Salat di Kapal Laut, Arah Kiblat Hadap ke Mana?

Salat di Kapal Laut, Arah Kiblat Hadap ke Mana?

Alvin Setiawan - detikHikmah
Minggu, 14 Apr 2024 15:00 WIB
Salat gerhana di atas kapal di Ternate
Ilustrasi salat di atas kapal laut. Foto: Fitraya Ramadhanny/detikcom
Jakarta -

Menghadap kiblat adalah syarat sah salat. Kiblat umat Islam menghadap ke arah Ka'bah yang ada di Makkah. Lalu, apabila sedang bepergian dengan kapal laut, bagaimana cara menentukan arah kiblatnya?

Salat di atas kapal laut tergolong dalam pelaksanaan salat dalam kondisi tertentu. Dalam buku Fikih karya Kholidatuz Zuhriyah dan Machunah Ani Zulfah dijelaskan pada zaman dulu sebelum ada pesawat terbang, kapal laut, bis, kereta api, dan seterusnya, orang-orang bepergian dengan binatang seperti unta dan keledai.

Salat Boleh Menghadap ke Arah Laju Kendaraan

Menurut penjelasan dalam kitab Al-Wajiz fi Fiqh As-Sunnah Sayyid Sabiq karya Syaikh Syaikh Sulaiman Ahmad Yahya Al-Faifi yang diterjemahkan Ahmad Tirmidzi dkk, arah kiblat saat salat di kapal laut boleh menghadap ke mana saja sesuai arah laju kapal bergerak.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ketika seseorang tidak yakin ke mana harus mengharap arah kiblat, maka dibolehkan untuk menghadap arah sesuai laju kendaraan. Hal tersebut dijelaskan dalam hadits yang berbunyi,

وعن أنس بن مالك قال : كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا أراد أن يصلي على راحلته تطوعًا استقبل القبلة فكبر للصلاة ثم خلّى على راحلته فصلى حيثما توجهت به

ADVERTISEMENT

Artinya: "Dari Anas bin Malik RA, ia berkata, "Adalah Rasulullah SAW apabila salat sunah di atas kendaraannya, ia menghadap ke kiblat lalu takbir untuk salat, kemudian ia biarkan kendaraannya itu, maka ia salat (mengikuti) arah mana saja kendaraannya itu menuju." (HR Ahmad dan Abu Dawud)

Terdapat juga riwayat lain yang menjelaskan hal serupa. Hal itu diriwayatkan Amir bin Rabiah RA, dia berkata, "Saya melihat Rasulullah SAW salat di atas kendaraannya, ke arah mana saja kendaraan itu mengarah." (HR Bukhari dan Muslim)

Seorang muslim juga dapat melakukan salat di kursi atau tempat duduk apabila keadaan tidak memungkinkan untuk berdiri. Hal ini pernah dicontohkan Rasulullah SAW ketika salat di atas punggung unta.

وعن عامر ابن ربيعة قال: رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم وهو على راحلته يُسبحُ : يومى براسه قبل أي وجهة توجه . ولمح يكن يصنع ذلك في الصلة المكتوبة

Artinya: Dari Amir bin Rabi'ah, ia berkata, "Aku pernah melihat Rasulullah SAW waktu itu beliau berada di atas kendaraannya, bertasbih, dan berisyarat dengan kepalanya ke arah mana saja kendaraannya itu menghadap, dan ia tidak berbuat yang demikian itu dalam salat fardhu." (HR Ahmad, Bukhari, dan Muslim)

Dijelaskan lebih lanjut, ketika salat di atas kendaraan untuk gerakan rukuk cukup diisyarakatkan dengan menunduk. Lalu, untuk gerakan sujud cukup menunduk lebih rendah dari gerakan rukuk.

Meski demikian, ada perbedaan pendapat ulama yang mengatakan jika salat di atas kapal laut diharuskan untuk dilaksanakan secara berdiri. Apabila tidak mampu, maka salat harus diulang sesampainya di daratan.

Di dalam kitab Al-Majmuu' 'alaa Syarh al-Muhadzdzab diterangkan lebih lanjut bahwa bagi kalangan Syafi'i salat di atas kapal laut itu hanya untuk menghormati waktu salat saja.

"Bila waktunya salat wajib telah tiba sementara dirinya sedang berjalan dan saat ia menjalani salat di daratan dengan menghadap kiblat ia khawatir akan terpisah dari rombongan atau khawatir akan keselamatan dirinya, hartanya maka baginya tidak diperbolehkan meninggalkan salat dan mengerjakannya di luar waktunya namun salatlah di atas kendaraan sekedar menghormati waktu dan diwajibkan baginya mengulangi salatnya karena hal tersebut termasuk udzur yang langka," jelas kitab tersebut.

Sementara itu, apabila bagi mereka yang tidak tahu, kehilangan arah kiblat atau tanda-tanda baik karena mendung maupun gelap, maka diwajibkan untuk mencari petunjuk dengan bertanya pada orang yang mengetahuinya.

Jika tidak dapat mendapatkan petunjuk tersebut, maka diperkenankan untuk berijtihad (bersungguh-sungguh) menebak di mana arah kiblat) dan kemudian salat menghadap ke arah sesuai ijtihadnya. Dalam kondisi seperti ini, salatnya dianggap sah dan tidak ada kewajiban untuk mengulang.

Namun, orang tersebut harus segera menghadap ke arah kiblat yang benar apabila di tengah-tengah salat dia mengetahui kesalahannya. Dalam hal ini tidak perlu menghentikan salat yang sudah dilaksanakan tapi cukup meneruskan salatnya hingga akhir.

Wallahu a'lam.




(kri/kri)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads