu Rasulullah SAW tidak mengatakan, "Amal terputus untuk mayat". Tapi Rasulullah SAW mengatakan, "Amal mayat itu terputus". Perbedaan yang jelas antara dua kalimat ini.
Sementara itu, mengutip buku Sunan at-Tirmidzi jilid 1 karya Muhammad bin Isa bin Saurah (Imam at-Tirmidzi) terdapat penjelasan bila seseorang bersedekah atas nama orang yang sudah meninggal.
(صَحِيحٌ) حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مَنِيعٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا رَوْحُ بْنُ عُبَادَةَ، قَالَ: حَدَّثَنَا زَكَرِيَّا بْنُ إِسْحَاقَ، قالَ: حَدَّثَنِي عَمْرُو بْنُ دِينَارٍ، عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ رَجُلًا قَالَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أُمِّي تُوُفِّيَتْ أَفَيَنْفَعُهَا إِنْ تَصَدَّقْتُ عَنْهَا؟ قَالَ: ((نَعَمْ)). قَالَ: فَإِنَّ لِي مَخْرَفًا فَأُشْهِدُكَ أَنِّي قَدْ تَصَدَّقْتُ بِهِ عَنْهَا. هَذَا حَدِيْثٌ حَسَنٌ. وَبِهِ يَقُوْلُ أَهْلُ الْعِلْمِ، يَقُوْلُوْنَ: لَيْسَ شَيْءٌ يَصِلُ إِلَى الْمَيِّتِ إِلَّا الصَّدَقَةُ وَالدُّعَاءُ. وَقَدْ رَوَى بَعْضُهُمْ هَذَا الْحَدِيثَ عَنْ عَمْرِو بْنِ دِينَارٍ، عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنِ النَّبِيِّ ﷺ مُرْسَلًا. قَالَ: وَمَعْنَى قَوْلِهِ إِنَّ لِي مَخْرَفًا يَعْنِي: بُسْتَانًا. [((صَحِيحُ أَبِي دَاوُد)) .]٦٥٦٦): خ
Artinya: "(Shahih) Dari Ahmad bin Mani, dari Rauh bin Ubadah, dari Zakariya bin Ishaq, dari Amr bin Dinar, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah SAW., "Wahai Rasulullah, ibuku telah meninggal dunia, lalu apakah akan berguna baginya jika saya bersedekah atas namanya?" Rasulullah SAW. menjawab, "Ya, itu berguna baginya." Laki-laki itu berkata lagi, "Sesungguhnya, saya mempunyai sebidang kebun, maka saya persaksikan dirimu bahwa saya menyedekahkannya atas nama ibuku."
Ini adalah hadits hasan. Pendapat para ulama sejalan dengan hadits ini, yang menyatakan bahwa tidak ada amal kebajikan dari orang yang masih hidup yang pahalanya sampai kepada orang yang telah meninggal dunia, kecuali sedekah dan doa.
Sebagian perawi meriwayatkan hadits ini dari Amr bin Dinar, dari Ikrimah, dari Rasulullah SAW secara mursal. Makna dari kata mikhraaf, dalam ucapannya, "Sesungguhnya, saya memiliki mikhraaf", maknanya adalah kebun.(Shahiih Abu Dawud, No. 6565: Shahiih al-Bukhari)
Berkurban Atas Nama Mayit
Ammi Nur Baits dalam buku Panduan Qurban dari A sampai Z: Mengupas Tuntas Seputar Fiqh Qurban menjelaskan hukumnya berkurban untuk mayit atau orang yang sudah meninggal tanpa adanya wasiat.
Terdapat perbedaan pendapat antara para ulama. Seperti sebagian ulama mazhab Hambali menganggap tindakan tersebut merupakan hal yang baik dan pahalanya bisa sampai kepada mayit.
Dalam fatwa Lajnah Daimah saat ditanya mengenai hukum berkurban atas nama mayit yang tidak berwasiat adalah. "Berkurban atas nama mayit disyariatkan. Baik karena wasiat sebelumnya atau tidak ada wasiat sebelumnya. Karena ini masuk dalam lingkup masalah sedekah (atas nama mayit)." (Fatwa Lajnah, 21367)
Selain itu, sebagian ulama mengatakan perbuatan ini adalah bid'ah sebab tidak adanya tuntunan dari Rasulullah SAW.
Syaikh Ibn Utsaimin mengatakan:
"Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memiliki beberapa anak laki-laki dan perempuan, para istri, dan kerabat dekat yang beliau cintai, yang meninggal dunia mendahului beliau. Namun Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah berqurban secara khusus atas nama salah satu diantara mereka. Beliau tidak pernah berqurban atas nama pamannya Hamzah, atau atas nama istri beliau Khadijah atau istri beliau zainab binti Khuzaimah, tidak pula untuk tiga putrinya dan anak-anaknya radliallahu 'anhum. Andaikan ini disyariatkan, tentu akan dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, baik dalam bentuk perbuatan maupun ucapan. Akan tetapi, seseorang hendaknya berqurban atas nama dirinya dan keluarganya. (As-Syarhul Mumthi', 7:287)
Namun demikian, Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin rahimahullah tidak menganggap kurban yang dilakukan secara khusus atas nama orang yang telah meninggal sebagai perbuatan bid'ah. Beliau menyatakan:
"Sebagian ulama mengatakan, berkurban secara khusus atas nama mayit adalah bid'ah yang terlarang. Namun vonis bid'ah di sini terlalu berat. Karena keadaan minimal yang bisa kami katakan bahwa qurban atas nama orang yang sudah meninggal termasuk sedekah. Dan terdapat dalil yang shahih tentang bolehnya bersedekah atas nama mayit" (as- Syarhul Mumthi', 7:287)
(lus/lus)
Komentar Terbanyak
Saudi, Qatar dan Mesir Serukan agar Hamas Melucuti Senjata untuk Akhiri Perang Gaza
Indonesia Konsisten Jadi Negara Paling Rajin Beribadah
Dari New York, 15 Negara Barat Siap Akui Negara Palestina